Memasuki masa kenormalan baru (new normal) kondisi sektor transportasi belum sepenuhnya pulih. Tidak sedikit masyarakat yang masih takut bepergian dengan transportasi umum meskipun para operator transportasi sudah menerapkan protokol kesehatan dalam pelayanan jasanya.
Salah satunya moda transportasi bus. Para pengusaha bus telah memberikan penanda di kursi bus guna menjaga jarak antarpenumpang seperti yang telah diatur oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait pembatasan kapasitas angkut armada.Â
Setiap awak bus dan penumpang juga diwajibkan memakai masker dan rajin mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer. Di samping itu, sebelum dan setelah beroperasi, bus disemprot dengan cairan desinfektan pada interior dan eksteriornya.
Untuk kembali menumbuhkan kepercayaan dan minat masyarakat dalam menggunakan bus, perusahaan otobus (PO) dapat memodifikasi konfigurasi kursi armadanya. Dengan demikian sesama penumpang bisa saling jaga jarak dan okupansi bisa naik.
Modifikasi dapat dilakukan misalnya dengan mengubah konfigurasi kursi menjadi 1-1. Sebelumnya, konfigurasi seperti ini sudah pernah diterapkan oleh PO Nusantara untuk Luxury Bus-nya dengan kursi elektrik model cangkang yang lebar dan dibalut kulit sintetis serta dilengkapi individual reading light.Â
Hal serupa juga terdapat pada armada bus tingkat PO Efisiensi. Hanya saja deretan kursi konfigurasi 1-1 yang ada di dek bawah itu sudah dilengkapi dengan audio video on demand atau AVOD. PO Sempati Star pun menggunakan konfigurasi kursi 1-1 pada dek bawah bus tingkatnya.
Sementara itu, untuk bus dengan konfigurasi kursi 2-2 bisa menggunakan partisi akrilik di sela kursi seperti yang diterapkan pada Kereta Bandara Railink. Selain partisi akrilik, bisa juga menggunakan pembatas semacam tirai plastik seperti yang diaplikasikan oleh salah satu operator bus di Myanmar.Â
Bus ini menggunakan konfigurasi kursi 2-1. Tirai plastik tersebut diletakkan pada deret kursi sebelah kanan, sebagai pemisah degnan lorong. Sementara pada kursi deret kiri, tirai plastik diletakkan diantara celah kursi.
Opsi lain adalah melengkapi jajaran armada bus dengan bus Suites Class. Model bus yang baru dibuat oleh satu karoseri di Indonesia ini dianggap sesuai dengan penerapan pembatasan jarak atau physical distancing sebab kursinya yang dapat direbahkan hingga sekitar 160 derajat ini disusun bertumpuk dan bersekat.Â
Susunan kursi sleeper yang seolah menggunakan bilik ini membuatnya dijuluki bus hotel kapsul. PO yang sudah memiliki bus Suites Class antara lain, PO Sinar Jaya, PO New Shantika, PO Litha & Co, PO Adi Putra, PO Tami Jaya, dan PO Pandawa 87 (Pariwisata).
Alternatif selanjutnya yakni menggunakan konfigurasi kursi 1-1-1. Konfigurasi seperti ini sudah banyak ditemui di beberapa negara Asia. Salah satunya Willer Express dari Jepang.Â
Ada tiga kelas layanan yang menggunakan konfigurasi kursi 1-1-1, yakni Beaute, Comodo, dan Luxia. Ketiganya dilengkapi dengan leg rest, bottle holder dan stopkontak pada tiap-tiap kursinya.Â
Di celah kursi atau lorong (aisle) pun dipasangkan tirai. Willer Express juga mempunyai kelas Reborn dengan konfigurasi kursi 2-1. Kelas ini menggunakan kursi cangkang, tetapi cangkangnya lebih besar dan tertutup sehingga menyerupai partisi pembatas.Â
Willer Express juga memasang tirai atau pembatas untuk pemisah antara kabin penumpang dan ruang mengemudi. Hal ini juga bertujuan untuk menghindari penularan virus antara penumpang dengan awak bus.
Sementara itu, perusahaan bus asal Filipina, Ceres, memodifikasi busnya yang sebelumnya menggunakan konfigurasi kursi 2-2 menjadi 1-1-1. Bahkan, baik kursi penumpang maupun kursi pengemudi dibungkus dengan plastik dan ditambahkan dengan partisi akrilik di sisinya.
Dengan berbagai modifikasi pada interior bus, khususnya pada konfigurasi kursi dapat memungkinkan operator bus mengangkut hingga 100% dari total kapasitas kursi.Â
Namun, protokol kesehatan seperti pembatasan jarak dapat tetap dilakukan. Dengan demikian, penyebaran virus dapat ditanggulangi dan kekhawatiran masyarakat untuk bepergian menggunakan bus dapat diatasi.
Pandemi, Transportasi, dan Regulasi
Pandemi Covid-19 telah menghambat aktivitas perekonomian Indonesia, tak terkecuali di sektor transportasi. Pada 24 April lalu, selama lebih kurang satu bulan layanan transportasi umum harus berhenti beroperasi, termasuk moda transportasi bus.Â
Namun, pada awal pekan kedua bulan Juni, Kemenhub kembali mengizinkan berjalannya operasional transportasi umum. Kendati demikian, tidak semua PO memulai kembali menjalankan armadanya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.41/2020 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No. 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), layanan transportasi umum hanya diperbolehkan mengangkut penumpang sebanyak 50% dari total kapasitas angkut. Penumpang dan awak kendaraan pun wajib mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan tentunya dalam keadaan sehat.
Sayangnya, tarif tiket yang dibebankan kepada penumpang harus melonjak naik. Selain karena pembatasan jumlah penumpang, jumlah armada yang beroperasi pun terbatas.Â
Sama halnya dengan trayek yang bisa dioperasikan. Hal ini diperparah dengan minimnya minat masyarakat untuk bepergian dengan transportasi umum. Ini terjadi diduga karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi dan dokumen yang harus disertai ketika akan melakukan perjalanan.
Kemudian hadir Surat Edaran (SE) Dirjen Perhubungan Darat nomor 11 tahun 2020 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Transportasi Darat pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru untuk Mencegah Penyebaran Covid-19. Dalam SE tersebut pengangkutan penumpang transportasi darat dan penyeberangan dibagi ke dalam tiga fase dan zona wilayah.
Fase pertama atau pembatasan bersyarat berlangsung pada 9-30 Juni 2020, pengusaha bus boleh mengangkut penumpang sejumlah 70% dari total kapasitas angkut bus.Â
Sementara, pada fase kedua atau adaptasi kebiasaan baru yang diberlakukan pada 1-31 Juli 2020, jumlah penumpang yang bisa diangkut masih sama seperti saat pelaksanaan fase pertama.Â
Pada fase ketiga atau kenormalan baru, kapasitas penumpang yang bisa diangkut naik menjadi 85% pada Agustus 2020. Namun, ketentuan tersebut hanya berlaku pada daerah dengan status wilayah zona oranye, kuning, dan hijau. Sementara, pada wilayah zona merah, angkutan umum dilarang beroperasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H