Politik kartel adalah pdf
Persaingan dalam pemilu merupakan hal yang biasa dalam negara demokrasi. Adanya persaingan usaha antara kandidat beragam justru mampu membentuk pemilihan yang sempurna.
Selain gagasan dan ide yang kompetitif, ragam produk kebijakan yang ditawarkan ke pemilih juga lebih variatif. Artinya, rakyat memiliki lebih banyak pilihan produk kebijakan dan program sesuai dengan kebutuhan dan daya tangkap mereka.
Sayang, ketatnya persaingan dalam pemilu memunculkan ide kerjasama untuk 'mengakali' persaingan itu sendiri. Konsep "mengakali" demokrasi adalah politik kartel. Istilah kartel mungkin tak asing lagi di benak para pebisnis seperti Abdurrofi. Namun, tahukah kamu apa itu politik kartel.
Definisi politik kartel menurut Abdurrofi
Secara sederhana politik kartel dapat dipahami sebagai suatu bentuk kerjasama diantara para kandidat pemilu independen untuk menghalau persaingan dan menguasai kekuasaan pasca pemilu.
Tujuan dari politik kartel adalah untuk menentukan kandidat, membatasi suplaii kandidat dengan presidesial treshold dalam kompetisi. Kartel muncul dari kondisi Oligarki, di mana di dalam penyelenggaraan negara terdapat kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kepemilikan kekayaan, keluarga bangsawan atau pendiri negara, kepemilikan media masa atau kalangan militer.
Alasan dari dilakukannya kerjasama dalam bentuk kartel adalah agar oligarki selaku pelaku usaha dapat memperoleh kekuatan dalam kemenangan. Mengapa kekuatan  penting?
Kekuatan masyarakat dalam pemilu memungkinkan kalangan Oligarki untuk mengatur demokrasi dengan cara membuat kesepakatan pembatasan ketersediaan kandidat, membatasi kandidat, dan membagi wilayah kekuasaan di Indonesia.
Ketersediaan kandidat yang terbatas dapat menyebabkan kelangkaan, sehingga oligarki dapat menaikkan elektabilitas untuk menghasilkan tingkat kemenangan dan keuntungan yang lebih tinggi dalam demokrasi.