Pajak penjualan dalam naungan pajak konsumsi biasanya digunakan dalam negara-negara dengan sistem ‘negara bagian’ untuk menyamakan pengenaan tarif atas konsumsi antar negara bagian sedangkan Indonesia tiap provinsi memiliki tarif atas konsumsi berbeda-beda.
Pemerintah menerima penerimaan pajak penjualan dari pajak konsumsi tetapi harus membayar subsidi produksi. Namun, karena subsidi dan tarif pajak diasumsikan identik dan karena konsumsi melebihi produksi, arus masuk pendapatan melebihi arus keluar.
 Jadi efek bersihnya adalah keuntungan pendapatan bagi pemerintah hingga pada akhirnya, biaya bagi konsumen melebihi jumlah manfaat yang diperoleh produsen dan pemerintah; dengan demikian efek kesejahteraan nasional bersih dari kedua kebijakan.
Kesetaraan ini penting karena apa yang mungkin terjadi setelah Indonesia meliberalisasi perdagangan untuk mengurangi kerugian pada perusahaan domestiknya di tiap provisnsi, negara tersebut dapat menerapkan subsidi produksi.
Subsidi produksi yang dapat mencegah dampak negatif yang disebabkan oleh liberalisasi perdagangan dan dapat dibayar dengan pendapatan tambahan yang dikumpulkan dengan pajak penjualan 11 atau PPN.
Kebijakan pajak sering dimotivasi oleh keinginan untuk melindungi industri dan pekerja domestik, pengendalian harga langsung hingga dampak kebijakan pajak pada setiap  pemerintah daerah di Indonesia.
Kita melihat sejumlah kebijakan yang menghasilkan keuntungan bagi beberapa pelaku pasar, tetapi kerugian bobot mati secara keseluruhan bagi masyarakat hingga kontrol harga dan kuantitas, pajak dan subsidi, dan kebijakan perdagangan dalam negeri.
Dengan demikian, negara-negara akan mencari cara untuk mengkompensasi pendapatan yang hilang dan mungkin membantu industri yang terpukul keras selama covid-19 secara substansial membantu atau merugikan industri dalam negerinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H