Mohon tunggu...
AbieLabieba
AbieLabieba Mohon Tunggu... Guru - Belajar sebagai cara hidup

Sekolah Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Panggilan Alam Semesta dalam Sistem Kehidupan Manusia (Part-2)

17 Mei 2024   12:49 Diperbarui: 17 Mei 2024   12:53 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
@Abielabieba_Pertunjukan_Teater_S1nar

PANGGILAN ALAM SEMESTA DALAM SISTEM KEHIDUPAN MANUSIA

Oleh : Habiburrahman

Part-2

Musim berganti, dan hutan itu terus hidup dalam harmoni. Mereka telah belajar dari pengalaman mereka, bahwa untuk bertahan dalam dunia yang selalu berubah, mereka harus terus menjaga kebersamaan dan kerjasama. Pohon-pohon itu terus mengirimkan sinyal melalui akar mereka, tetapi sekarang dengan lebih cermat dan efisien. Burung-burung itu memiliki lagu yang lebih indah, sebagai tanda persatuan di antara mereka. Serangga-serangga itu terus berkolaborasi dalam pencarian sumber makanan dan air.

Hutan itu menjadi gambaran pelajaran hidup, keutuhan yang timbul dari interaksi semua komponen, didorong oleh nilai-nilai integratif yang invarian, adalah kunci untuk kelangsungan hidup. Kondisi tersebut mengajarkan bahwa meskipun tantangan selalu datang, dengan fungsinya masing-masing sebagai sebuah komponen, mampu menjaga keutuhan dirinya masing-masing, setiap sistem hidup bisa mengatasi segala rintangan dengan memperbaiki dirinya dengan komitmen semua komponen.

Ini hanyalah legenda di antara makhluk hidup. Semua itu menjadi bukti bahwa kehidupan adalah tarian yang tak pernah berakhir, di mana setiap langkahnya adalah bagian dari kesatuan yang lebih besar. Dan dalam kesatuan itu, mereka menemukan keabadian.

Saat ini, hutan itu masih berdiri dengan gagah, menginspirasi setiap pengunjung yang datang untuk menyaksikan keajaiban kehidupan yang terus berlanjut. Setiap komponen belajar dari sistem hidup itu bahwa keutuhan adalah hadiah yang berharga, yang hanya bisa dicapai melalui kolaborasi yang erat dan nilai-nilai yang tak berubah.

Sebagai manusia, kita semua dapat menemukan hal yang sama tentang betapa pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup kita sendiri, karena seperti sistem hidup itu, kita juga adalah bagian dari alam semesta yang lebih besar yang selalu berusaha mempertahankan keberadaannya ketika kita melihatnya sebagai sebuah sistem hidup dalam makna yang lebih luas (perspektif keluasan).

Berbeda halnya ketika dibawa kedalam dimensi yang lebih dalam (perspektif kedalama). Dalam laboratorium yang tersembunyi di balik dinding beton, para ilmuwan bekerja tanpa henti untuk memahami rahasia kehidupan. Mereka telah menjelajahi konsep yang mendalam tentang Pola interaksi antar komponen sistem, yang dikenal sebagai autopoietic organisation, yang ditemukan dan dikembangkan oleh Maturana dan Varela sejak tahun 70-an. Konsep ini adalah kunci untuk memahami esensi kelangsungan hidup dalam dunia yang terus berubah.

Dalam laboratorium ini, mereka telah menciptakan sistem organisme buatan yang menggambarkan prinsip-prinsip autopoiesis dengan cermat. Ini adalah pencapaian yang luar biasa, seperti menciptakan kehidupan dalam wadah kaca. Sistem ini terdiri dari berbagai komponen yang berinteraksi satu sama lain secara otomatis.

Di tengah ruang riset laboratorium, terdapat struktur yang mengingatkan pada sel mikroskopis, tetapi dalam skala yang jauh lebih besar. Komponen-komponen ini adalah bagian tak terpisahkan dari sistem tersebut. Mereka memiliki peran khusus, seperti elemen-elemen dalam orkestra yang memainkan perannya dalam simfoni kehidupan.

Setiap komponen dalam sistem ini memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara autopoietic. Mereka tidak hanya menjalankan fungsi masing-masing, tetapi juga memiliki peran penting dalam memperbaharui diri mereka sendiri. Inilah esensi autopoiesis; self-production yang tak henti, seperti roda kehidupan yang terus berputar.

Ketika salah satu komponen mengalami kerusakan, yang tak bisa dihindari dalam lingkungan yang keras, sesuatu yang ajaib terjadi. Sistem ini, dengan kemampuannya untuk memperbaharui komponen-komponennya, segera mulai memperbaiki diri sendiri. Ini adalah proses otomatis yang mengingatkan pada penyembuhan luka di tubuh manusia.

Pola interaksi antar komponen ini, yang melahirkan kemampuan autopoiesis, adalah jantung sistem ini. Mereka adalah garis pertahanan terakhir yang memungkinkan sistem organisme untuk terus bertahan dan menjaga keutuhannya. Tanpa kemampuan ini, sistem akan mengalami disintegrasi, seperti sebuah orkestra yang tiba-tiba kehilangan beberapa pemainnya.

Dalam laboratorium ini, para ilmuwan telah membuktikan bahwa eksistensi keutuhan dan keberlanjutan sistem organisme dilakukan melalui mekanisme organisasi tindakan autopoiesis ini. Mereka telah memahami bahwa prinsip ini bukan hanya abstrak dalam teori, tetapi juga memiliki dampak yang dalam bagi kedalaman sebuah pemahaman tentang kehidupan itu sendiri.

Dan di antara peralatan laboratorium yang rumit, cahaya di mata para ilmuwan menyala terang, karena mereka telah menemukan kunci untuk memahami dan mungkin, suatu hari, meresapi esensi kehidupan itu sendiri.

Namun, seperti setiap penemuan revolusioner, kekuatan autopoiesis juga bisa digunakan untuk kebaikan atau keburukan. Ini adalah kekuatan besar yang harus dipegang dengan bijak.

Di sisi lain, di dunia luar laboratorium, sebuah perusahaan teknologi besar telah mendekati para ilmuwan dengan proposal yang menggiurkan. Mereka ingin menggunakan prinsip autopoiesis untuk menciptakan teknologi yang bisa "memperbaiki diri sendiri." Dengan begitu, perangkat elektronik mereka akan selalu berada dalam kondisi optimal, tanpa perlu perbaikan manual.

Para ilmuwan terperangah oleh tawaran ini. Ide bahwa prinsip autopoiesis bisa diterapkan pada dunia teknologi adalah sesuatu yang belum pernah mereka pikirkan sebelumnya. Namun, di balik kilauan kemungkinan tersebut, ada potensi bahaya besar.

Mereka merasa bertanggung jawab untuk mengingatkan perusahaan tentang konsekuensi etis dari teknologi semacam itu. Jika perangkat-perangkat ini benar-benar dapat memperbaiki diri sendiri, mereka bisa menjadi sangat kuat dan mandiri, hingga pada suatu titik, manusia bisa kehilangan kendali atas mereka.

Pada akhirnya, para ilmuwan memutuskan untuk menolak tawaran perusahaan tersebut. Mereka ingin memastikan bahwa prinsip autopoiesis tetap berada dalam wilayah yang memahami peran manusia dalam pengambilan keputusan dan pengendalian teknologi. Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun