Setelah berulang kali mengalami sakit keras, Mas Anis
merasa waktunya sudah dekat. Dalam hati ia mulai
berlatih mengihklaskan segalanya. Nasib dan angkara murka
para seterunya. Ia merasa takdir telah membuntungi segenap
kaki dan tangannya. Sekarang ia sama sekali tak berdaya.
Ia memanggil istrinya:
"Saya ingin membuat pengakuan Bu," bisiknya pelan.
"Cepat katakan!" Mbak Ega nampak tidak sabaran.
"Saya telah berselingkuh..."
"Apa?"
"Ya, saya minta maaf Bu. Saya khilaf..."
"Khilaf katamu?"
Mas Anis mengeluarkan botol kecil dari balik selimut berisi
butiran kacang hijau. "Hitunglah Bu. Sebanyak itulah saya
melakukan dosa."
Mbak Ega merasa kagum dengan suaminya. Dia menghisab
diri sendiri sebelum kena hisab di hari kiamat nanti.
"Jadi kau selingkuh sebanyak 29 kali bung?"
"Begitulah faktanya. Maafkan saya Bu. Saya bukan orang suci."
Di luar dugaan, Mbak Ega tidak ngamuk atau ingin mencekik
seperti biasa. Ia duduk di tepi ranjang sambil menerawang.
Mas Anis sungguh menyesal.
"Sebenarnya saya juga ingin mengaku bung."
"Apa Bu?"
"Saya juga telah berselingkuh..."
"Apaaa?" Hampir Mas Anis terlonjak dari ranjang.
Mbak Ega mengambil botol air mineral ukuran dua liter
dari kolong ranjang. "Inilah catatan dosa saya bung."
Botol itu nyaris kosong. Hanya berisi lima biji kacang
polong. Mas Anis luar biasa plong. Di balik kekejaman
dan sifatnya yang angin-anginan, Mbak Ega ternyata
adalah istri yang setia. Mbak Ega kemudian menyambung:
"Saya baru saja menjual sisanya yang satu kilo buat..."
"Apa...?"
Lengkaplah sudah. Mas Anis merasa dikhianati dari segala
penjuru. Setelah hening beberapa menit, Mas Anis menemukan
kesadarannya kembali.
"Saya merasa akan segera mati Bu. Saya ingin kau melakukan
sesuatu. Sekali ini saja. Agar saya puas dan tenang di alam sana."
"Cepat katakan bung!"
"Saya ingin..."
"Apa?"
"Anggap ini wasiat ya Bu?"
"Iya iya. Cepat kalau mau ngomong! Sudah mau mati masih aja
nggak jelas!"
"Kalau aku mati nanti aku ingin kau menikah dengan Samsul!"
"Kau sudah gila bung?"
"Aku sudah memikirkannya berulang-ulang. Nikahlah dengan
Samsul. Plis ya?"
"Bukannya dia musuh bebuyutanmu bung?" Mbak Ega shok berat.
"Itulah Bu. Aku ingin dia merasakan penderitaan yang sama
dengan yang kualami selama sepuluh tahun ini kita bersama..."
"Apa? Beraninya kauu...!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H