Prediksi terhadap ekonomi Indonesia ini memburuk selama lockdown membuat resesi yang berkepanjangan dan memiliki dampak jangka panjang, krisis tersebut dikatakan sebagai depresi ekonomi.
Lockdown paling berbahaya pada penurunan aktivitas ekonomi makro untuk pertumbuhan PDB negatif yang konsisten ditambah kebangkrutan/vailid, buruh yang bingung ekonomi rumah tangga sehingga banyak perusahaan konstruksi gagal bayar utang negara.
Gelombang Aksi Penjarahan Nasional Proletar
Gelombang aksi penjarahan mungkin terjadi dari pagi hari karena kebanyakan pegawai tidak mempunyai pekerjaan namun kebutuhan primer mereka harus tetap dipenuhi agar bisa tetap bertahan hidup.
Kebijakan lockdown tanpa kepastian suplai kebutuhan masyarakat menjadi momok yang menyeramkan karena terdapat mobilisasi masyarakat kawasan kumuh menuju masyarakat kawasan elite baik rumah mewah, pertokoan, dan gudang makanan menghubungkan untuk penyambung nyawa dengan menghilangkan nyawa orang lain.
Asumsi menjarah dari kaum proletar baik buruh, pegawai dan lainnya akan dicegah oleh polisi namun bagaimana bila terjadi 34 provinsi di Indonesia. TNI-Polisi akan kalah karena kaum proletar lebih banyak di Indonesia dibandingkan kaum borjuis yang elitis.
Gelombang Tindak Anti-Ancaman Penjarahan
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ancaman ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini akibat lockdown. Di sini tidak ada niat sengaja dari TNI dan POLRI untuk membunuh proletar (kaum buruh yang dipecat) untuk mencegah kejahatan.
Kepentingan proletar untuk bertahan hidup padahal jelas-jelas melanggar kemudian POLISI dan TNI hanya membela negaranya. sedangkan perbuatan pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa (noodweer)Â tidak dipidana karena diatur pada Pasal 49 KUHP.
 Menurut pasal 49 KUHP ayat 1 barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.