Seperti Menjemur Gandum Di Atas Tali
Niat dan motivasi adalah hal paling menentukan dalam suatu tindakan atau kebiasaan.
Namun keduanya jauh tersembunyi dalam lubuk hati. Dalam ceruk benak yang hanya bisa
dijangkau oleh si pemilik hati.
Dalam keseharian, sering kita membuat peraturan dan kesepakan yang kemudian kita langgar
sendiri di tengah jalan. Kita yang paling banyak memberi masukan, kita pula yang paling
getol melakukan pelanggaran. Kita yang paling suka membuat janji, kita pula yang paling
doyan mengingkari. Dan alangkah banyak alasan yang bisa dikemukakan. Baik yang realistis
ataupun yang fantastis. Dari yang masuk akal sampai yang asal tangkal.
Dalam agama Islam niat adalah basis fondasi penilaian Tuhan terhadap segala aktivitas ibadah.
Kenapa? Karena niat sangat erat hubungannya dengan etika hati, akhlak ruhani, adab batin
seorang hamba terhadap Tuhannya. Yang ujungnya berakar pangkal pada iman. Keteguhan hati
dalam mencintai Tuhan.
Ya, ujung-ujungnya memang cinta. Hanya cinta. Karena hanya cinta yang mempunyai kesadaran
penuh terhadap segala keragaman eksistensi. Cinta yang mengerti sumber segala gejala alam ini.
Pakar cinta seperti Maulana Rumi bahkan pernah berkata:"Tidak ada Tuhan selain 'Isyq," cinta
yang menggebu-gebu. Karena di balik segala fenomena, Rumi melihat aliran rahmat cinta Tuhan.
Satu-satunya hasrat Tuhan terhadap ciptaan-Nya adalah menyalurkan rahmat cinta. Mungkin
inilah yang bisa menjelaskan seluruh hukum harmoni dan keselarasan alam.
Apakah kita menyadari 'kerendah-hatian' Tuhan ini? Tuhan yang Maha Tinggi telah turun
membagikan manifestasi rahasia cintanya ke obyek-obyek yang sering kita pandang sebelah
mata: rakyat jelata dan kaum dhuafa. Tuhan tidak pernah melakukan pencitraan, manipulasi
rezeki, kelimpahan rasa hormat, apalagi interest materi. Maka dalam berbagai situasi, dalam
kelapangan atau kesempitan, manusia akan selalu ingat dan kembali kepada-Nya. Karena
Tuhan telah memberikan teladan, bahwa cinta-Nya tidak pernah beranjak dari tempatnya
semula.
Maka kalau hari-hari ini kita merasa banyak kawan mulai meninggalkan, janganlah baper
dan jahat sangka. Sebab sejak semula kita juga tidak pernah setia, kecuali pada diri dan
kepentingan kita sendiri. Kebijakan dan tindak lanjut kebijakan kita selalu bersimpang jalan
dengan kepentingan rakyat jelata. Di balik segala janji manis, kita selalu mencadangkan
justifikasi, alibi, logika-logika semu, untuk menipu dan mengelabui mereka.
Seperti cerita Mullah Nasrudin yang enggan meminjamkan tali jemuran pada seorang
tetangga karena akan dipakai untuk menjemur gandum. Sang tetangga bertanya:
"Bagaimana bisa menjemur gandum di atas tali?"
"Bisa saja sobat, kalau sejak semula saya sudah berniat tidak akan meminjamkan tangga
ini pada anda."
Di balik segala silang sengkarut pelanggaran hukum dan birokrasi, distorsi fungsi lembaga
kenegaraan yang tak berkesudahan, pertanyaan ini patut kita ajukan: mungkinkah, selama ini
niat dan motivasi kita yang sesungguhnya dalam pengelolaan negara adalah untuk bermain
serong? Seperti cerita sang mullah, kita selalu mengemukakan alasan di luar kelaziman nalar
untuk membenarkan kebijakan populis yang sering berbalik arah di tengah jalan, yang secara
tak sengaja membuka kedok keculasan hati kita yang sesungguhnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI