Kepercayaan rendah (low trusted) akan terus berkembang, rupiah kertas akan mengalami fase tidak percaya (untrusted) di Indonesia. Pertanyaan mengapa ini bisa terjadi?
Rendahnya kepercayaan uang kertas di Indonesia menurut Abdurrofi Abdullah Azzam (2021) dibagi dua bersifat fisik dan non-fisik.
Uang kertas  bersifat fisik atau material sangat rapuh bersifat fisik atau material sehingga perubahan pada kondisi fisik begitu juga pada kondisi non-fisik karena mengalami penurunan nilai.
Dari segi fisik uang kertas tidak tahan di segala kondisi terbukti bila hujan maka uang kertas mengkerut sedangkan bila kemarau rentan terbakar sedangkan bila ada rayap, uang kertas dimakan rayap.
Dengan negara harus mengganti segi bahan baku uang ketas menjadi uang logam mulia emas dalam rupiah membuat rupiah versi emas tahan dalam segala kondisi.
Selain itu, penyebab rendah kepercayaan masyarakat rupiah karena daya beli rupiah rendah dari tahun ke tahun menyebabkan pendapatan riil berkurang.
***
Ketika Uang Kertas 100 Juta Tak Bernilai 100 Juta
Pendapatan Abdurrofi Abdullah Azzam secara nominal 100 juta rupiah per bulan tetapi daya belinya bukan 100 juta rupiah, kok bisa?
Begini, pada bulan Juli 2013, bank sentral mencatat jumlah uang beredar M1 dan M2 mencapai IDR 903, 29 triliun dan IDR 3.529,66 triliun sedangkan posisi M2 pada Desember 2020 sebesar Rp 6.440,5 triliun.
Jika tidak bisa dikendalikan negara dalam pencetak uang yang terlalu banyak bisa memicu inflasi yang tinggi yang pada akhirnya bisa merugikan Abdurrofi Abdullah Azzam.
Uang yang beredar akan semakin banyak, membuat nilai uang terus-menerus berkurang yang membuat harga-harga barang melambung sehingga 100 juta rupiah pada tahun 2013 berbeda dengan 100 juta rupiah pada tahun 2020.
Pertumbuhan peredaran uang dari kira-kira 3000 triliun ke 6000 triliun mengakibatkan nilai 100 juta pada tahun 2013 mengalami penurunan karena negara tidak memiliki pengendalian pencetakan uang kertas.
Pengendalian Percetakan Uang Kertas Dengan Standar Emas
Negara tidak memiliki pengendalian pencetakan berakibat penurunan nilai uang harus kita cegah dengan cara pengendalian percetakan uang kertas dengan standar emas rendahnya kepercayaan uang kertas di Indonesia.
Menurut Abdurrofi Abdullah Azzam (2021) untuk mengendalikan pencetakan uang sehingga negara Indonesia harus mencetak uang berdasarkan standar emas (gold standard).
Fungsi mencetak uang berdasarkan standar emas (gold standard)Â agar rupiah 100 juta pada tahun 2013 sama dengan 100 juta tahun 2020. Artinya tidak terjadi nilai uang berkurang terus-menerus sehingga menimbulkan peningkatan percaya rupiah Indonesia secara non-fisik.
Standar emas menurut Abdurrofi Abdullah Azzam (2021) bahwa negara tidak mencetak uang lebih dari kepemilikan emas yang dimiliki negara. Ini membuktikan pentingnya masyarakat dan keyakinannya terhadap pemerintah selanjutnya emas merupakan basis untuk mencetak uang kertas.
Kepercayaan semakin menurun secara non-fisik karena sekarang uang dapat dicetak bila diizinkan oleh bank sentral tanpa melihat cadangan emas negara sehingga Indonesia mengizinkan Perum Peruri untuk mencetak rupiah demi memenuhi kebutuhan rupiah meskipun berdampak inflasi dan penurunan nilai uang terjadi.
Dengan demikian sebelum terjadi kepercayaan rendah (low trusted) menuju fase tidak percaya (untrusted) di Indonesia sehingga terdapat dua kebijakan pertama mengubah segi fisik kertas diganti emas atau kedua mengganti mekanisme pencetakan uang terkendali dengan standar emas (gold standard).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H