Mohon tunggu...
Abdurrahman Hafis
Abdurrahman Hafis Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA 23107030037 ILMU KOMUNIKASI UIN SUNAN KALIJAGA

Abdurrahman Hafis merupakan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. Memiliki NIM : 23107030037. Akun ini akan membahas informasi terbaru tentang dunia Entertain. So selamat menikmati informasi yang akan hadir.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Anak Teater kan Idealis, Emang Bisa Main Film? Bisa, Arswendy Beningswara Membuktikan Hal Tersebut!

3 Maret 2024   14:38 Diperbarui: 3 Maret 2024   14:41 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arswendy Beningswara Nasution atau lebih dikenal sebagai Arswendy Beningswara merupakan aktor karakter dan pelatih akting. Ia lahir pada tanggal 22 November 1957 di Jakarta, Indonesia. Ternyata, Arswendy adalah ayah dari Eno Bening. Arswendy sendiri merupakan lulusan dari Institut Kesenian Jakarta dengan jurusan Seni Peran. Pada tahun 2006 sampai 2009, Arswendy pernah menjadi Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta.

Ternyata, Arswendy semasa Sekolah Menangah Pertama (SMA) belum ada ketertarikan di dunia film, selayaknya penonton pada umumnya, ia hanya sebagai penikmat film, belum ada kepikiran untuk berkecimpung di dunia film. Hingga pada akhirnya ia melihat ada sebuah iklan di Koran, saat itu judul iklan tersebut adalah "Anda Ingin Menjadi Pelawak? Ingin Menjadi Pemain Film? Mari Datang Kesini!".

Iklan tersebut membuat Arswendy penasaran dan hadir dalam pertemuan tersebut. Ternyata, pertemuan tersebut adalah kursus atau kelas dalam dunia film. Sehingga Arswendy mengikuti kursus tersebut selama 2 semester. Guru yang mengajarinya dalam kursus tersebut adalah Tatimaryati, Tatimaryati lah yang mengenalkan seni peran pertama kali kepada Arswendy.

Dengan bekal 2 semester mengikuti kursus seni peran, akhirnya Arswendy memantapkan dirinya untuk berkuliah di IKJ dan mengambil jurusan seni peran. Seiring berjalannya waktu, Arswendy bukan malah menekunin dunia akting dalam film, tetapi ia menjadi seorang aktor di teater yang idealis. Hal ini sangat lumrah dalam dunia teater, karena akting dan media dalam teater dan film sangat berbeda.

Hal ini dikarenakan seni peran di IKJ berorientasi ke barat, dimana orientasi ini diadaptasi oleh Wahyu Sihombing. Orientasi ini yang membuat Arswendy idealis akan dunia akting. Akhirnya, Arswendy tersadar dan ingin adaptasi ke dunia film. Menurutnya, jika ia ingin berkembang maka adaptasi tersebut penting. Sehingga, ia bergabung di Teater Mandiri Putu Wijaya. Teater ini yang mengajarkan Arswendy untuk tidak perlu pusing memikiran akting mana yang benar antara teater dan film, yang penting kamu baca naskah, perdalam karakter, dan lakukan peran tersebut dengan serius.

Images IDN Times
Images IDN Times

Tidak hanya itu, Arswendy rela menimbah ilmu sampai Bali untuk mengetahui dunia seni peran lainnya, saat di Bali ia belajar tentang seni topeng. Hal ini lah yang membuat ia berkembang karena ingin mengeksplor beberapa bidang seni lainnya.

Ternyata, perjalanan seorang Arswendy tidak lah mudah, ia tidak langsung mendapat peran utama ataupun mendapat peran pendukung dalam sebuah film. Ia harus menjadi asisten sutradara pada saat itu, sutradara tersebut adalah Nya' Abbas Akup. Arswendy pernah menjadi supir dan asisten Abbas Akup untuk menemani beliau ke lokasi shooting.

Hingga suatu saat, Abbas Akup sempat terkena penyakit stroke dan tidak bisa menulis naskah di mesin tik. Arswendy sebagai asisten akhirnya membantu Abbas Akup dengan memindahkan naskah yang sudah dibuat dikertas ke mesin tik. Naskah tersebut berjudul "Kipas-Kipas Cari Angin", waktu itu karena Abbas Akup harus beristirahat sejenak, Arswendy lah menjadi acting coach bagi aktor yang ingin ikut casting. Ia yang membacakan dialog serta "tek-tokan" kepada para casting untuk menyeleksi aktor yang ingin bermain dalam film ini.

Images IDN Times
Images IDN Times

Arswendy mengawali kariernya sebagai aktor didepan layar pada saat proyek film "Opera Jakarta", tetapi belum mendapat peran utama ataupun pendukung. Namun, ia hanya mendapat 1 scene yang berdialog "Eh, Naik Terang Bulan" dialog itulah awal dari karier Arswendy didepan layar.

Tidak berhenti disitu, film selanjutnya akhirnya Arswendy mendapat peran utama, peran ini saat ia bermain film yang berjudul "Semua Karena Ghina", ia mendapat pemeran utama dalam film ini. Namun, Arswendy merasa belum maksimal dalam menjalankan aktingnya. Hal ini dikarenakan ia terbiasa berakting dalam dunia teater, ia menyebutkan teater dan film memiliki media yang berbeda.

Arswendy mengatakan, "Tuhan akan memberikan kesempatan dan keberuntungan kepada kita, tetapi apakah kita siap dengan keberuntungan tersebut?". Ia menjelaskan tentang saat itu ia belum siap akan kesempatan dan keberuntungan tersebut. Hal ini yang membuat ia untuk lebih belajar dan beradaptasi dari dunia teater ke film.

Cuplikan Youtube Agak Laen Official
Cuplikan Youtube Agak Laen Official

Akhirnya, Arswendy menjadi aktor yang mahir dalam dunia film. Ia juga menjelaskan perjalanan ia saat bermain film, bagaimana suasana lokasi shooting dan proses pembuatan film.

"Berarti mengalami banyak perubahan situasi, baik dari situasi teknologi shooting film zaman dulu dengan sekarang, suasana shooting kala itu dengan sekarang, nah aku pingin tahu pak suasana shooting kala itu bagaimana pak?" Tanya Boris Bokir kepada Arswendy di Podcast Agak Laen.

"Salah satu contohnya yang aku ikutin pada saat itu ya, saat aku ikut shooting jadi pemain, ya gaada yang melayani pemain, pemain melayani dirinya sendiri. Terus dulu belum ada teknologi, jadi pemain harus menunggu, jadi yang bekerja keras itu biasanya penjaga skrip atau asisten sutradara yang teriak-teriak manggil" Jelas Arswendy di Podcast Agak Laen.

"Jadi latihan berulang-ulang dan pada waktu itu belum ada monitor, sutradara melihat langsung kasat mata, yang melihat dalam scene hanya cameramen kala itu" Tambah Arswendy dalam Podcast Agak Laen.

Arswendy memberi tahu tentang batasan kesalahan bagi aktor, maka dari itu harus latihan berulang-ulang untuk mengurangi kesalahan saat take. Hal ini dikarenakan kala itu shooting masih menggunakan roll film. Selanjutnya ia menjelaskan tentang gangguan dari luar lokasi shooting seperti suara motor, suara pesawat, dan noise lainnya. Ia memberitahu ternyata film zaman dulu kebanyakan menggunakan dubbing atau pengisi suara.

Para aktor dilokasi shooting hanya mengambil visualnya saja, sehingga dilanjutkan dengan mengisi suara scene tersebut. Bahkan, jika pemeran tersebut tidak punya waktu untuk dubbing, suara tersebut akan diisi oleh dubber terkenal, tetapi dubber tersebut suaranya hampir mirip dengan aktor yang bermain. Sehingga sistem atau proses pembuatan film di zaman dulu dengan sekarang berbeda ya sobat, Arswendy merasakan perpindahan zaman tersebut, sehingga menjadikan ia sebagai aktor dan pelatih akting senior dan dikenal sampai sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun