Mohon tunggu...
Abdurrofi
Abdurrofi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penyuka Kopi dan Investasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Investasi gagasan untuk masa depan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masyumi dan FPI Dibubarkan Rezim Otoriter Tanpa Peradilan

4 Januari 2021   21:35 Diperbarui: 5 Januari 2021   08:56 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno (kiri) dan Jokowi (kanan). Sumber foto : kompas.com

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia ( BEM UI) menerbitkan pernyataan sikap soal pembubaran Front Pembela Islam ( FPI) sebagai organisasi kemasyarakatan oleh pemerintah tanpa melalui proses peradilan.  Mahasiswa cerdas ini mencegah tindakan otoriter seperti pada orde lama dalam pembubaran Masyumi tanpa peradilan.

Berdasarkan argumentasi adik-adik mahasiswa saya setuju karena tidak selarasnya muatan SKB tersebut dapat ditinjau dengan penggunaan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Ormas sebagaimana telah diubah dengan Perpu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas  yang menghapuskan mekanisme peradilan dalam proses pembubaran organisasi kemasyarakatan.

Tolak Maklumat Kapolri ala BEM UI

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Dengan kata lain maklumat Kapolri ditolak mahasiswa UI mengenai pembubaran FPI. Artinya, peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh Kapolri Idham Azis dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa Jokowi secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

"Saya setuju dengan adik-adik mahasiswa karena hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, tetapi menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa terkecuali organisasi FPI." Ucap Abdurrofi pada hari senin (4/01/2021).

Pembubaran Masyumi juga tidak diatur oleh hukum sehingga Soekarno membubarkan Partai masyumi langsung tanpa pengadilan. Hukum mengatur pembubaran partai politik  (parpol) diatur dengan UU Nomor 2 Tahun 2008 jo UU Nomor 2 Tahun 2011.

Dalam politik, suatu pemerintahan otoriter adalah satu di mana kekuasaan politik melakukan tindakan sewenang-wenang dan tidak mencerminkan rasa keadilan di Indonesia. Karena seakan-akan memberikan kekuasaan yang absolut bagi eksekutif untuk kemudian membubarkan organisasi kemasyarakatan FPI pada orde reformasi ataupun partai politik Masyumi pada orde lama. 

Pemakaian UU HAM bersamaan dengan UU Ormas yang dapat membubarkan organisasi kemasyarakatan melalui Menteri Hukum dan HAM, tanpa putusan pengadilan sebagai pertentangan atau paradoks. Sedangkan pada orde lama mengaku demokratis tapi membubarkan parpol atas otoritas presiden Soekarno menjadi perpaduan otoritaianisme.

Buya Hamka dan Soekarno Era Orde Lama

Buya Hamka (kiri) dan Soekarno (kanan). Sumber foto : merahputih.com
Buya Hamka (kiri) dan Soekarno (kanan). Sumber foto : merahputih.com

Buya Hamka dipenjara karena tidak setuju dengan pemikiran Soekarno soal Nasakom, atau kepanjangan dari nasionalisme, agama (Islam) dan Komunisme. Sedangkan Habib Rizieq ditahan dalam kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat pada 14 November 2020 lalu.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal sebagai Buya Hamka adalah sosok ulama besar Indonesia yang sekarang diambil peran oleh Habib Rizieq Shihab. Buya Hamka dalam perjuangannya telah memilih Islam sebagai jalan hidupnya. Itu sebabnya beliau menjadi anggota Sarekat Islam yang menjadi cikal bakal Masyumi.

Perspektif Rocky Gerung "Habib Rizieq dan Jokowi "

Dari kiri: Habib Rizieq, Joko Widodo, dan Rocky Gerung. Tribunnews.com
Dari kiri: Habib Rizieq, Joko Widodo, dan Rocky Gerung. Tribunnews.com

Label anti-Pancasila untuk Habib Rizieq tidak sesuai. Bagi Rocky Gerung, Habib Rizieq justru lebih pancasilais ketimbang Presiden Jokowi karena dia menulis tesis pancasila. Pembaca boleh langsung percaya dan tidak ucapan Rocky Gerung.

Tapi faktanya tesis itu ada dengan judul  'Pengaruh Pancasila terhadap Penerapan Syariat Islam di Indonesia'. Dalam karya ilmiah itu, Rizieq menegaskan, suatu hal keliru jika ada yang menyebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila tidak boleh memberlakukan hukum Islam.

Artinya belum final secara prinsip, Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika itu dalam tesis itu. Masyarakat dalam berorganisasi, baik ormas maupun parpol, harus mengakui ideologi Pancasila tapi negara tidak boleh melarang hukum Islam di Indonesia karena mayoritas Indonesia beragama Islam.

Parameter yang dipasangkan pada Habib Rizieq berbalik menjadi ukuran pada rezim otoriter ini karena secara ilmiah melalui tesis yang sudah diuji dan bisa dipertanggungjawabkan. Hukum Islam berkenaan dengan otoritas negara  berkenaan hukum pidana Islam untuk umat Islam, bukan untuk umat non-Islam.

Referensi : 1 2 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun