Mohon tunggu...
Abdy Busthan
Abdy Busthan Mohon Tunggu... Penulis, Dosen dan Peneliti -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasionalisme yang Getol Membela Tuhan

10 Januari 2018   14:40 Diperbarui: 10 Januari 2018   22:00 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Princess Gladys Ingrid - blogger

Nasionalisme juga berpotensi membentuk rivalitas nasionalisme dalam level lain. Misalnya, antara kelompok-kelompok nasionalisme yang saling berbenturan satu sama lain, sehinggga berakhir dengan kecurigaan dan kebencian berkepanjangan hingga memicu lahirnya beragam konflik.

Untuk itu, seyogyanyalah kita sebagai citizen yang responsif atas sesama, agar lebih menreinterpretasikan makna nasionalisme ini dengan arif dan bijak. Cinta negeri dengan sewajarnya dan jangan berlebihan sehingga tidak overlap.

Di negara Indonesia, beberapa kelompok-kelompok masyarakat dengan level "religious interest", sudah lama berkeliaran bebas dan liar, seraya menonjolkan ideologi kelompoknya masing-masing. Beberapa diantaranya doyan menolak sistem demokrasi. Mereka bahkan menyebutkan demokrasi dan Pancasila sebagai ajaran thogut. Ada pula kelompok yang sedari dulu memang sering melakukan sweeping dadakan serta ragam keonaran ilegal. Sebagaimana fakta bahwa sejak tahun 2014, mereka getol sekali berdemo, jauh lebih seringnya dari para mahasiswa. Muncul pula partai agama, di mana kader-kadernya kerap menyebut orang yang bersebrangan ideologi dengannya adalah 'kafir'. Kendati pada akhirnya ketua parpolnya terlibat korup, namun jika ada orang yang berkometar banyak, mereka pun akan disebut 'kafir', karena katanya konspirasi Yahudi lah, antek-antek Amerika lah, pengikut Israel lah, dsb.

Pada suatu dialog yang terjadi dalam film PK, sebuah drama komedi satir India yang paling populer di tahun 2014, seorang Peekay (PK) sang manusia alien yang bertuhan tanpa agama, mengkritisi konsep ke-Tuhanan dari Tapasvi Maharaj, dengan mengatakan bahwa ajarannya keliru, Tuhannya adalah tuhan palsu dan hasil karang-karangan saja. Maka bangkitlah Tapasvi mengancam Peekay, dia mengatakan bahwa pengikutnya tidak akan diam atas apa yang dia anggap sebagai penghinaan tersebut. Mungkin pengikutnya akan menembak pantat Peekay seperti yang pernah mereka lakukan pada Cherry Bajwa (Bosnya Jaggu). Menanggapi hal itu Peekay kemudian menjelaskan betapa kecilnya manusia dibandingkan alam semesta. Jika alam semesta adalah benar ciptaan Tuhan, maka manusia mungkin tidak ada apa-apanya dibanding Tuhan. Lantas, mengapa manusia yang tidak ada apa-apanya ini, merasa Tuhan perlu pembelaan dari manusia? Manusia ini teramat kecil untuk membela Tuhan! Ya, Tuhan tidak perlu di bela. Jika ingin berTuhan, maka Tuhankanlah Tuhan, jangan menuhankan agama.

Ya, naluri religi manusia memang sering arogan dan terperangkap dalam fanatik buta, sehingga merasa pantas menghakimi sesamanya ketika harus berbicara mengenai agama ketimbang Tuhan itu sendiri, yang seolah-olah dirinya adalah perpanjangan tangan sang Tuhan. Mirisnya, tindakan penghakiman ini seringkali dilakukan dengan aksi kekerasan. Mengaku menegakkan hukum Tuhan dengan seperangkat rasa nasionalismeme religiusnya, tetapi dengan cara merusak ketentraman kehidupan beragama. Mengaku meluruskan orang yang tersesat, tapi harus dengan cara membunuh dan menghancurkan tempat-tempat ibadah agama lainnya. Lalu dengan semangat ala Jihad, mereka-mereka pun membela agama yang 'katanya' dilecehkan, yaitu dengan jalan terorisme.

Bertuhan, haruslah menggunakan kearifan akal dan kejernihan hati nurani (baca: berhikmat). Sebab akan selalu ada kemungkinan tokoh agama yang salah menafsirkan ajaran, dan selalu pula terdapat kemungkinan orang-orang yang memanfaatkan agama demi kepentingannya.

Benar, apa yang dikatakan Peekay dalam film PK, bahwa Tuhan itu ada 2 jenis, Tuhan yang menciptakan alam semesta, dan tuhanpalsu yang diciptakan oleh para pemuka agama. Tuhan palsu yang diciptakan pemuka agama, adalah cermin dari pemuka agama itu sendiri: pemarah, pencemburu, pembohong, suka dipuji, membuat umatnya takut, dan lebih suka mendatangi orang kaya dibanding orang miskin.

Harus dipahami bahwa manusia lahir dengan dibekali hati dan pikiran oleh Tuhan, bukan dengan kitab suci, bukan pula dengan kitab tafsir. Maka semestinya dengan hati dan pikirannya, manusia menilai mana Tuhan yang asli mana pula tuhan yang palsu? Mana ajaran yang pantas diikuti dan mana yang tidak? Sehingga ia tidak harus terperosok dan ikut pemahaman yang serba mainstream atau yang biasanya dianggap umum, jika memang tidak sesuai hati nuraninya.

Mungkin benar apa yang pernah diungkapkan Sigmund Freud dalam karyanya berjudul "The Future of an Illusion", bahwa agama akan menjadi penyakit saraf yang mengganggu manusia sedunia (James Strachey & Anna Freud, 1961:43). Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa sumber penyakit yang paling mengerikan dalam agama bukan bersumber dari luar, bukan bersumber dari ancaman orang-orang kafir, bukan bersumber dari dunia yang sekuler dengan segala ideologinya, dan terlebih lagi bukan dari ancaman perang antar agama dengan pemusnahan umat beragama. 

Sumber penyakit pada agama terletak pada diri umatnya sendiri---Pemeluknya atau Jemaatnya. Orang-orang selalu mengaku religius dengan memakai simbol-simbol keagamaan untuk mempertegas hal ini. Ancaman agama-agama bukan terletak pada Kristenisasi, Islamisasi, Hinduisasi, atau sasi-sasi yang dilakukan agama lain. Bukan juga oleh aliran-aliran yang sesat dan menyesatkan. Bukan oleh para bidat dan heresy. Bukan oleh para kafir dan pagan. Sesungguhnya yang menghancurkan agama adalah umat dari agama itu sendiri. Kebodohan dan kefanatikan dalam agama, lebih berbahaya dan bisa menghancurkan agama seribu juta kali lebih besar daripada aliran-aliran sesat dan menyesatkan. 

Ya, umat beragama lebih sangat berbahaya daripada liberalisme dan pluralisme. Apalagi jika umat beragama itu bodoh, dan tidak mau berpikir serta tidak bertanya, maka semakin lengkaplah ancaman itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun