Mohon tunggu...
Abdussalam Bonde
Abdussalam Bonde Mohon Tunggu... Sekretaris - Pelayan Publik, Orang Doloduo Bolaang Mongondow-Sulut

Orang biasa, bukan sispa-siapa, juga bukan apa-apa. Tapi selalu ingin belajar dan berusaha menjadi yang berguna untuk alam dan manusia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

PR Buat Para Kader HMI

4 Februari 2021   11:00 Diperbarui: 24 Februari 2021   08:35 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kurang lebih diusianya yang ke-74 tahun, sejatinya Humpunan Mahasiswa Islam (HMI) menunjukkan kedewasaan, kematangan sebagai organisasi yang memperjuangkan nilai-nilai keumatan, kebangsaan dan intelektualitas serta budaya kritisnya dalam menyikapi berbagai kebijakan publik. Tetapi, yang terjadi malah sebaliknya. Terkesan HMI seperti mengalami gejala usia kepikunan di mana tak ada lagi yang patut dibanggakan.

Jika dilirik dari perjalanan panjang yang penuh dengan dinamika pada kenyataannya jauh panggang dari api. Toh realitas dilapangan menggabarkan HMI bagai menanggung beban berat yang semakin hari bukannya berkurang tetapi, mala bertambah dan makin penumpuk. 

Jika dirunut dari awal, kemorosotan utama yang dirasakan adalah semakin hilangnya peran intelektualitas, terjadi pencemaran idealisme, menurunnya tradisi kaderisasi, erosi nilai-nilai moral-spritual, gerakan cenderung elitis, sehingga basis di masyarakat bawah semakin terkikis, mahasiswa Islam yang berkecipung di HMI semakin sedikit dan masih banyak lagi hal-hal lain yang tidak cukup waktu untuk menulisnya disini.

Fenomena di atas mengajak kita untuk kembali hadap diri (ba’ kaca-orang Manado bilang). Dan momentum di hari bersejarah ini bertepatan dengan Milad HMI (5 Febuari, Pen.), sepertinya tepat untuk kembali membuka file-file kekurangan yang melanda organisasi yang kita cintai ini. Tentu saja bukan berarti saya bermaksud menguliti HMI dalam artian mencoba menguak borok organisasi secara vulga, atau sedang mengadili HMI yang sudah mengalami kemunduran dalam berfikir dan berkarya. 

Tidak, dan bukan itu maksud saya. Ini adalah wujud kecintaan dan tanggung jawab kita bersama sebagai kader HMI. Saya berharap dengan melihat kelemahan-kelemahan yang ada, kita punya referensi yang harus kita perbuat untuk menyelesaikan problem demi kejayaan HMI di masa kini, esok dan yang akan datang.

Kenyataan pahit yang melanda HMI, jika ditarik untuk skala lokal-nasional? Jawabannya pasti sama, Sama-sama punya masalah. Secara HMI pada aras realita seperti "Serigala" yang semestinya bebas berbuat apa saja, tetapi terkurung dan terkandang dalam kenyataan sejarah yang sedang terpapar "Corona", sehingga aktualisasi gerakan-pun tidak lebih dari sekedar "Bersin-Bersin" yang tidak mampu walau hanya membangunkan orang yang sedang tidur.

Sedangkan dalam konteks paradigma berfikir, anak-anak HMI sebenarnya telah memiliki arah yang jelas dalam membaca fakta-fakta social, ekonomi, politik, budaya dan agama. Tetapi, pada sisi tindakan mengalami "Miskin strategi dan taktik". Akhirnya hasil-hasil diskusi dan rekomendasi hanya habis dimeja kongres, dan menjadi lembar-lembar kertas yang tak berarti apa-apa.

Disamping kelemahan subjektif yang melanda HMI, organisasi ini juga dihadapkan pada kenyataan sedang mengalami "Busung lapar". Barisan kebijakan yang diproduksi oleh pengambil kebijakan di tingkat pusat-daerah masih jauh dari cita-cita yang di harapan konstituen. Banyak fakta-fakta yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur tentang itu. 

Salah satu diantaranya adalah liberalisasi demokrasi lewat prodrak regulasi, ketidak-adilan dan kesenjangan sosial, korupsi yang makin menajdi-jadi dan masih banyak lagi hal-hal lain yang tidak mendapatkan respon dikalangan anak-anak kader. Akibatnya, "Kangker" internal dan "Tumor" eksternal yang menimpa HMI dimana ia berada akan melahirkan sejarah yang harus diamputasi agar tidak membuat semua organ kehidupan ditelan oleh ganasnya realitas.

Tentu setumpuk masalah yang melanda HMI ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan manuver-manuver sin salabin atau mengandalkan retorika belaka. Harus ada kesadaran dan keseriusan bahwa penyakit yang menimpa HMI sudah cukup kronis. Untuk menyembuhkan penyakit maka, kita harus melakukan "diagnosis" yang teliti mengenai sebab dari pengakit yang diderita. 

Dan jika dirunut secara gamblang ada beberapa penyakit yang secara langsung menjadi bagian permasalahan HMI yang harus segerah dibedah, yaitu: Pertama, menipisnya nilai-nilai ke-Islaman di kalangan kader, padahal seharusnya sebagai organisasi yang berazaskan Islam, hal paling utama adalah menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Islaman dalam kehidupan sehari-hari. Dampaknya banyak kader yang terpasung dengan gaya hidup sekulerisme dan liberalisme. 

Kedua, hilangnya roh intelektual, hal ini terjadi karena semakin jarangnya menggelar dialog-diskusi dan kajian-kajian ke-HMI-an. Bahkan budaya membaca apalagi menulis mulai kurang. Enggan mempelajari ilmu dan kalau belajar ya sepenggal-sepenggal. Akibatnya kader kehilangan jiwa inteletualitas, munculnya kader karbitan dan pecundang. 

Ketiga, pudarnya sikap kritis terhadap fakta-fakta sosial, pelacuran idealisme dan terkikisnya karakteristik indenpendensi serta miskin stratak dalam gerakan. Dampaknya, para kader yang notabene adalah pengandang gelar agenf of change, agent of control, dan moral force berul-betul memalukan. 

Keempat, mobilitas vertikal yang terlalu vulgar dan mengabaikan mobilitas horisontal. Akibatnya HMI menjadi dilematis antara kepentinagn rakyat yang harus diperjuangkan dan keberpihakan pada kekuasaan yang lebih menguntungkan. 

Kelima, menurunnya minat mahasiswa masuk HMI. Ini adalah akumulasi dari hal-hal diatas, karena makin tak populernya HMI dimata mahasiswa dan masyarakat. Maka untuk keluar dari persoalan ini, setiap kader wajib mengembalikan khittah dan arah perjuangan HMI dengan lebih banyak melibatkan diri dalam urusan mahasiswa dan masyarakat. 

Kita Harus merombak secara total “image” negatif yang melekat. Kita harus punya target kedepan bahwa HMI adalah organisasi kader dengan tujuan; "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam ,dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT" (Pasal 4 AD HMI).

Saya kira kelima hal diatas cukup menggambarkan vitalitas dan tingkat keseriusan masalah yang dihadapi HMI, yang pada dasarnya secara langsung erat kaitannya dengan sejauh mana peran HMI dalam memberdayakan potensi dan kesadaran untuk melakukan intropeksi. Inilah PR buat para kader HMI yang saya maksudkan. Memang masi banyak lagi yang kita harus benahi tapi, saya juga harus realistis bahwa yang dibeberkan diatas hanyalah hal-hal yang paling urgen untuk diselesaikan lebih dulu. 

Tanpa ada upaya itu, tentu saja HMI akan kehilangan popularitas kepercayaan publik dan mulai perlahan-lahan akan ditinggalkan oleh kadernya. Ketika eksistensi HMI tidak lagi bernyali seperti dulu, pada akhirnya pengabdian yang terukir dengan tinta emas berlahan akan sirna dan popularitas HMI tinggalah prasasti. Jayalah HMI kembalilah pada roh pejuangan sejati. #Yakusa#

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun