Setelah ia lulus dari SMA, Yandy ingin melanjutkan kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Namun, mimpinya harus pupus dikarenakan ibunya seorang single parent dan hanya memiliki uang 10 juta untuk kuliah Yandy. Tentunya, nominal ini tidak cukup untuk melanjutkan kuliah Yandy di IKJ. Hal ini mengharuskan Yandy untuk mencari kuliah di kota kelahirannya karena terbatasnya finansial.
Hingga, pada suatu saat ibunya Yandy rindu kepada almarhum suaminya dan mengajak Yandy untuk menemani ibunya. Yandy dan ibunya ditemani oleh kakak dari ayahnya Yandy. Saat itu ia ditanya oleh bibinya tentang pendidikan Yandy mau dilanjutkan kemana.
"Yandy nanti tamat SMA, mau kuliah dimana?" Tanya Bibinya Yandy kepada ibunya Yandy.
"Yandy katanya mau menjadi sutradara, dia mau kuliah di IKJ" Jawab ibunya Yandy Laurens.
"Nanti kalau tanah bibi sudah terjual. Biaya kuliah kamu biar bibi yang tanggung ya" Sambung bibinya Yandy.
Hal ini membuat Yandy Laurens bersemangat untuk mendaftar kuliah di IKJ. Namun, setelah lulus SMA dan mendekati ujian tes masuk IKJ, Yandy belum dikabari oleh bibinya. Yandy sedikit sedih, tetapi ia mencoba mengabari bibinya perihal tes masuk IKJ. Bibinya menjawab, "kenapa gak bilang? Belum laku sih tanahnya, tapi berangkat aja tes dulu, anggap jalan-jalan siapa tau last minute laku".
Tenyata, tes ujian masuk IKJ pada tanggal 16 Juni, tetapi Yandy dikasih tiketnya siang. Sehingga, Yandy sampai di Jakarta Pusat pada saat malam. Hal ini membuat Yandy menelpon IKJ untuk menanyakan tes masuk tersebut. Beruntungnya Yandy, ternyata tes masuknya diundur 1 minggu lagi dan pada akhirnya Yandy lulus di IKJ.
Siapa sangka? Ternyata Yandy menyukai penulis skenario dan sutradara pada saat semester 5, tentu hati kita bertanya-tanya, mengapa Yandy masuk IKJ? Kan ia menyukai dunia film di semester 5? Hal ini dikarenakan rasa potensi tadi pada masa SMA, ditambah lagi dengan buku menjadi sutradara yang ditulis oleh salah satu dosen di IKJ, hal ini membuat Yandy ingin masuk ke IKJ.
Yandy mulai belajar menulis skenario di semester 2 pada kelas penyutradaraan bersama Armantono. Ia mendalami materi pada saat di diklat yang dibuat oleh Armantono. Pada saat itu, Armantono percaya formal nulis naskah 3 babak saja dengan sudut pandang Aristoteles.Â
Kemudian, Yandy menambah wawasannya dalam menulis setelah film keluarga cemara, ia menerapkan menulis naskah dengan 8 sequence. Tentu, ilmu 8 sequence ini diterapkan Yandy Laurens pada film "Jatuh Cinta Seperti Di Film-Film". Hal ini yang membuat penulisan Yandy Laurens unik dan menarik untuk ditonton.