Sistem politik Jawa masih memiliki bekasnya yang mendalam atas sistem politik nasional hingga sekarang. Tindakan dan kebijaksanaan seorang pemimpin mengenai rakyat yang dipimpin, harus terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat mereka. Ini hal mendasar sekali  membuat rakyat bahagia sejak dahulu sehingga muncul dalam keseharian kultural Indonesia dengan berbaju ideologi pancasila indah sama sekali.
Dengan sistem politik Jawa mencoba bersikap simpatik kepada pendekatan pancasila, bermaksud menekankan pentingnya saling pengertian dalam bingkai kebangsaan. Â Karenanya, pantaslah kalau dalam sistem politik Jawa tidak ada pihak yang memiliki otoritas dalam pengangkatan ulama. Semua terserah pada pengakuan masyarakat kepada seseorang untuk dianggap sebagai ulama.
Hadirnya keulamaan dalam arti penguasaan ilmu-ilmu agama dalam kepengurusan negara itu sendiri sebagai tradisi Islam kultural dalam kehidupan sistem politik Jawa. Dalam sistem politik jawa cara termudah mempersatukan seluruh elemen umat Islam sebagai adalah menentukan musuh bersama atau sosok ulama yang bisa membangun integrasi nasional.
Sistem politik jawa memiliki  jalan pikiran kaum progresif yang menganggap Islam sebagai alternatif terhadap pola pemikiran "Barat" saling mengambil berbagai peran persatuan. Cara seperti ini tidaklah rasional, walaupun kandungan isinya sangat rasional untuk stabilitas nasional.
Sebuah pandangan spiritual yang irrasional dapat ditawarkan kepada orang lain tanpa paksaan sebagaimana nasionalisme dalam mencintai negara. Untuk mengumpulkan masyarakat sosialisasi keberhasilan pemerintah sulit. Cara termudah membuat kegiatan reliji dalam syukuran keberhasilan negara membangun dalam 5 tahun.
Orang datang berduyun-duyun ke alun-alun, membawa tikar/koran dan minuman sendiri mendengarkan uraian para penceramah dan pembukaan oleh tajuk kebahagiaan. Â Kadarnya demi sopan santunnya kepada para undangan saat berjumpa dengan ulama dan pemimpin yang dicintainya selama berlangsung meskipun mereka berkumpul sejak fajar menyongsong.
Orang-orang jawa senang berkumpul dan menyambut seorang agamawan dari walisongo dan seorang raja dalam kepanduan di masa lampau dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat mengembangkan pandangan mereka sendiri hingga saat ini. Karenanya, hanya hal-hal yang disepakati bersama oleh sekian banyak kenangan.
Sistem politik jawa tidak akan mudah marah dan bersikap "memaksakan" kehendak kepada masyarakat. Mereka paham apapun yang dipaksakan tidak dilaksanakan namun mereka membangun kebijaksanaan sehingga masyarakat merasakan keseganan menolak perintah. Hal ini yang tampaknya sering tidak disadari beberapa tokoh politik.
Sistem politik jawa tidak formal sekarang menjadi formal dalam dasar negara. Formalisasi ini sudah tentu berbeda dari pandangan umum. Pandangan umum adalah pandangan agar kekuasaan Indonesia tertuju pada orang jawa namun pandangan khususnya adalah penyambung tali persaudaraan dengan sesama umat manusia.