Lahan basah memiliki fungsi ekologis penting, seperti pengendali banjir, pencegah intrusi air laut, erosi, pencemaran, dan pengendali iklim global. Salah satu bentuk kerusakan lahan basah yang semakin banyak terjadi adalah kebakaran gambut, terutama di hutan rawa gambut tropis. Kebakaran lahan basah adalah kejadian di mana api melalap bahan bakar bervegetasi yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali.
Melansir dari data Sipongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas area yang terbakar sampai September 2023 di Indonesia sekitar 642.099,73 hektar, untuk wilayah Sumatera Selatan sekitar 32.496,49 hektar. Lebih dari 99% penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut adalah akibat ulah manusia, baik yang sengaja melakukan pembakaran ataupun akibat kelalaian dalam menggunakan api. Hal ini juga didukung oleh kondisi-kondisi tertentu yang membuat rawan terjadinya kebakaran, seperti gejala El Nino, kondisi fisik gambut yang terdegradasi dan rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Kebakaran di lahan basah dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk faktor manusia dan faktor alam. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan kebakaran di lahan basah :
1. Pembukaan Lahan: Saat membuka lahan untuk persiapan penanaman, lahan basah sering mengalami kebakaran. Biasanya, pembukaan lahan ini dilakukan dengan pengeringan dan pembakaran untuk membersihkan tanah. Salah satu alasan utama untuk melakukan pembakaran pada saat pembukaan lahan adalah karena sangat mudah, tidak mahal, dan prosesnya cepat. Namun, pembakaran pada saat pembukaan lahan dapat memburukkan kondisi biofisik gambut dan mengakibatkan kebakaran lahan gambut yang luas.
2. Faktor manusia: Pembakaran lahan, pembukaan lahan, dan aktivitas lainnya adalah penyebab utama kebakaran di lahan basah. Baik perusahaan maupun masyarakat dapat menyebabkan kebakaran lahan. Faktor-faktor sosial dan ekonomi juga dapat menjadi penyebab kebakaran di lahan basah.
3. Faktor Alam: Kondisi alam seperti El Nio yang menyebabkan kemarau yang lama dan kerusakan fisik gambut sebelumnya juga dapat menyebabkan kebakaran di lahan basah. Areal rawa gambut dianggap sebagai lahan basah yang mengalami akumulasi setiap tahun, tetapi di musim kemarau mereka menjadi lahan kering yang rentan terhadap kebakaran.
Kebakaran lahan basah tidak hanya berdampak kepada manusia tetapi berdampak juga terhadap lingkungan, dan juga sosial ekonomi.Â
Dampak terhadap kerusakan lingkungan dimana kebakaran di lahan basah dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk penurunan kondisi lingkungan hidup, dapat menyebabkan kerusakan fisik dan kimia tanah seperti penurunan kandungan bahan organik, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan kandungan asam sulfat.Â
Dampak terhadap kesehatan, kebakaran di lahan basah dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti ganguan pernafasan, iritasi mata, kanker paru-paru, membahayakan ibu dan janin, penyakit jantung akibat dari asap kebakaran yang dihirup manusia.
Dampak terhadap aspek sosial ekonomi, kebakaran di lahan basah juga dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan, seperti hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih bergantung hidupnya pada kegiatan beternak, bertani, terganggunya kegiatan transportasi karena asap dari kebakaran yang sangat tebal, adanya protes dan tuntutan dari negara tetangga akibat dampak asap kebakaran, serta meningkatnya pengeluaran untuk biaya pemadaman.
Melihat banyaknya dampak yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut perlu dilakukan upaya adaptasi dalam mengelola kebakaran lahan basah. Dimana upaya adaptasi ini nantinya dapat membantu manusia mengelola dampak kebakaran dan melindungi mata pencaharian mereka. Adapun upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan pencegahan, Program Adaptasi dan Mitigasi Lahan Basah Berkelanjutan, pembangunan sekat kanal, pengelolaan lahan basah, serta sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.