Mohon tunggu...
Ketut Adnyana
Ketut Adnyana Mohon Tunggu... Programmer - Karyawan Swasta di Jerman

Ketut Adnyana tinggal dan bekerja di Jerman

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tahun Kabisat dengan Keistimewaannya untuk di Kenang

1 Maret 2016   14:43 Diperbarui: 1 Maret 2016   15:21 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun Kabisat  atau dalam bahasa inggris orang sering menyebutkannya dengan nama : Leap Yearadalah sebuah Tahun Syamsiah di mana pada tahun tersebut jumlah hari tidak terdiri dari 365 hari tetapi 366 hari. Satu tahun syamsiah tidak secara persis terdiri dari 365 hari, tetapi 365 hari 5 jam 48 menit 45,1814 detik. Jika hal ini tidak dihiraukan, maka setiap 4 tahun akan kekurangan hampir 1hari (tepatnya 23 jam 15 menit 0,7256 detik).

Maka untuk mengkompensasi hal ini, setiap 4 tahun sekali (tahun yang bisa dibagi 4), diberi 1 hari ekstra: 29 Februari. Tetapi karena 5 jam 48 menit 45,1814 detik kurang dari 6 jam, maka tahun-tahun yang bisa dibagi 100 (seperti tahun 1900), bukanlah tahun kabisat, kecuali bisa dibagi dengan 400 (seperti tahun 2000).

Jadi tanggal 29 Februari adalah hari ekstra yang ditambahkan pada akhir bulan Februari pada setiap tahun kabisat, yang merupakan hari ke-60 pada tahun kabisat dalam kalender Gregorian.

Tanggal ini hanya ada pada tahun yang angkanya habis dibagi 4 seperti 1992, 1996, 2004,2008, 2012, serta pada tahun abad (kelipatan 100) yang angkanya habis dibagi 400 seperti1600 dan 2000. Tahun 1800 dan 1900 bukanlah tahun kabisat karena walaupun angkanya habis dibagi 4 namun merupakan tahun abad yang tidak habis dibagi 400.

Bagaimana sesungguhnya algoritma untuk menentukan apakah suatu tahun termasuk tahun kabisat atau bukan, jawabannya adalah sebagai berikut:

  • Jika angka tahun itu habis dibagi 400, maka tahun itu sudah pasti tahun kabisat.
  • Jika angka tahun itu tidak habis dibagi 400 tetapi habis dibagi 100, maka tahun itu sudah pasti bukan merupakan tahun kabisat.
  • Jika angka tahun itu tidak habis dibagi 400, tidak habis dibagi 100 akan tetapi habis dibagi 4, maka tahun itu merupakan tahun kabisat.
  • Jika angka tahun tidak habis dibagi 400, tidak habis dibagi 100, dan tidak habis dibagi 4, maka tahun tersebut bukan merupakan tahun kabisat.

Demikianlah penjelasan yang saya kutip dari Wikipedia mengenai Tahun kabisat dengan tanggal istimewanya 29 Februari yang jarang kita jumpai setiap tahunnya.  Kali ini saya tidaklah ingin mengajak anda untuk membahas lebih detail lagi dari penjelasan tahun kabisat melainkan saya ingin berbagi cerita atau peristiwa yang juga istimewa dalam kehidupan saya pribadi, dimana pada tanggal 29 Februari 2012, saya kehilangan bapak saya untuk selamanya. Dimana hal ini buat saya pribadi sungguh sangat mengharukan namun saya tetap ikhlas akan kepergian bapak saya.

Pernah suatu waktu ketika saya masih sekolah di Jerman saya sempat pulang kampung mengunjungi orang tua saya. Seperti biasa sebagai anak paling kecil saya selalu menghabiskan waktu saya berlama lama dengan orang tua saya di rumah. Bapak saya ketika itu dalam percakapan ringan saat itu berpesan karena sering sakit dan sudah tidak kuat untuk menahan sakit asma nya bapak saya mengatakan  sesungguhnya ingin „pergi“ (baca: meninggalkan dunia ini) yang mungkin saya sendiri sedang tidak ada di bali saat itu. Saat mendengar percakapan bapak saya saat itu seketika percakapan itu saya stop dan saya katakan, tunggu dulu, saya belum menikah. Lihat dulu anak saya dan rawat dulu anak saya agar bapak adil dengan semua anak anak bapak dan cucu cucu bapak. Begitulah kata saya saat itu. Bapak saya pun menyanggupinya dan akan bertahan untuk menanti dan memenuhi janjinya.

Singkat cerita, saya sudah menikah dan sudah punya anak. Di bulan desember 2011 saya pulang ke bali untuk mengupacarai hari ulang tahun anak saya yang kami rayakan versi bali atau 7 bulanan menurut kalender bali, sekaligus memperkenalkan anak saya kepada kedua orang tua saya di bali. Aura kebahagiaan terpancar dari raut wajah bapak saya saat itu ngemong anak saya, yang setiap bangun pagi di ambilnya dari tempat tidur anak saya untuk di gendongnya keliling halaman di rumah.

[caption caption="eltern2"][/caption]

Waktu terus berjalan, saya pun kembali ke Jerman seorang diri di akhir bulan Januari 2012. Sementara Anak dan Istri saya masih tinggal di rumah orang tuanya untuk berlibur lebih lama di Indonesia. Dan saya pun memulai aktifitas normal seperti biasa dan sekali seminggu selalu saya sempatkan untuk telpon ke rumah menanyakan kabar kesehatan bapak dan ibu saya. Dan jawaban yang saya dapatkan pun seperti biasa bahwa bapak saya sering batuk batuk karena kumat asmanya. Hingga di akhir bulan Februari bapak saya masuk rumah sakit untuk Opname di denpasar.  Walaupun mendengar kabar bahwa bapak saya masuk rumah sakit, sayapun tidak begitu khawatir karena sudah di tanggung jawabi oleh kakak saya yang dokter, dan biasanya pun selalu sembuh setelah masuk rumah sakit.

Di saat yang sama dengan bapak saya sedang opname di rumah sakit, Saya kebetulan di akhir Februari 2012 mengikuti  3 hari training kerjaan di kota Hamburg yang berjarak sekitar 700 km dari Stuttgart di kota dimana saya berdomisili. Di hari pertama training saya lewati dengan lancar dan saya pun belajar sesuatu yang baru saat itu. Selanjutnya malamnya di adakan acara social oleh trainernya kepada para peserta training untuk ikut go cart lomba balap formula versi kecil di circuit milik Ralf Schumacher (adiknya pembalap Formulat 1 Michael Schumacher). Pengalaman yang luar biasa karena saya tidak pernah melakukan sebelumnya.

Namun ketika tengah malam jam 12 malem balik ke kamar hotel , istri saya mengirimkan pesan di inbox facebook saya dan meminta saya untuk menelpon ke Indonesia. Hati saya saat itu sudah mulai gundah dan curiga, karena tidak seperti biasanya. Chatting berkirim pesan biasanya cukup di bales dengan pesan juga. Sampai akhirnya saya mendapat kabar bapak saya “pergi untuk selamanya” di pagi hari tanggal 29 Februari 2012 di tahun kabisat.

Seketika saya langsung lemas lunglai tidak kuat menahan berita serta peristiwa yang belum pernah saya alami sebelumnya. Singkat cerita, training di hari kedua saya sama sekali tidak bisa berkonsentrasi untuk menerima pelajaran. Hingga akhirnya di hari ketiga saya berterus terang kepada trainernya bahwa saya sedang ada berita duka dan saya tidak bisa melanjutkan training di hari ketiga karena pikiran saya sedang ada di kampung halaman. Dan training saat itu pun di hentikan. Dan sayapun kembali ke Stuttgart mengemudikan mobil dari Hamburg menuju Stuttgart yang berjarak 700 km dengan pikiran yang sedang berduka. Di setiap pemberhentian di jalan toll saya selalu berhenti, karena tidak kuat menahan air mata yang terus mengalir deras membasahi wajah saya dan saya pun tidak bisa konsentrasi mengemudikann mobil di jalan toll.

Sehari kemudian saya langsung terbang ke bali, ikut menjemput mayat bapak saya dari kamar mayat di rumah sakit di denpasar untuk selanjutnya  di bawa ke kampung halaman ke Klungkung. Upacara pengabenan (di kremasi) menurut agama hindu dilangsungkan dan kami pun ikhlas melepas kepergian bapak kami.  Dan kami sekeluarga pun mendoakan arwah (roh) almarhum bapak kami bisa menyatu dengan Tuhan Yang Maha Esa.

[caption caption="ngaben"]

[/caption]

Renungan

Karena merupakan pengalaman pertama kehilangan orang yang paling dekat di keluarga saya, saya pun semula merasa berat menerima kenyataan saat itu. Hingga akhirnya saya sempat memimpikan bapak saya dan saya melihatnya dari jauh bapak saya terlihat rapi dan sedang berkumpul mendengarkan penjelasan dari orang lain di perkumpulan itu. Dan  Mungkin pesan yang ingin di sampaikan oleh mimpi saat itu adalah bapak saya sudah bersih dan sudah tenang dengan kesibukannya yang baru di alamnya yang baru.

Saya sesungguhnya tidak menyangka Percakapan sederhana yang sempat saya lakukan dengan meminta bapak saya untuk menunggu saya hingga memiliki keluarga sendiri dan punya anak, ternyata bermakna sangat dalam. Dan bapak saya pun menepatinya akan „pergi“ untuk selamanya hingga saya mandiri .

Dan apa yang saya yakini dari peristiwa yang saya alami, mungkin juga terjadi pada anda pembaca, bahwa Tuhan akan selalu memberikan “hadiah”  istimewa di kehidupan anda di saat kelahiran dan kematian orang yang anda cintai. Atau dalam bahasa gaulnya, Tuhan akan  memberikan kita (saya dan anda) nomer cantik, atau hari cantik, atau tanggal cantik, atau tahun cantik, atau peristiwa cantik yang bisa kita jadikan kenangan untuk selamanya mengenang peristiwa kelahiran dan kematian, yang sesungguhnya tidak perlu kita sesali.  Karena setiap yang datang dari NYA akan kembali kepada NYA. Demikianlah saya mengenang kepergian almarhum bapak saya dan sayapun selalu mendoakan arwah (roh atau jiwa) almarhum bapak saya bahagia di alamnya yang baru.

[caption caption="ngaben"]

[/caption]

Seperti tertuang dalam bait Bhagawad Gita, II.27, :

(dalam bahasa jerman)
Das Ende der Geburt ist der Tod,
das Ende des Todes ist die Geburt.
Das ist das Gesetz.

(dalam bahasa inggris)
The end of birth is death;
the end of death Is birth:
this is ordained!

(dalam bahasa indonesia)
Bagi semua yang dilahirkan, kematian adalah hal yang pasti.
Dan sebaliknya, bagi yang mengalami kematian, kelahiran adalah hal yang pasti.
Terhadap hal yang pasti / tak terhindarkan, tak perlu ada penyesalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun