Mohon tunggu...
abdurrahmanawalul
abdurrahmanawalul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bachelor of Islamic Family Law

HMI Cab. Bogor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketahanan Pangan dan Masa Depan Indonesia: Mengatasi Stunting dan Distribusi yang Tidak Merata

28 Desember 2024   10:44 Diperbarui: 28 Desember 2024   10:23 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketahanan pangan global saat ini menjadi isu yang semakin mendesak seiring dengan adanya perubahan iklim, krisis sumber daya alam, dan ketimpangan distribusi pangan yang semakin lebar. Menurut laporan dari Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 828 juta orang di seluruh dunia mengalami kelaparan pada 2021. Ketimpangan dalam distribusi pangan sering kali memperburuk kondisi kemiskinan dan menyebabkan masalah sosial lainnya, seperti peningkatan angka kriminalitas dan ketidakstabilan politik. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan yang berfokus pada ketahanan pangan menjadi sangat penting untuk menjaga kestabilan dan kesejahteraan rakyat.

Di Indonesia, meskipun negara ini memiliki potensi besar dalam bidang pertanian, distribusi pangan yang tidak merata tetap menjadi masalah utama. Ketidaksetaraan akses pasar, infrastruktur yang buruk, dan kebijakan yang tidak memadai menyebabkan pangan yang diproduksi di daerah tertentu tidak dapat terdistribusi dengan baik ke daerah lainnya, terutama di daerah terpencil. Sebagai contoh, meskipun Indonesia memiliki banyak hasil pertanian, banyak daerah di Indonesia yang masih kesulitan mendapatkan pangan bergizi dengan harga yang terjangkau, terutama di daerah terpencil yang sulit dijangkau. Untuk itu, perlu adanya kebijakan yang lebih berpihak pada petani lokal dan distribusi pangan yang lebih efisien untuk menjangkau seluruh pelosok negeri.

Selain itu, masalah stunting (kekurangan gizi kronis pada anak) menjadi tantangan serius bagi negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Stunting tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik anak, tetapi juga berdampak pada perkembangan kognitifnya, yang pada gilirannya mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan perkembangan ekonomi negara di masa depan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi, meskipun sudah ada berbagai program untuk menanggulangi masalah ini. Penyebab stunting sangat kompleks dan melibatkan berbagai faktor, mulai dari pola asuh yang kurang tepat, kurangnya akses terhadap air bersih, sanitasi yang buruk, hingga kekurangan pangan bergizi.

Untuk mengatasi masalah stunting secara komprehensif, langkah yang lebih strategis perlu dilakukan. Program-program pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), telah menjadi langkah penting, namun tidak cukup hanya dengan pemberian bantuan pangan. Edukasi masyarakat mengenai pola makan yang bergizi sangat penting, terutama untuk ibu-ibu dan keluarga yang memiliki anak balita. Pola makan yang bergizi harus melibatkan konsumsi makanan dengan keberagaman yang seimbang, termasuk sayur, buah, protein, dan karbohidrat, yang mendukung perkembangan fisik dan otak anak.

Penting juga untuk menekankan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan anak sangat vital. Menurut World Health Organization (WHO), pemberian ASI adalah cara terbaik untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Namun, pemberian ASI sering kali terkendala oleh kurangnya edukasi, kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai, atau bahkan pandangan sosial yang tidak mendukung pemberian ASI secara eksklusif. Oleh karena itu, akses terhadap fasilitas kesehatan yang memadai dan edukasi kepada ibu-ibu tentang pentingnya pemberian ASI menjadi hal yang sangat penting dalam mencegah stunting.

Selain itu, faktor sanitasi dan air bersih yang layak juga tidak kalah pentingnya dalam mencegah masalah stunting. Akses terhadap air bersih dan sanitasi yang buruk dapat meningkatkan risiko penyakit diare dan infeksi lainnya yang dapat memperburuk status gizi anak. Data dari UNICEF menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 3 orang di dunia masih hidup tanpa akses ke sanitasi yang layak, yang menyebabkan peningkatan angka kematian anak akibat infeksi yang dapat dicegah. Di Indonesia, masalah akses air bersih dan sanitasi yang layak masih menjadi tantangan besar, terutama di daerah-daerah terpencil. Pembangunan infrastruktur yang memastikan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pembangunan nasional. Dengan adanya akses yang lebih baik terhadap air bersih dan sanitasi yang memadai, masyarakat akan lebih terlindungi dari penyakit yang mengancam kesehatan mereka, serta kualitas hidup mereka dapat meningkat.

Di samping itu, teknologi pertanian yang lebih efisien dan inovatif dapat menjadi solusi penting untuk meningkatkan ketahanan pangan. Dengan penggunaan teknologi seperti benih unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit, serta sistem irigasi yang lebih efisien, petani dapat meningkatkan hasil panen mereka meskipun dalam kondisi iklim yang kurang menguntungkan. Ini akan membantu memastikan ketersediaan pangan yang lebih stabil dan berkelanjutan. Selain itu, pengembangan infrastruktur penyimpanan yang memadai akan sangat membantu dalam mengurangi pemborosan hasil pertanian, serta mempercepat distribusi pangan ke daerah-daerah yang membutuhkan.

Namun, teknologi ini tidak akan efektif tanpa adanya dukungan yang kuat dari pemerintah dalam hal kebijakan dan infrastruktur. Penyuluhan kepada petani mengenai penggunaan teknologi dan cara-cara baru dalam bertani sangat diperlukan agar mereka dapat meningkatkan produktivitas pertanian mereka. Program-program penyuluhan yang melibatkan petani lokal dalam mengadopsi teknologi pertanian yang tepat guna dapat membantu mereka lebih mandiri dan mengurangi ketergantungan pada pasokan pangan dari luar daerah. Begitu juga dengan pembangunan jalan dan fasilitas distribusi pangan yang memadai, yang memungkinkan pangan dapat sampai ke konsumen dengan harga yang stabil dan terjangkau.

Dalam perspektif Islam, menjaga kesehatan tubuh adalah bagian dari ibadah. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kebersihan, memperhatikan pola makan yang baik, serta berbagi dengan sesama. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman dalam Surah Al-A'raf (7:31): "Hai anak-anak Adam, pakailah perhiasanmu setiap kali kamu memasuki masjid, dan makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya, Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." Konsep moderasi dalam makan ini tidak hanya untuk menjaga kesehatan tubuh, tetapi juga untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Selain itu, Islam juga menekankan pentingnya kebersihan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal makanan. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang berkata, "Kebersihan adalah bagian dari iman" (HR. Muslim), maka makanan yang dikonsumsi harus bersih, baik dari sisi kualitas bahan maupun cara pengolahannya. Makanan yang halal dan bergizi tidak hanya mendukung kesehatan tubuh, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup umat manusia, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara umum.

Mengatasi masalah ketahanan pangan dan stunting memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan melibatkan semua pihak. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang inklusif dan berbasis pada data yang akurat, serta memastikan bahwa kebijakan tersebut berpihak pada masyarakat, khususnya yang berada di daerah-daerah terpencil. Sektor swasta juga memiliki peran yang penting, baik dalam hal investasi dalam teknologi pertanian maupun pengembangan pasar pangan lokal. Masyarakat sendiri harus berperan aktif dalam menjaga kesehatan mereka dan keluarga melalui konsumsi makanan yang bergizi, serta berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan yang mendukung ketahanan pangan.

Dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan dan stunting, kebijakan pembangunan yang terpadu dan melibatkan seluruh sektor sangat diperlukan. Pembangunan yang holistik dan berkelanjutan, yang tidak hanya mengandalkan sektor pangan saja, tetapi juga sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, akan menciptakan solusi yang lebih efektif dan menyeluruh. Kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta harus ditingkatkan untuk menciptakan sistem pangan yang adil, sehat, dan berkelanjutan. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan mengatasi masalah ketahanan pangan serta stunting secara lebih efektif di masa depan.

Abdurrohman Awalul
Peserta Training Raya HMI Cabang Bogor 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun