Mohon tunggu...
Abdurrahman Jtk
Abdurrahman Jtk Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat

Saya rumit. Sesederhana itu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Daring

17 Februari 2021   22:58 Diperbarui: 17 Februari 2021   23:47 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

jalanan internet penuh dengan iklan-iklan. tanpa memperdulikan bahu jalan untuk orang-orang yang ingin lewat, berjalan kaki dan menikmati dunia baru yang membuat kita baru-baru ini pede dan merasa telah amat maju. ya, kita bilang bahwa penghidupan bisa didapat cukup melalui satu genggaman tangan, sentuhan jari, dan hal-hal kecil dan ringan semacamnya.

aku tergopoh-gopoh menabrak banyak iklan. wajahku kusam oleh debu-debu komentar nyinyir. kakiku lemas harus melewati setiap iklan dan berbagai sampah lainnya.

sementara dunia nyata, warisan leluhur kita itu, sekarang sudah sepi. setiap orang sejak kanak-kanak telah bertransmigrasi ke pulau daring.

tetapi yang masih membingungkan, alam di dunia nyata tetap berkurang, terkikis, termakan tubuh-tubuh yang jiwanya di pulau daring.

"mau kemana?"

"ke pulau daring. di sana sedang banyak calo dapat pasangan."

"aku ikut."

"emang kamu tahu caranya, syaratnya?"

"memangnya syaratnya sesusah apa sampai kau meragukanku?"

"kuota-paket data."

"itu apa?"

"beli saja di sana. nggak mahal kok. per bulan 70ribu sudah unlimited. kau bisa berada di pulau daring kapan pun dan selama mungkin."

"kalau lapar?"

"ya istirahat dulu, makan."

"makannya tetap di dunia nyata?"

"ya iya lah. dunia maya kan cuma buat hiburan."

"lalu kenapa tadi kau marah?"

"soalnya orang di komentar tadi menyebalkan sekali. diberi tahu susah banget. tiap aku posting selalu dinyinyirin. kan sebal jadinya."

"mungkin hiburan dia adalah saat kamu marah."

"mana ada hiburan berupa marah?"

aku tidak melanjutkan obrolan ini. aku tahu dia tidak akan menerima banyak hal yang tidak sesuai dengan pikirannya. biarkan tetap tersimpan dalam kepalaku. biarkan pikiran-pikiran busuk ini tetap berdiam diri di sudut otakku, bahwa pulau daring itu rasanya tak beda dari tempat penjajahan tak kasat mata sekaligus pengadudombaan kepedulian melalui banyak hal-hal yang sebenarnya serupa privasi untuk dijadikan publik, setidak layak apapun.

aku menganggukkan kepala. dia mulai melangkah naik bis ke terminal penyeberangan pulau daring. aku bilang aku mau beli tiket ke konter dulu dan akan menyusul. tetapi setelah kupikir-pikir, terutama saat menangkap keceriaannya di dalam bis, aku harus pulang dan mengambil sesuatu terlebih dahulu. sesuatu yang mungkin akan mengubah jalannya alur cerita para penduduk pulau daring. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun