Pengaruh ini juga terus berlanjut sampai masa sekarang. Adanya globalisasi yang mendatangkan konsep identitas seksual serta gender yang baru yang kerap dikenal dengan 'LGBTQ+", yaitu Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, dan lainnya, yang mengundang banyak pandang pro maupun kontra.
Peran gender menjadi suatu hal yang dianggap berbeda apabila dilihat dari kebudayaan gender zaman dulu dan sekarang. Dahulu, tidak semua perempuan diperuntukkan untuk mengurus anak, mereka juga bekerja di ladang, mencari makan, dan bahkan terkadang dianggap lebih tinggi sebagai petinggi dalam ritual keagamaan. Begitu pula dalam peran lelaki, mereka tidak selalu berperan sebagai kepala keluarga. Zaman sekarang, banyak pandangan yang menstereotipkan peran lelaki sebagai pencari nafkah dan kepala keluarga sedangkan perempuan sebagai pengurus rumah tangga dan menjaga anak. Bisa dilihat perubahan yang terpampang akibat pembagian peran jika dibandingkan.
Keragaman yang dulunya ada di Indonesia menjadi pijakan awal dalam perilaku menghargai sesama dalam perbedaan. Walau sekarang, ada juga pihak-pihak yang membuat tindakan anarkis terhadap orang-orang yang "berbeda". Kehadiran masyarakat dengan keberagaman gender di Indonesia yang hadir ratusan tahun yang lalu dan sempat hilang karena adanya pengaruh agama dari kolonialisme dapat hadir kembali dalam pemikiran lainnya.
Belajar dari teori siklus perubahan sosial, bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang berputar dan tak dapat dihindari, sifat alami dalam perkembangan zaman juga terus berlanjut. Apabila dahulu gender ketiga dalam kebudayaan Indonesia diterima dan menjadi peran krusial dalam kebudayaan dan masyarakat, mungkin di masa depan, gender-gender baru yang masuk melalui globalisasi dapat berperan diterima dan keberadaannya setara dengan sesama gender.
Penyesuaian dan pergeseran unsur masyarakat yang ada di dalam kebudayaan di Toraja dan Bugis mencerminkan bahwa perubahan sosial dapat disebabkan oleh setidaknya satu dari sekian penyebab, yaitu pengaruh dari kebudayaan lain. Pengaruh kebudayaan lain ini termasuk kepada penyebab yang berasal dari eksternal masyarakat tersebut. Hubungan antar masyarakat sangat bisa saling mempengaruhi dan menimbulkan timbal balik antar kebudayaan. Kolonialisme yang masuk ke Indonesia bertahan cukup lama. Waktu yang cukup lama ini perlahan-lahan tapi pasti, membuat perubahan kepada unsur-unsur kebudayaan yang sebelumnya sudah ada.
Proses yang terjadi pada perubahan sosial ini adalah proses asimilasi, dimana terjadi peleburan kebudayaan sehingga pihak-pihak yang sedang berasimilasi akan merasakan adanya kebudayaan tunggal yang dimiliki bersama. Seperti apa yang sudah dijelaskan pada paragraf-paragraf sebelumnya bahwa beberapa unsur kebudayaan (yang telah disebutkan), mengalami perubahan dan bahkan mengalami kehilangan makna dan arti. Pengaruh-pengaruh tersebut sebagian besar disebabkan oleh ajaran agama yang menyebar di Indonesia sebagai salah satu akibat dari datangnya masyarakat asing.
Perubahan sosial bisa dipandang sebagai suatu hal yang positif dan juga negatif. Kontak dengan budaya lain sekaligus bersama dengan pengaruh-pengaruhnya bagai air bah yang tidak bisa kita hindari. Ditambah lagi pada era modern ini, globalisasi mempermudah koneksi manusia satu sama lainnya. Pertukaran informasi menjadi semakin efektif berkat teknologi, seperti yang paling sederhana adalah handphone kita sendiri. Sebagai manusia normal, kita tidak terancang untuk menerima jutaan kemungkinan pengaruh yang bisa datang melalui telepon genggam kita. Maka sebaiknya kita harus bisa membatasi diri kita sendiri, mengatur diri kita sendiri untuk memilah informasi apa saja yang penting dan ingin kita dapatkan serta cerna. Ini adalah sebuah langkah kecil untuk memberikan pengaruh dan perubahan positif kepada unsur kebudayaan Indonesia.
***
Sumber :
https://medium.com/nurdiyansah-dalidjo/gender-ketiga-dalam-tradisi-toraja-e77fd94c0de9