Siapa sih yang belum pernah minum kopi? Saya yakin 100% pembaca artikel ini pasti pernah ngopi walau hanya satu seruputan saja. Dari Sabang sampai Merauke, dari Gayo sampai Wamena, kopi seperti sudah menjadi nadi-nadi kehidupan masyarakat Indonesia. Sudah mendarah daging dan sulit untuk dipisahkan dari keseharian masyarakat.
Besarnya produksi kopi di Indonesia membuatnya mudah dicari dan harganya murah. Kondisi tersebut membuat kopi tersebar merata keseluruh lapisan masyarakat sehingga tidak ada alasan bagi kopi untuk tidak menyatu dengan budaya masyarakat Indonesia. Kopi dan Indonesia tak bisa dipisahkan.
Menurut data dari International Coffee Organization (ICO), produksi kopi di Indonesia pada tahun 2016 adalah sebesar 689.640 ton dan menempati posisi ke 4 dari 10 besar produsen kopi dunia, dibawah Vietnam, Kolombia, dan Brazil. Data tersebut menunjukan, konsumen kopi di dunia sangat bergantung pada kopi produksi Indonesia. Apalagi karakteristik rasa kopi dari setiap daerah itu berbeda-beda, sehingga sangat mungkin kopi Indonesia mempunyai penggemar fanatiknya tersendiri, tersebar di seantero penjuru Dunia. Hal ini mampu menjadi satu bargainingpositiontersendiri bagi Indonesia untuk meningkatkan pendapatan nasional pada beberapa sektor, salah satunya adalah sektor pariwisata.
Sekarang, mari kita pergi ke Jogja, tempat tinggal saya (untuk sementara) selama sepuluh tahun terakhir. Saya benar-benar merasakan perubahan besar pada kota ini selama terutama di sektor 'tongkrongan'. Saya sebagai mahasiswa, Â tentunya sangat membutuhkan sebuah tempat nongkrong sebagai tempat berkumpul dan berdiskusi bersama teman-teman atau komunitas, atau sekedar sebagai tempat penghilang jenuh setelah seharian berkutat dengan perkuliahan. Awal saya kuliah, tahun 2008, tempat nongkrong di sekitaran kampus masih bisa dihitung dengan jari, apalagi yang menyajikan kopi non-sachet. Sekarang, sepanjang jalan, pasti bisa dijumpai kedai kopi.
Budaya ngopi di Kota Jogja (dan sekitarnya) semakin diperkuat oleh status kota ini sebagai Kota Pelajar. Banyaknya mahasiswa yang ada di Jogja membuat tempat nongkrong selalu penuh dan cangkir kopi selalu terisi. Tema warung kopi pun semakin beragam, dari yang sekedar apa adanya sebagai tempat nongkrong, ada juga yang yang membuatnya sebagai perpustakaan, workspace, dan konsep lainnya diiringi dengan desain cafe yang unik.
Menurut pengusaha Kedai Kopi Pitutur, Ponco Kusomo, dikutip dari Antara, Yogyakarta (14/11/16), Potensi ekonomi usaha kedai kopi di Kota Yogyakarta diperkirakan mencapai sebesar Rp 262,8 miliar dalam setahun. Angka ini merupakan total penghasilan dari 600 kedai kopi di seluruh Yogyakarta. Angka tersebut masih bisa bertambah dua kali jumlahnya jika kedai kopi yang belum terdaftar ikut dihitung.
Pada tahun 2017 ini, antusiasme masyarakat Jogja terhadap kopi mulai terlihat dengan diadakannya beberapa festival / event yang bertemakan kopi. Event-event tersebut selain sebagai ajang promosi juga sebagai ajang mengenalkan kopi kepada masyarakat. Event yang baru-baru ini terselenggara dengan sukses adalah event Malioboro Coffee Night. Event ini diselenggarakan sebagai salah satu urutan acara ulang tahun Kota Jogja. Ini setidaknya membuktikan bahwa pemerintah sudah menaruh perhatian pada dunia perkopian.
Malioboro Coffee Night, Contoh Sukses Dunia Perkopian Yogyakarta
Event ini diselenggarakan pada hari selasa yang lalu (3/10) di sepanjang jalan Malioboro, tepatnya di area depan Malioboro Mall. Saya datang bersama beberapa orang teman yang sama-sama sebagai pecandu kopi. Acara sebenarnya sudah dimulai pada pukul sepuluh malam, namun kami memilih datang lebih malam lagi yaitu jam 12 malam dengan harapan supaya acaranya agak sepi sedikit. Tapi ternyata harapan kami pupus setelah melihat kemacetan yang cukup panjang di jalan arah menuju ke Malioboro.Â
Lautan manusia terkonsentrasi di sepanjang jalan depan Malioboro Mall dimana event tersebut berlangsung, kebanyakan adalah anak muda. Terdapat sekitar 50an lebih stand kopi gratis yang penuh dikerubuti oleh para pecinta kopi demi mendapatkan secangkir kopi gratis. Mereka yang lelah berdiri memilih untuk duduk lesehan di jalan. Cahaya dari telepon genggam menyinari muka para pengunjung yang sedang selfie, menginfokan kepada teman mereka di sosmed, dan secara tidak langsung ikut mempromosikan acara ini.
Berbagai jenis kopi bisa pengunjung seruput secara gratis, kebanyakan adalah kopi lokal. Saya mencicipi kopi dari bogor yang rasanya tidak terlalu pahit namun agak kecut. Kemudian saya mencicipi kopi jamu dari wonosobo, kopi ini sudah dicampur jamu beras kencur jadi rasanya cukup unik. Kopi Jahe dari Madura juga tak kalah nikmatnya, disajikan oleh bapak-bapak madura asli dengan jaket hitam dan kaos garis-garis merah putihnya.Â
Kopi Sebagai Obyek Wisata di Jogja
Walaupun sangat segmented, ide kopi sebagai salah satu tujuan wisata di jogja patut di coba. Melihat budaya ngopi dunia, dan melihat antusiasme masyarakat terhadap minuman ajaib bernama kopi ini, maka kopi bisa dijadikan sebagai obyek wisata baru di Jogja dan sekitarnya. Daerah yang sudah sukses mengembangkan kopi sebagai obyek wisata adalah Dataran Tinggi Gayo di Aceh dimana nama Kopi Gayo sudah terkenal di dunia Kopi Internasional sebagai salah satu kopi dengan kualitas terbaik. Salin Gayo, ada juga Toraja, lampung, dan flores yang juga terkenal dengan kopi-kopinya yang berkualitas.
Jogja juga sebenarnya mempunyai kebun kopi yang berkualitas yaitu Kopi Suroloyo dan Kopi Merapi. Kedua varian kopi ini sudah cukup dikenal oleh kalangan pecinta kopi di Jogja. Keduanya juga berada di dataran tinggi dan sudah terkenal dengan wisata alamnya sehingga akan cukup mudah untuk mengenalkan wisata kopi Jogja kepada wisatawan.
Selain itu, kedai-kedai kopi yang ada di Jogja juga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Sebutlah Kopi Klotok yang berada di Jalan Kaliurang Km 14. warung kopi berkonsep tradisional jawa tersebut mampu menarik ratusan bahkan ribuan pengunjung baik dari dalam maupun luar kota dalam sehari. Dengan konsep yang unik, menarik, dan satu-satunya maka kedai kopi bisa menjadi salah satu tujuan wisata.
Akan ada banyak pihak yang diuntungkan dengan membuat kopi jadi salah satu primadona wisata di Jogja. Selain itu, diharapkan juga wisatawan yang datang ke Jogja akan bertambah, terutama para coffee lovers.
Rencana ini akan berhasil bila perkebunan kopi di Jogja lebih di maksimalkan baik dalam segi kuantitas maupun kualitas biji kopinya. Karena yang akan diunggulkan dalam wisata kopi Jogja ini adalah produk kopi asli Jogja. Selain biji kopi, produk kopi olahan / blend juga bisa dibuat sekhas mungkin sehingga menjadi sebuah maskot wisata seperti halnya bakpia khas Jogja.
Promosi nampaknya tidak akan terlalu sulit mengingat Jogja merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia. Hanya perlu sedikit sentuhan 'kopi' dalam promosinya. Jika Jogja menjadi salah satu destinasi Wisata Kopi di Indonesia maka saya sebagai pecinta kopi akan tambah bangga dengan kota Jogja yang nyaman ini. Apalagi jika disertai dengan pengurangan kemacetan di Kota Jogja yang semakin hari semakin bertambah parah. (Sagara)
Tulisan ini telah diterbitkan di blog pribadi saya. Untuk tulisan saya lainnya silahkan kunjungi idiotraveler.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H