Penundaan serta keterlambatan sejumlah proyek infrastruktur terutama "Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Akan Terbengkalai". Lockdown akan membuat kondisi ekonomi makro yang buruk membuat proyeksi pertumbuhan sektor konstruksi Indonesia tahun 2021 tidak sesuai rencana akibat lonjakan kasus Covid-19.
Jumlah kasus Covid-19 masih belum dapat dikendalikan pemerintah sejak pandemi terjadi di Tanah Air. Dari data yang dibagikan Satgas Penanganan Covid-19 terdapat 9.640 kasus baru dalam 24 jam terakhir pada hari minggu 10 Januari 2020. Belum lagi  Persentase kumulatif kasus sembuh dari seluruh kasus positif & probable meningkat.
Gelombang PHK Sektor Konstruksi Indonesia
Persiapan PHK kepada pegawai kontruksi bila Indonesia terapkan "lockdown" Â karena karakter pekerja proyek sulit diatur jaraknya. Serta, mereka biasanya hidup di tempat tinggal sementara (mes) yang relatif berdesakan.
Pekerja konstruksi tidak bisa mengikuti Instruksi Menteri (Inmen) No 02/IN/M/2020 tentang Protokol Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.Namun, kaidah-kaidah dalam proses pengadaan barang jasa konstruksi masih bisa sesuai dengan instruksi menteri PUPR.
Gejala virus Corona atau orang yang tidak mengalami gejala sama sekali namun mereka terkena pengangguran.
Kasus konfirmasi COVID-19 adalah orang yang sudah dinyatakan positif terinfeksi virus Corona akan menurun selinier dengan berturunnya Kasus PHK. Kasus konfirmasi bisa terjadi pada orang dengan tidak dengan gejala virus Corona atau orang yang tidak mengalami gejala sama sekali namun mereka terkena pengangguran.
Gelombang Depresi Ekonomi Makro di Indonesia
Implementasi lockdown kepada proyek strategis kereta cepat Jakarta Bandung memengaruhi penurunan aktivitas ekonomi yang parah dan berkepanjangan.Â
Di level perusahaan konstruksi, depresi bisa dilihat dari banyaknya perusahaan yang bangkrut sehingga memecat para pegawainya. Kalau ditarik garis besar, kondisi depresi menyambung dari satu level ke level lainnya secara sistematis hingga pada level negara.
Prediksi terhadap ekonomi Indonesia ini memburuk selama lockdown membuat resesi yang berkepanjangan dan memiliki dampak jangka panjang, krisis tersebut dikatakan sebagai depresi ekonomi.
Lockdown paling berbahaya pada penurunan aktivitas ekonomi makro untuk pertumbuhan PDB negatif yang konsisten ditambah kebangkrutan/vailid, buruh yang bingung ekonomi rumah tangga sehingga banyak perusahaan konstruksi gagal bayar utang negara.
Gelombang Aksi Penjarahan Nasional Proletar
Gelombang aksi penjarahan mungkin terjadi dari pagi hari karena kebanyakan pegawai tidak mempunyai pekerjaan namun kebutuhan primer mereka harus tetap dipenuhi agar bisa tetap bertahan hidup.
Kebijakan lockdown tanpa kepastian suplai kebutuhan masyarakat menjadi momok yang menyeramkan karena terdapat mobilisasi masyarakat kawasan kumuh menuju masyarakat kawasan elite baik rumah mewah, pertokoan, dan gudang makanan menghubungkan untuk penyambung nyawa dengan menghilangkan nyawa orang lain.
Asumsi menjarah dari kaum proletar baik buruh, pegawai dan lainnya akan dicegah oleh polisi namun bagaimana bila terjadi 34 provinsi di Indonesia. TNI-Polisi akan kalah karena kaum proletar lebih banyak di Indonesia dibandingkan kaum borjuis yang elitis.
Gelombang Tindak Anti-Ancaman Penjarahan
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ancaman ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini akibat lockdown. Di sini tidak ada niat sengaja dari TNI dan POLRI untuk membunuh proletar (kaum buruh yang dipecat) untuk mencegah kejahatan.
Kepentingan proletar untuk bertahan hidup padahal jelas-jelas melanggar kemudian POLISI dan TNI hanya membela negaranya. sedangkan perbuatan pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa (noodweer)Â tidak dipidana karena diatur pada Pasal 49 KUHP.
 Menurut pasal 49 KUHP ayat 1 barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
Menurut pasal 49 KUHP ayat2 Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana sehingga polisi dan TNI akan bertindak tegas.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H