Arswendy mengawali kariernya sebagai aktor didepan layar pada saat proyek film "Opera Jakarta", tetapi belum mendapat peran utama ataupun pendukung. Namun, ia hanya mendapat 1 scene yang berdialog "Eh, Naik Terang Bulan" dialog itulah awal dari karier Arswendy didepan layar.
Tidak berhenti disitu, film selanjutnya akhirnya Arswendy mendapat peran utama, peran ini saat ia bermain film yang berjudul "Semua Karena Ghina", ia mendapat pemeran utama dalam film ini. Namun, Arswendy merasa belum maksimal dalam menjalankan aktingnya. Hal ini dikarenakan ia terbiasa berakting dalam dunia teater, ia menyebutkan teater dan film memiliki media yang berbeda.
Arswendy mengatakan, "Tuhan akan memberikan kesempatan dan keberuntungan kepada kita, tetapi apakah kita siap dengan keberuntungan tersebut?". Ia menjelaskan tentang saat itu ia belum siap akan kesempatan dan keberuntungan tersebut. Hal ini yang membuat ia untuk lebih belajar dan beradaptasi dari dunia teater ke film.
Akhirnya, Arswendy menjadi aktor yang mahir dalam dunia film. Ia juga menjelaskan perjalanan ia saat bermain film, bagaimana suasana lokasi shooting dan proses pembuatan film.
"Berarti mengalami banyak perubahan situasi, baik dari situasi teknologi shooting film zaman dulu dengan sekarang, suasana shooting kala itu dengan sekarang, nah aku pingin tahu pak suasana shooting kala itu bagaimana pak?" Tanya Boris Bokir kepada Arswendy di Podcast Agak Laen.
"Salah satu contohnya yang aku ikutin pada saat itu ya, saat aku ikut shooting jadi pemain, ya gaada yang melayani pemain, pemain melayani dirinya sendiri. Terus dulu belum ada teknologi, jadi pemain harus menunggu, jadi yang bekerja keras itu biasanya penjaga skrip atau asisten sutradara yang teriak-teriak manggil" Jelas Arswendy di Podcast Agak Laen.
"Jadi latihan berulang-ulang dan pada waktu itu belum ada monitor, sutradara melihat langsung kasat mata, yang melihat dalam scene hanya cameramen kala itu" Tambah Arswendy dalam Podcast Agak Laen.
Arswendy memberi tahu tentang batasan kesalahan bagi aktor, maka dari itu harus latihan berulang-ulang untuk mengurangi kesalahan saat take. Hal ini dikarenakan kala itu shooting masih menggunakan roll film. Selanjutnya ia menjelaskan tentang gangguan dari luar lokasi shooting seperti suara motor, suara pesawat, dan noise lainnya. Ia memberitahu ternyata film zaman dulu kebanyakan menggunakan dubbing atau pengisi suara.
Para aktor dilokasi shooting hanya mengambil visualnya saja, sehingga dilanjutkan dengan mengisi suara scene tersebut. Bahkan, jika pemeran tersebut tidak punya waktu untuk dubbing, suara tersebut akan diisi oleh dubber terkenal, tetapi dubber tersebut suaranya hampir mirip dengan aktor yang bermain. Sehingga sistem atau proses pembuatan film di zaman dulu dengan sekarang berbeda ya sobat, Arswendy merasakan perpindahan zaman tersebut, sehingga menjadikan ia sebagai aktor dan pelatih akting senior dan dikenal sampai sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H