Mohon tunggu...
Abdurrofi Abdullah Azzam
Abdurrofi Abdullah Azzam Mohon Tunggu... Ilmuwan - Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, dan Berbudaya Asia Afrika
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan pernah lelah mencintai Indonesia menjadi negara adidaya di dunia. Email Admin : axelmanajemen@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pamer Kekayaan, Kemiskinan, dan Kesederhanaan Sesuai Kemampuan

12 Maret 2023   07:13 Diperbarui: 12 Maret 2023   07:13 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena pamer kekayaan, kemiskinan, dan kesederhanaan di media sosial seringkali terjadi karena berbagai alasan, salah satunya adalah untuk menunjukkan status sosial atau tingkat ekonomi seharusnya dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.

Pamer atau  flexing adalah terkait dengan tindakan yang dilakukan seseorang individu di media sosial untuk membanggakan sesuatu yang dimiliki hingga tahap yang berlebihan seperti  status sosial atau tingkat ekonomi.

Sejak era media sosial, budaya pamer telah menjadi lebih terlihat karena setiap individu, terlepas dari strata ekonominya, dapat dengan mudah memamerkan gaya hidup kaya, gaya hidup miskin, dan gaya hidup sederhana di media sosial.

Dalam konteks ini, tidak hanya orang kaya yang memamerkan kekayaannya, tetapi juga orang miskin yang memamerkan kemiskinannya dan orang sederhana yang memamerkan kesederhanaannya.

A. Pamer Tidak Sesuai kemampuan

Fenomena pamer kekayaan, kemiskinan, dan kesederhanaan di media sosial seringkali tidak menunjukkan status sosial atau tingkat ekonomi dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan masing-masing individu sebagai berikut:

1. Pamer Kekayaan Tidak Sesuai kemampuan

Pamer kekayaan atau kemewahan yang tidak sesuai dengan kemampuan sebenarnya dapat menimbulkan masalah finansial dan bahkan sosial bagi individu tersebut.

 Misalnya, seseorang individu yang mengunggah  foto makanan mewah atau liburan mewah setiap minggu meskipun dia sebenarnya tidak mampu, ia dapat mengalami kesulitan finansial dan menimbulkan rasa iri atau dengki dari orang lain.

2. Pamer Kemiskinan Tidak Sesuai kemampuan

Pamer kemiskinan yang tidak sesuai dengan kemampuan sebenarnya dapat menimbulkan masalah sosial, terutama ketika tindakan tersebut digunakan sebagai alat untuk meminta simpati atau.

Misalnya, seseorang individu yang mengunggah foto makanan di bawah kualitas standar atau liburan di pinggir jalan meskipun dia sebenarnya tidak mampu, ia dapat merendahkan diri sendiri dan membuat individu tersebut kehilangan rasa percaya diri menimbulkan rasa simpati dan empati dari orang lain.

3. Pamer Kesederhanaan Tidak Sesuai kemampuan

pamer kesederhanaan yang tidak sesuai dengan kemampuan sebenarnya dapat menimbulkan manfaat negatif, seperti memperkuat nilai-nilai seperti tindakan yang tidak jujur atau tidak autentik.

Misalnya, seseorang individu yang mengunggah foto makanan sederhana dan jalan hidup meskipun dia sebenanya tidak mampu, ia dapat dapat mengalami stres dan ketidakpuasan karena merasa perlu untuk mempertahankan citra yang tidak realistis di media sosial.

B. Teori Pamer Sesuai Kemampuan

Teori pamer sesuai kemampuan terdiri dari teori perilaku konsumen, teori komunikasi, dan teori polarisasi berdasarkan strata ekonominya, dapat dengan mudah memamerkan gaya hidupnya di media sosial sebagai berikut:

1. Teori Perilaku Konsumen

Menurut teori perilaku konsumen, orang cenderung membeli dan memilih produk atau jasa yang mencerminkan identitas, nilai, dan status sosial mereka.

Hal ini bisa terlihat dalam fenomena pamer kekayaan, kemiskinan, atau kesederhanaan di media sosial mencerminkan identitas, nilai, dan status sosial mereka.

Orang kaya cenderung memamerkan kekayaannya sebagai tanda prestise dan status, sementara orang miskin bisa saja memamerkan kemiskinan sebagai bentuk identitas dan perlawanan terhadap ketidakadilan sosial dan orang sederhana juga bisa saja memamerkan kesederhanaan sebagai bentuk nilai dan filosofi hidup mereka.

2. Teori Komunikasi

Menurut teori komunikasi, pola interaksi dan komunikasi di media sosial bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial, budaya, dan teknologi.

Dalam konteks Indonesia, budaya pamer dan polarisasi media sosial bisa terjadi karena adanya tekanan sosial untuk menunjukkan prestasi dan status sosial, serta algoritma media sosial yang memunculkan konten yang relevan dengan minat dan preferensi pengguna.

3. Teori Polarisasi

Teori polarisasi menunjukkan bahwa polarisasi dan saringan gelembung bisa terjadi pada pengguna yang memiliki minat dan karakteristik yang sama, termasuk strata ekonomi.

Hal ini bisa terjadi karena algoritma media sosial yang memunculkan konten yang relevan dengan minat dan preferensi pengguna, serta kecenderungan manusia untuk mencari informasi yang mendukung pandangan dan opini mereka.

C. Manfaat Pamer Sesuai Kemampuan

Fenomena pamer sesuai kemampuan dapat memberikan manfaat baik bagi individu itu sendiri dan masyarakat di sekitarnya baik kekayaan, kemiskinan, dan kesederhanaan sebagai berikut:

1. Manfaat Pamer Kekayaan Sesuai Kemampuan

Beberapa manfaat dilihat dari pamer kekayaan di media sosial sebagai berikut:

a. Meningkatkan citra diri

Bagi beberapa orang sukses yang menganggap kekayaan sebagai simbol prestise dan kesuksesan, pamer kekayaan dapat membantu memperkuat citra diri mereka di mata orang lain dan meningkatkan kepercayaan diri mereka.

b. Memotivasi orang sukses

Beberapa orang yang sukses mungkin ingin memotivasi dan menginspirasi orang lain dengan menunjukkan bahwa keberhasilan itu mungkin dicapai dengan mengambil tindakan yang lebih aktif dan memperjuangkan kesuksesan finansial.

c. Menarik peluang bisnis

Beberapa orang sukses menggunakan peluang media sosial untuk mempromosikan bisnis mereka, memperluas jaringan mereka, dan menarik peluang bisnis baru dengan pamer kekayaan dapat menjadi alat pemasaran yang efektif bagi mereka.

2. Manfaat Pamer Kemiskinan Sesuai Kemampuan

Beberapa manfaat dilihat dari pamer kemiskinan di media sosial sebagai berikut:

a. Membuka kesadaran tentang isu kemiskinan

Beberapa orang miskin membagikan pengalaman dan kesulitan yang dihadapi, orang miskin dapat mengedukasi masyarakat luas tentang isu kemiskinan dan membuka kesadaran tentang ketidakadilan sosial yang ada, hal ini dapat mendorong orang lain untuk bertindak dan membantu memperbaiki situasi.

b. Meningkatkan solidaritas dan empati

Beberapa orang miskin membagikan pengalaman kemiskinan di media sosial, orang miskin dapat merasa lebih terhubung dengan orang lain yang juga menghadapi kesulitan finansial, hal ini dapat membantu memperkuat solidaritas dan empati di antara orang-orang yang membagikan pengalaman yang sama.

c. Mendapatkan dukungan

Beberapa orang miskin membagikan pengalaman mereka di media sosial mengenai kesulitan finansial yang parah dan membutuhkan bantuan finansial atau dukungan lainnya dapat menarik perhatian orang lain yang bersedia memberikan bantuan atau dukungan.

3. Manfaat Pamer Kesederhanaan Sesuai Kemampuan

Beberapa manfaat dilihat dari pamer kesederhanaan di media sosial sebagai berikut:

a. Memotivasi sederhana

Beberapa orang  sederhana membagikan pengalaman hidup tidak konsumtif, di mana banyak orang terobsesi dengan materialisme dan konsumsi berlebihan, pamer kesederhanaan dapat memotivasi orang lain untuk mengambil tindakan yang lebih ramah lingkungan dan lebih menghargai kehidupan yang sederhana.

b. Membangun hubungan yang lebih autentik

Beberapa orang  sederhana membagikan pengalaman dapat memperkuat hubungan dengan orang lain melalui nilai-nilai yang dibagikan, bukan melalui kekayaan atau kemiskinan sehingga jaringan sosial yang lebih otentik dan lebih bermakna dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama dan membagikan nilai-nilai yang sama.

c. Mengurangi tekanan sosial

Beberapa orang  sederhana membagikan pengalaman kesederhanaan dapat membantu mengurangi tekanan sosial yang dirasakan oleh orang-orang yang merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna atau memenuhi standar kecantikan/ketampanan atau gaya hidup tertentu dengan gaya hidup mereka sendiri.

D. Pepatah Pamer Sesuai Kemampuan

Fenomena pamer kekayaan, kemiskinan dan kesederhanaan di media sosial berdasarkan pepatah atau peribahasa sebagai berikut:

1. Pepatah Pamer Kekayaan Sesuai Kemampuan

Pepatah atau peribahasa mengenai pamer kekayaan sesuai kemampuan sebagai berikut:

a. "Sebesar-besar merpati bertengger di ranting, sekecil-kecil pipit turun ke tanah" Pepatah ini mengajarkan bahwa ukuran atau besarnya pamer kekayaan seseorang tidak selalu menjadi ukuran kesuksesannya atau kebahagiaannya dalam hidup orang kaya.

b. "Air beriak tanda tak dalam, orang bergaya tanda tak mampu" Pepatah ini mengajarkan bahwa orang kaya pamer dan terlihat mewah dan bergaya tidak selalu penampilan mencerminkan keadaan sebenarnya atau bahkan dalam kesulitan finansial.

c. "Rumah besar di tengah sawah, lapar tak kunjung reda" Pepatah ini mengajarkan bahwa pentingnya pamer menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan finansial ketika kaya raya.

2. Pepatah Pamer Kemiskinan Sesuai Kemampuan

Pepatah atau peribahasa mengenai pamer kekayaan sesuai kemampuan sebagai berikut:

a. "Seperti kerbau dicocok hidungnya" Pepatah ini mengajarkan seseorang yang melakukan tindakan pamer kemiskinan akan terlihat sangat jelas dan mudah terdeteksi oleh orang lain, seperti kerbau yang dicocok hidungnya.

b. "Tak ada rotan, akar pun jadi" Pepatah ini mengajarkan bahwa pamer dalam kondisi kemiskinan, seseorang harus belajar untuk menjadi kreatif dan mencari jalan keluar untuk memperoleh sumber penghasilan yang cukup.

c. "Banyak anak, banyak rezeki" Pepatah ini mengajarkan bahwa pamer keluarga yang memiliki banyak anggota dapat membawa rejeki yang berlimpah, meskipun hidup dalam kondisi kemiskinan.

3. Pepatah Pamer Kesederhanaan Sesuai Kemampuan

Pepatah atau peribahasa mengenai pamer kekayaan sesuai kemampuan sebagai berikut:

a. "Air tenang menghanyutkan" Pepatah ini mengajarkan bahwa seseorang yang pamer sederhana dan tenang tetapi memiliki kualitas yang baik akan tetap menarik perhatian dan dihargai meskipun tidak memperlihatkan atau memamerkan diri secara berlebihan.

b. "Seperti garam di laut yang tidak pernah habis" Pepatah ini mengajarkan bahwa pamer kesederhanaan sebenarnya bukanlah suatu yang memalukan, karena seperti garam di laut yang selalu ada meskipun tidak terlihat oleh mata manusia.

c. "Sediakan payung sebelum hujan" Pepatah ini mengajarkan bahwa pamer hidup sederhana dan tidak boros adalah kunci dari kestabilan dan keberhasilan menghadapi krisis akan terjadi di masa depan.

Negara Otoriter Melarang Pamer

Negara otoriter dapat melarang pamer atau kebebasan berekspresi di media sosial untuk mengendalikan informasi dan opini publik, serta membatasi kebebasan individu baik orang kaya, orang miskin, dan orang sederhana sesuai kepentingan pemerintah. 

Isu melarang pamer atau kebebasan berekspresi dalam negara dapat memiliki beberapa bahaya jika dilakukan secara sewenang-wenang atau tidak sesuai dengan kemampuan negara sebagai berikut:

1. Pelanggaran hak asasi manusia

Hak atas kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Jika negara melarang pamer tanpa alasan yang jelas atau tidak sesuai dengan kemampuannya, maka hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

2. Meningkatkan ketegangan sosial

Melarang pamer dapat menyebabkan ketegangan sosial dan politik di negara tersebut, terutama jika larangan tersebut tidak sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat dapat menciptakan ketidakstabilan di negara tersebut dan dapat memicu konflik sosial yang lebih besar.

3. Menciptakan lingkungan yang tidak inklusif

Melarang pamer tanpa alasan yang jelas atau tidak sesuai dengan kemampuannya, maka kelompok-kelompok tertentu atau individu-individu tertentu mungkin merasa tidak dihargai atau tidak diakui oleh negara dapat menciptakan lingkungan yang tidak inklusif dan tidak ramah terhadap keragaman.

4. Membatasi kemajuan sosial dan ekonomi

Pamer dan kebebasan berekspresi dapat membantu memajukan sosial dan ekonomi dalam masyarakat dengan memungkinkan orang untuk menyampaikan ide-ide baru dan mengkritik gagasan yang sudah ada seperti kemajuan sosial dan ekonomi dapat menjadi terhambat.

5. Meningkatkan korupsi pejabat

Negara melarang pamer tanpa alasan yang jelas atau tidak sesuai dengan kemampuannya dapat membuka pintu bagi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dengan tidak membuka kasus harta pejabat dan keluarganya yang diunggah di media sosial sehingga korupsi mereka makin sulit dideteksi publik. 

6. Menurunkan suara oposisi

Pemerintah otoriter dapat memanfaatkan kebijakan pelarangan pamer atau kebebasan berekspresi di media sosial untuk membatasi kritik terhadap pemerintah, membungkam suara-suara oposisi, atau mengontrol informasi yang dapat diakses oleh masyarakat.

7. Meningkatkan status quo

Negara otoriter sering kali ingin meningkatkan status quo dan menghindari perubahan sosial atau politik dengan melarang pamer, pemerintah dapat mencegah penyebaran ide-ide baru dan potensial untuk memicu perubahan sosial.

8. Menyulitkan pengambilan keputusan

 Negara otoriter sulit untuk mengambil keputusan atau memberikan masukan karena takut dianggap "pamer" atau "berlebihan" dapat menghambat proses pengambilan keputusan yang demokratis dan partisipatif.

9. Menghambat kreativitas

 Pamer dan kebebasan berekspresi sering kali diperlukan untuk memajukan bidang-bidang seperti seni tetap fokus pada substansi dan pesan yang ingin disampaikan si kaya, si miskin, dan si sederhana dapat menjadi terhambat.

10. Menciptakan ketidakadilan

Negara otoriter membatasi kebebasan berekspresi dan pamer sehingga kelompok-kelompok tertentu atau individu-individu tertentu tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapat mereka dan dapat menciptakan ketidakadilan dalam masyarakat.

Dengan demikian, fenomena pamer kekayaan, kemiskinan, dan kesederhanaan di media sosial seringkali terjadi di berbagai negara demokratis, salah satunya adalah untuk menunjukkan status sosial atau tingkat ekonomi seharusnya dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Semoga bermanfaat :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun