Mohon tunggu...
Abdurrofi Abdullah Azzam
Abdurrofi Abdullah Azzam Mohon Tunggu... Ilmuwan - Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, dan Berbudaya Asia Afrika
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan pernah lelah mencintai Indonesia menjadi negara adidaya di dunia. Email Admin : axelmanajemen@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Resolusi Konfusianisme: Tiongkok dan Taiwan Mencegah Perang Saudara

14 September 2022   09:14 Diperbarui: 14 September 2022   09:28 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Konfusius sebagai raja tak bermahkota. Sumber: National Geografi Indonesia

Disampaikan Abdurrofi Abdullah Azzam, satu-satunya upaya terbuka untuk mencegah perang saudara adalah melalui Resolusi Konfusianisme karena kebijaksanaan filsuf ini telah menjadi pedoman Tiongkok dan Taiwan tentang pemerintahan dan kode moralitas selama ribuan tahun. 

Dari krisis sosial-politik yang tidak berkesudahan di suatu era yang disebut sebagai Zhan Guo (Zaman Negara-Negara Berperang) antara raja-raja kemudian para elite Republik pada tingkat pemerintahan, Konfusius menyerukan agar setiap penguasa bertindak berdasarkan kemanusiaan (Ren) dan keadilan (Yi) sehingga tetap dicintai dan dipatuhi rakyatnya telah mengalami polarisasi.

Perang Saudara Era Republik

Komunis vs Nasionalis (Demokratis). Sumber Gambar : Timeline World History Documentaries
Komunis vs Nasionalis (Demokratis). Sumber Gambar : Timeline World History Documentaries

Masyarakat Republik Tiongkok dari garis massa pedesaan memang berpihak kepada komunis dibandikan elite nasionalis karena para nasionalis dianggap demokratis memiliki rekam jejak buruk seperti Chiang Kai Shek jauh dari nilai-nilai konfusianisme.

Pada tahun 1927 Chiang Kai Shek berusaha menyingkirkan kaum komunis yang naif disebut dengan Shanghai Massacre, yaitu pembunuhan massal atau pembersihan terhadap kaum komunis.

Pemikiran politik Mao terlihat dalam pandangannya tentang garis massa (pedesaan) yang terkenal dengan semboyan dari massa, untuk massa dalam pelarian terhadap Republik Tiongkok yang dipimpin angkatan perang yang disebut Tentara Revolusi Nasional.

Ketika invasi Jepang diperintahkan oleh kaisar Hirohito ke Republik Tiongkok  pada tahun 1937  terjadi peristiwa penculikan Chiang Kai Shek di Xi An, sehingga memunculkan persatuan pemerintah Nasionalis dengan Tentara Pembebasan Rakyat  (Tiongkok Komunis) dalam Front Persatuan Nasional untuk menghadapi invasi Jepang.

Front Persatuan Nasional dikenal mereka komporomi mencegah perang saudara dengan menggunakan kepentingan bersama karena mereka saudara se-iman konfusianisme berdasarkan kemanusiaan (Ren) dan keadilan (Yi).

Setelah Front Persatuan Nasional berhasil mengalahkan Jepang terjadi Revolusi Tentara Pembebasan Rakyat  (Komunis)  pada tahun 1949 dengan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok di bawah kekuasaan Partai Komunis Tiongkok. Ini membuktikan mereka tidak naif terhadap kelompok  nasionalis (demokratis) seperti peristiwa Shanghai Massacre. 

Kekalahan Tentara Revolusi Nasional dan  kelompok elit demokratis pada pindah ke daratan Taiwan, kemudia mereka menganggap Republik Rakyat Tiongkok (RRT) tidak sah yang dikuasai Tentara Pembebasan Rakyat  (Komunis Tiongkok) sedangkan (kepemimpinan) yang sah adalah Republik Tiongkok (RT) dipimpin dari Taipe.

Berbeda dengan  Tentara Revolusi Nasional dari Taipe, Tentara Pembebasan Rakyat  (Komunis Tiongkok) menganggap Republik Tiongkok (RT) di Taipe tidak sah kemudian mereka membangun identitas Taiwan karena mereka kalah perang dan mereka tidak memiliki hak mengubah nama menjadi Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Perang Dingin Tiongkok dan Taiwan

 Tiongkok dan Taiwan. Sumber Gambar: VOA via Okezone.com
 Tiongkok dan Taiwan. Sumber Gambar: VOA via Okezone.com

Kemenangan pihak komunis terhadap seluruh Tiongkok  pada tahun 1949 membangun perang dingin membangun ideologi Dunia Komunis sebagai mayoritas dan Dunia Demokrasi yang dipimpin oleh Taiwan sebagai minoritas didukung AS dan sekutunya.

Sebenarnya perang dingin antara Tiongkok (pihak pemenang) dan Taiwan (pihak kalah) sedang terjadi hingga tahun 2022 namun mereka belum perang terbuka, Taiwan masih menunggu dukungan Amerika Serikat kepada Taiwan untuk mengimbangi musuh lamanya.

Adapun perang ini seperti perang dalam negeri karena Taiwan masih wilayah Republik Rakyat Tiongkok yang dikuasai Tentara Pembebasan Rakyat dengan membentuk lembaga Partai Komunis Tiongkok untuk meregenerasi kepemimpinan nasional.

Jika  Taiwan dibantu oleh Amerika Serikat untuk memerdekakan  Taiwan sebagai negara demokratis. Maka, Tiongkok akan dibantu Rusia untuk mempertahankan kedaulatan dalam one china policy.

Apakah benar ketakutan Amerika Serikat bahwa kepemimpinan global akan bergeser dari barat ke timur ditandai kebangkitan militer Tiongkok?

Pemerintahan Amerika Serikat yang menggarisbawahi erosi hubungan AS-Tiongkok  di Dialog Shangri-La, Menteri Pertahanan Lloyd Austin juga memperingatkan bahwa langkah Tiongkok menuju dominasi regional menjadi lebih koersif dan agresif dikutip Washingtonpost pada 14 September 2022.

Titik fokusnya Amerika Serikat adalah dukungan material AS untuk Taiwan, termasuk sektor pertahanannya, dan kecurigaan bahwa Beijing, yang didorong oleh upaya penaklukan Rusia atas Ukraina, Tentara Pembebasan Rakyat  (Tiongkok Komunis) bermaksud untuk bergerak secara militer melawan pemerintah di Taipei(Ibu Kota Taiwan).

Kebangkitan Militer Tiongkok Belum Teruji Seperti Rusia


Berbagai bidang kemajuan militer Republik Rakyat Tiongkok yang mengejutkan Pentagon AS antara lain kebangkitan persenjataan nuklir, kebangkitan senjata dalam ruang angkasa, dan kebangkitan teknologi siber dan kebangkitan rudal.

Republik Rakyat Tiongkok dikelola oleh Tentara Pembebasan Rakyat  (Tiongkok Komunis) tidak bisa dipandang rendah oleh barat (AS dan Sekutu) sehingga Pentagon sulit menjegal kebangkitan Tiongkok sebagai pemimpin global dari timur kecuali melalui Perang melalui Taiwan.

Republik Rakyat Tiongkok dengan industri pertahanan sudah bisa membuat kapal, induk, jet tempur, rudal, tank, dan sebagainya mampu membuka perang terbuka dengan Taiwan.

Kebangkitan industri pertahanan Republik Rakyat Tiongkok masih belum teruji dengan perang Taiwan sedangkan Rusia sudah teruji perang terbuka dengan Ukraina.

Teknologi senjata perang Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 2022 ibarat petani mempunyai traktor tapi petani tidak menggunakan traktor tersebut untuk membajak sawah.

Banyak Jenderal Pentagon yang berpikir petani tersebut mengembangkan traktor tersebut sebagai hiasan tanpa mengetahui kekuatan traktor dan kemampuan petani mengendalikan traktor untuk membajak sawah tersebut.

Selain Jenderal Pentagon ingin menguji kekuatan Republik Rakyat Tiongkok, Strategi militer Rusia bukan hanya sudah teruji pada saat perang dengan Ukraina tapi Rusia sudah diakui militer negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat termasuk Jenderal Pentagon.

Kebijakan Rusia dalam negeri mampu memberantas gerakan separatisme anti-Rusia, kebijakan luar negeri Rusia mendukung gerakan separatis pro-Rusia itu menargetkan militernya di wilayah barat negara dengan senapan mesin berat dan senjata.

Industri pertahanan Rusia sudah dibeli oleh negara-negara lain sehingga keuntungan Rusia semakin meningkat berbeda dengan Republik Rakyat Tiongkok yang belum jualan industri pertahanan semasif Rusia.

Republik Rakyat Tiongkok juga harus berani membangun mendukung gerakan separatisme pro-Tiongkok di luar negeri dan dalam negeri mampu memberantas gerakan separatisme anti-Tiongkok seperti di Taiwan ingin merdeka.

Walaupun dalam hal ini para Jenderal Republik Rakyat Tiongkok sedang menyusun perang terbuka dengan keuntungan bisnis pasca perang yakni industri pertahanan yang teruji.

Perang terbuka antara Komunis Tiongkok dengan senjata "made in china" dan demokratis Taiwan dengan senjata "made in Taiwan" masih belum terlihat publik global dengan strategi-strategi militer jeniusnya.

"Tuntutlah ilmu perang masih tetap di Amerika Serikat begitu juga bisnis senjata sehingga perang terbuka antara komunis Tiongkok dan demokratis Taiwan sangat ditunggu oleh pentagon dan publik global."

Berbeda dengan Tentara Amerika Serikat melatih strategi militer di peperangan riil di Timur Tengah yang mayoritas Islam dengan militer kuat dan latihan bersama dengan Tentara Indonesia yang mayoritas Islam dalam Garuda Shield.

Beberapa Jenderal Tiongkok mendesak Presiden Xie Jin Ping untuk perang dengan Taiwan agar validasi industri pertahanan dan tentaranya teruji selama perang komunis Tiongkok dan demokratis Taiwan meskipun ada beberapa pertimbangan.

Tiktok : Senjata Perang Opini Tiongkok

Tiongkok dianggap Badboys, Taiwan Goodboys Versi Media Barat. Sumber Gambar: Tiktok via shutterstock
Tiongkok dianggap Badboys, Taiwan Goodboys Versi Media Barat. Sumber Gambar: Tiktok via shutterstock

Tiongkok dianggap Badboys, Taiwan Goodboys Versi Media Barat, Sehingga Lahir Tiktok

Tentara Pembebasan Rakyat (komunis Tiongkok) belum pernah latihan bareng Indonesia dalam Garuda Shield. Mereka (Komunis Tiongkok) juga belum pernah perang riil dengan mayoritas Islam di Timur Tengah seperti Amerika Serikat karena Tiongkok akan kalah opini dianggap "bad boys" oleh media barat.

Perang Komunis Tiongkok dan Demokratis Taiwan akan sangat mengerikan namun perang menciptakan permintaan (demand) industri pertahanan di Indo-Pasifik sehingga ekspansi bisnis industri perang sudah dan peristiwa perang pro-komunis Tiongkok melalui TikTok.

Masyarakat barat berpikir Tiktok adalah media hiburan yang paling baik algoritmanya tapi sebenarnya Republik Rakyat Tiongkok memiliki kesiapan dalam mengantisipasi dan menghadapi terjadinya berita buruk (propaganda) selama perang Komunis Tiongkok dan Demokratis Taiwan sebagaimana peran Tiktok mendukung perang Rusia ke Ukraina. 

Sebenarnya Republik Rakyat Tiongkok tidak naif seperti media barat karena Republik Rakyat Tiongkok sendiri adalah negara kapitalis yang dibungkus maoisme.

Maoisme mengembangkan Marxisme-Leninisme mengandung doktrin militer yang integral dan dengan jelas menghubungkan ideologi politiknya dengan strategi militer namun kini negara dan warga negaranya ideologinya materi seperti Indonesia dibungkus oleh syariah agar mencari modal dengan jalan halal.

Maoisme cara legal dan halal ala kapitalis Tiongkok membangun kesenjangan Tiongkok dan Taiwan juga sangat tinggi karena masyarakat yang kaya makin kaya dan masyarakat yang miskin makin miskin.

Di mana-mana kita akan temui kehadiran perusahaan Tiongkok dengan investasinya yang menggurita ke berbagai sektor termasuk Amerika Serikat. Muncul pertanyaan perang terbuka ini membuka pintu kekayaan baru jalur industri pertahanan akan berpihak ke siapa?

Selain itu kapitalis relevan di Tiongkok dibungkus maoisme, terdapat konfusianisme berguna untuk bisnis industri pertahanan tanpa ragu-ragu sebagai nafas keseharian mereka.

Konfusianisme sering digunakan untuk mencegah eskalasi perang Komunis Tiongkok dan Demokratis Taiwan karena mereka didik sama dengan berbuat baik sehingga perang saudara agak berat untuk keputusan Tiongkok sebelum ancaman benar terjadi dari Taiwan yang anti-Tiongkok.

Pemahaman konfusianisme bagi Republik Rakyat Tiongkok dalam melihat perang terbuka dengan Taiwan dinilai sangat tidak baik karena perang saudara sangat tidak bijaksana menukar nyawa untuk uang semata (bertentangan dengan konfusianisme).

Resolusi Konfusianisme Bagi Tiongkok dan Taiwan

Ilustrasi komik resolusi. Canva: Abdurrofi Abdulah
Ilustrasi komik resolusi. Canva: Abdurrofi Abdulah

Medan pertempuran akan sulit ketika isi kepala Tentara Pembebasan Rakyat  (Komunis Tiongkok) dan Tentara Revolusi Nasional (Demokratis Taiwan)  berisi nilai kemanusiaan (Ren) dan keadilan (Yi) dari konfusianisme.

Mereka (Tiongkok dan Taiwan) adalah saudara dalam konfusianisme. Jika mereka perang saudara mampu mencoreng keyakinan didik leluhur mereka (Ren dan Yi) sebagaimana perang Rusia dan Ukraina yang sama-sama mencoreng ajaran kristen ortodoks.

Gereja kristen ortodoks terbesar dari Rusia dan Ukraina telah dianggap "gagal membagikan cinta kasih Tuhan". Padahal lembaga keagamaan telah ajarkan kepada Rusia dan Ukraina tapi jemaat dan pemimpin negara mereka justru perang dan mengejar "keuntungan dunia semata".

Penyebaran kristen ortodoks akan semakin sulit di Komunis Tiongkok dan Demokratis Taiwan karena reputasi yang rusak karena perang sesama Kristen Ortodoks sehingga tak heran diaspora masyarakat Rusia atau Ukraina masuk Islam atau masuk konfusianisme (red- menjauhi ajaran gereja ortdoks mereka).

Sun Tzu sebagai pakar perang dipakai oleh Komunis Tiongkok dan Demokratis Taiwan mengajarkan seni perang harus memiliki alasan logis sebagaimana Tentara Pembebasan Rakyat  (Komunis Tiongkok) dan Tentara Revolusi Nasional (Demokratis Taiwan) bersatu melawan invasi Jepang.

Jika persenjataan militer tumpul, semangat tempur prajurit merosot, kekutan pasukan terkuras, dan perbekalan tentara habis, pasukan lawan atau negara tetangga (seperti invasi Jepang) akan memanfaatkan kelemahan ini untuk melancarkan serangan terhadap Anda.

Karena itu, tidak ada orang, sebijak apa pun komunis Tiongkok dan demokratis Taiwan, yang mampu menghindari segala konsekuensi buruk itu, belum lagi sebagai saudara se-konfusianisme.

Tentara Pembebasan Rakyat  (Komunis Tiongkok) dan Tentara Revolusi Nasional (Demokratis Taiwan) pasti menerapkan strategi perang ala Sun Tzu agar mereka bisa menang dengan semua konsekuensi transisi kekuasaan seluruh Tiongkok ke Taiwan atau sebaliknya.

Patung Sun Tzu sebagai ahli perang. Sumber gambar shutterstock
Patung Sun Tzu sebagai ahli perang. Sumber gambar shutterstock

Sebenarnya masyarakat Tiongkok dan Taiwan sudah sama-sama nyaman menikmati dari stabilitas masing-masing wilayah dengan bisnis yang besar keuntungan sehingga penolakan perang terbuka makin pasti. Bukankah perang saudara se-konfusianisme tidak baik bagi konfusianisme?

Masing-masing mereka dari kelas atas (Tiongkok dan Taiwan) sudah bisa hidup mewah dan beli barang mewah sehingga penolakan terjadi dari masyarakat atas Republik Rakyat Tiongkok untuk unifikasi dengan Taiwan dengan jalur perang terbuka.

Mereka (masyarakat Tiongkok) lebih ingin unifikasi dengan Taiwan secara hukum dengan hak otonomi khusus sebagaimana Aceh, Sumatra Barat, dan Jawa Barat diperbolehkan menerpakan syariat Islam. Begitu juga Taiwan dengan hak otonomi khusus mengelola provinsinya yang demokratis.

Masyarakat Tiongkok berpegang pada konfusianisme tidak ingin perang terbuka kecuali ada faktor mendesak seperti syahwat menumpas darah masyarakat Tiongkok oleh Taiwan yang ingin merdeka sendiri untuk demokrasi semata dengan menjauhi nilai konfusianisme dari pikiran mereka.

Refleksi invasi Jepang ke Republik Tiongkok membangun persatuan karena musuh bersama namun kini mereka kehilangan musuh bersama. Itulah mengapa Komunis Tiongkok (mayoritas di RRT) dan Demokratis Taiwan (minoritas di RRT dengan dukungan AS) harus menciptakan musuh bersama agar mereka tidak perang saudara (sesama konfusianisme).

Catatan

Resolusi konfusianisme untuk mengambil suara atas usulan resolusi yang diajukan kepada Tiongkok dan Taiwan terkait pencegahan perang saudara sesuai akar sosial kebudayaan yang sama .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun