[caption caption="epl"][/caption]
Sungguh tidak terasa waktu terus berjalan, tahun pun berganti baru. Keinginan untuk pulang ke kampung halaman di penghujung akhir tahun sudah juga terwujudkan. Perjalanan jauh selama 17 jam hanya duduk di pesawat memang terasa lama namun kerinduan bertemu keluarga di bali seperti mengalahkan kejenuhan selama duduk di pesawat. Film Eat Pray Love yang menemani saya selama saya dipesawat seperti menghibur saya dengan pesan pesan kehidupannya. Cerita perjalanan hidup sang penulis yang di lakoni oleh bintang film hollywood Julia Robert, seperti menyampaikan pesan kepada saya: jalanilah hidup dengan mengalir dengan penuh keseimbangan.
Sekedar ingin berbagi apa yang membuat saya terkesan akan film Eat Pray Love itu, sang penulis seolah ingin berbagi intisari pengalaman hidupnya dalam usahanya untuk mendapatkan kedamaian. Dimana yang kita butuhkan dalam hidup ini sesungguhnya adalah “Makan, Sembahyang (Doa), Cinta (Kasih Sayang) atau Eat Pray Love. Terkesan sederhana memang…namun bila di sadari secara jujur memang itulah makna kebahagiaan yang sejati, damai di hati dan damai di pikiran.
Memang benar semua bermula dari pikiran. Dari sekian banyak kesibukan rutinitas yang kita jalani yang di latar belakangi oleh ambisi kita, terkadang kita memang sering lupa untuk memanjakan diri kita sendiri. Dan kita pun sering terjebak dengan permasalahan duniawi yang tidak jarang membuat kita stress, mudah emosi, dan bahkan lelah phisik serta lelah pikiran hingga akhirnya terpuruk jatuh sakit. Health is not everything, but without health everything is nothing, demikianlah pepatah mengatakan. Dimana dalam hidup kita memang selayaknya selalu menomer satukan kesehatan kita, baik itu kesehatan jasmaniah ataupun rohaniah. Dan di film Eat Pray Love juga demikian, Julia Robert dalam perjalanan pencarian kedamaiannya ketika di Italy merasa menjadi sehat dan jatuh cinta akan makna dari kata yang ia pelajari saat itu yaitu “Dolce Parinienta” yang artinya The Sweetness of doing nothing. Karena tanpa di sadari , budaya italy yang memanjakan diri by just doing nothing pun bisa menyehatkan ataupun menyeimbangkan pikiran mereka. Hal ini sama persis dengan makna dari perayaan Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali dengan Catur Brata Penyepiannya.
Pencarian jati diri ataupun pencarian kedamaian hidup Julia Robert berlanjut dari Italy ke India. Di India Julia Robert seperti menemukan cara lain menuju kedamaiannya yaitu dengan cara ber Meditasi. Sama halnya dengan Julia Robert, terkadang kitapun sering mencoba mencari kedamaian hingga kemana mana, namun sesungguhnya kedamaian itu ada di dalam diri sendiri. Dengan memusatkan pikiran (ber meditasi) tanpa di sadari bisa membantu membuka pikiran Julia Robert. Melalui meditasi ia paham dalam memilih dan memilah pikiran seperti halnya memilih dan memilah pakaian. “You need to learn how to select your thoughts just the same way you select your clothes every day.
Setelah dari India Julia Robert melanjutkan perjalanannya ke Bali untuk bertemu dengan guru spiritualnya. Selama di Bali Julia Robert banyak belajar akan makna dari life balance atau „Keseimbangan Hidup“ . Mengakhiri perjalanan pencarian kedamaiannya di Bali iapun menyimpulkan: A force in nature governed by laws as real as the laws of gravity. The rule of Quest Physics goes something like this:
If you’re brave enough to leave behind everything familiar and comforting, which can be anything from your house to bitter, old resentments, and set out on a truth-seeking journey, either externally or internally, and if you are truly willing to regard everything that happens to you on that journey as a clue and if you accept everyone you meet along the way as a teacher and if you are prepared, most of all, to face and forgive some very difficult realities about yourself, then the truth will not be withheld from you.
Keberanian meninggalkan zona kenyamanan, ataupun keberanian melupakan kenangan pahit, kemudian berangkat menuju pencarian kebenaran yang sejati, dengan menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai sebuah petunjuk, dan menerima setiap orang yang ditemui sebagai seorang guru, tegar menghadapi cobaan, ikhlas memaafkan situasi tersulit yang terjadi dalam hidup kita, maka “suratan” kebenaran yang sesungguhnya akan sangat terbaca dengan sangat jelas.
Demikianlah pesan moral yang sekilas saya ingat ketika nonton film Eat Pray Love yang menemani penerbangan saya dari Jerman ke Bali, yang membuat saya bijaksana dan ikhlas dalam menerima segala peristiwa perjalanan hidup yang sudah lewat di tahun tahun sebelumnya dan juga membuat saya lebih tabah dalam menghadapi perjalanan hidup yang akan terjadi di masa datang. Karena pada prinsipnya Success is a journey, not a destination. The doing is often more important than the outcome… begitulah kata orang bijak. Atau di film Eat Pray Love di sebutkan “attraversiamo” yang artinya …lets cross over … atau just let it flow….
Bali
[caption caption="bali"]
Sekali lagi tidak terasa, dan sayapun akhirnya mendarat dengan selamat di Bali. Terbiasa hidup dengan keteraturan dan terbiasa melihat orang lain hidup dengan teratur, namun ketika perjalanan pulang dari bandara ngurah rai denpasar menuju kampung halaman Klungkung, batin dan hati kecil saya seperti merasa tidak terima dengan perilaku pengendara motor dan mobil yang lalu lalang tidak disiplin. Seperti kutipan lagu yang popular di Indonesia “Sakitnya Tuh di Sini”. Kalau di Jerman saya mengenal istilah “Alles ist geregelt”. Yang artinya semua ada aturannya. Sementara di Bali atau di tanah air kita mengenal istilah bekennya ” Kalau gw begini (lain) emang masalah buat elu” . Hehe… Lagi lagi seperti lirik lagu “terkadang disitu saya merasa sedih”. Tidak ingin terlalu banyak menuntut, akhirnya saya ingat pesan film Eat Pray Love: If we are looking for a perfect place, there is always around grave. Memang benar bila kita menginginkan ketenangan yang abadi tentulah adanya hanya di kuburan. Dan dengan menerima keadaan atau menerima perbedaan sesungguhnya bagian dari keseimbangan itu sendiri. Dalam rangka untuk membahagiakan liburan saya di kampung halaman, sayapun berusaha menerima perbedaan perilaku yang saya lihat di bali demi keseimbangan life balance.
Mengakhiri cerita ringan saya ini, Keinginan bertemu keluarga besar, keinginan bersembahyang keliling di kampung halaman, keinginan betemu teman teman lama waktu kecil, serta keinginan merawat ibu seperti terjawab dan terobati selama liburan saya di bali dengan penuh kebahagiaan dan kedamaian. Hingga tidak terasa waktupun cepat berlalu menuntut saya untuk kembali ke Jerman untuk kembali menekuni rutinitas saya sebagai engineer dan kembali membina keluarga kecil dengan tanggung jawab saya sebagai kepala keluarga, sebagai suami dari istri saya dan sebagai ayah dari anak saya.
[caption caption="kl"]
Akhir kata, merantau jauh ke jerman membuat saya menghargai kampung halaman di bali. Liburan di kampung halaman di bali membuat saya bersemangat untuk kembali bekerja. Entah karena suatu kesengajaan atau memang ada suratannya atau memang bagian dari rangkaian perjalanan hidup saya, kesempatan nonton film Eat Pray Love (Erasing the Moral Complexity of Individual Philanthropy) selama di pesawat seperti menyatu dengan liburan saya di bali yang hollistic penuh dengan makna dan kenangan, yang membantu menciptakan keseimbangan dalam hidup saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H