Mohon tunggu...
Abdurrofi Abdullah Azzam
Abdurrofi Abdullah Azzam Mohon Tunggu... Ilmuwan - Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, dan Berbudaya Asia Afrika
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan pernah lelah mencintai Indonesia menjadi negara adidaya di dunia. Email Admin : axelmanajemen@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penolakan Publik Terhadap Kebijakan KPI Mengenai Izin Eks Napi Pedofil Tampil di Televisi

6 September 2021   10:43 Diperbarui: 6 September 2021   10:58 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pedofil. Sumber gambar : Grid.id/Hary Prasetyo

Penolakan kebijakan publik adalah aspirasi terhadap izin eks napi pedofil yang pernah menjadikan anak sebagai obyek seksual sekarang menjadi objek tontonan di Televisi

Kebijakan Indonesia pedofil tampil televisi memiliki tujuan kebijakan ini hanya menguntungkan eks narapidana pedofil untuk mencapai kesejahteraan sesuai Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yaitu setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Isu pedofil menjadi agenda publik dalam keikutsertaan yang dilakukan bukan hanya dalam mengiyakan ataupun menolak proposal kebijakan pemerintah melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar mempertimbangkan korban pencabulan anak dan reputasi tokoh pedofil dalam hubungan kerja televisi.

Izin dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  kepada pelaku pedofil di televisi menjadi pilihan pahit terakhir bagi masyarakat Indonesia

Satu-satunya dari pilihan masyarakat yang tidak direncanakan adalah menolak tokoh pedofil dengan apapun alasannya, keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  untuk menjalankan mantan pelaku tidak pernah semudah membalik telapak tangan.

Sayang, sampai saat ini akses pekerjaan kepada pelaku pedofil sulit untuk didapatkan dan penerimaan publik. Padahal, alasan pelaku pedofil menginginkan tampil di televisi tak hanya melulu soal pelecehan seksual.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Izin tampil pedofil di televisi sangat dikecam masyarakat Indonesia karena banyak tokoh publik yang memiliki kejelasan reputasinya, banyak artis dan aktor yang tidak memiliki orientasi seks menyimpang, dan lingkungan penjara kemungkinan dapat mendukung penyimpangan lebih lanjut.

Istilah pedofil merujuk pada orang yang mengidap gangguan seksual dan mental berupa nafsu seksual terhadap anak-anak atau remaja berusia di bawah 14 tahun

Pelaku pedofil dapat dikategorikan dalam beberapa macam sebagai pembagian terluas dari pelaku pelecehan seksual terhadap anak adalah berdasarkan jenis kelamin korban di Indonesia.

Pertama, pedofil yang memiliki obyek seksual anak dengan jenis kelamin yang berbeda disebut sebagai pedofil heteroseksual (heterosexual pedhopile).

Pedofil heteroseksual dikenal tante-tante mengincar anak-anak laki-laki dibawah usia 14 tahun dan om-om mengincar anak perempuan di bawah 14 tahun.

Kedua, pedofil yang tertarik terhadap anak dengan jenis kelamin yang sama disebut sebagai pedofil homoseksual (homosexual pedhopile).

Pedofil homoseksual dikenal om-om mengincar anak-anak laki-laki dibawah usia 14 tahun dan tante-tante mengincar anak perempuan di bawah 14 tahun.

Selain itu ada pula masalah pedofil adalah ketidakmampuan terangsang secara seksual oleh wanita dewasa gejala lain seperti mati rasa, ledakan kemarahan atau mudah kesal, sulit tidur, dan memiliki masalah konsentrasi.

Pedofil memiliki kemampuan terangsang oleh anak-anak sebagai respon fisiologik dapat dipengaruhi oleh berbagai stimulus lingkungan yang berbeda

Pengalaman yang tidak menyenangkan, respon terhadap rangsangan anak tertangkap dan penjara tidak akan turun dan bahkan padam sehingga mencari pengalaman baru berbagai stimulus lingkungan yang berbeda lebih aman.

Abdurrofi Abdullah Azzam setuju bahwa pelaku pedofil mengalami kesulitan memulai dan mempertahankan hubungan sosial di dunia hiburan tanah air Indonesia  menjadi wajah buruk  penurunan kualitas stasiun televisi, program siaran, dan persaingan program televisi.

Kesulitan ini tercermin dari data statistik status penolakan orangtua yang sudah Abdurrofi Abdullah Azzam dapatkan karena pelaku pedofil dapat berperilaku tidak lazim dan gaya yang aneh namun tidak diobati secara medis dan dinyatakan sehat.

Masalah mental (pedofil)  berisiko menyangkut tindak kejahatan sehingga sulit dianggap normal ini telah diungkapkan oleh banyak peneliti.

Dalam menjelaskan penyerangan seksual kepada anak-anak Abdurrofi Abdullah Azzam mengatakan, "Sebagian populasi Indonesia nampak tidak mampu bersosialisasi dengan lawan seks secara menyimpang."

Abdurrofi Abdullah Azzam menemukan bahwa aktor, artis, dan public figure yang melakukan pelecehan seksual kepada anak-anak tidak menjadi panutan masyarakat dan Abdurrofi Abdullah Azzam menilai munculnya wajah eks narapidana kasus pedofil dapat membuat trauma publik.

Gejala trauma publik paling utama yang dirasakan responden adalah merasa sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir berlebih, mudah marah atau jengkel, dan sulit untuk rileks.

Beberapa orangtua mendapatkan sekelompok orang dimana permasalahan utamanya bukan pada penyimpangan seksual tapi pengaruh pelaku pedofil bagi tumbuh kembang anak di Indonesia.

Wajah eks narapidana kasus pedofil merasa berjarak dan terpisah atau tidak terhubung dengan orang lain, dan merasa terus waspada, berhati-hati, dan berjaga-jaga untuk tontonan apalagi tuntunan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun