Dan Hamid menambahkan bahwa gagasan Nurchlosh Madjid berasal dari teologi Protestan. Nurcholish menjadikan buku Harvey Cox, The Secular City sebagai rujukan. (Lihat Misykat, hal 190)
Beberapa cendekiawan yang belajar di Barat dan hendak memajukan negerinya ketika pulang, seolah tak berjalan sesuai keinginan karena telah tercemar paham sekularisme.
Banyak sekali gagasan yang menimbulkan perdebatan publik, tapi mirisnya hal tersebut seakan mendapat antusias dan apresiasi luar biasa dari masyarakat, karena dianggap lebih kekinian dan memihak kepada kemajuan negara.
Dampak Buruk Sekularisme
Abdullah Ahmed An-Naim sempat mempromosikan wacana persahabatan antara sekularisme dengan dalam bukunya Islam dan Negara Sekular:Menegosiasikan Masa Depan Syariat.
Gagasan yang menyelipkan paham relativisme, dengan menyelipkan pesan bahwa syariat adalah produk ijtihad yang relatif, dengan alasan ijtihad merupakan hasil buatan ulama klasik dan tidak relevan untuk masa sekarang.
Berbagai peluang wacana sekularisasi terhadap sistem bernegara dengan menafikan syariat sebagai napasnya telah merampas keharmonisan. Alih-alih ingin mempromosikan kemanusiaan dan mewujudkan keharmonisan, justru konflik dan kebebasan yang akan merusak batasan yang berlaku dalam kehidupan.
Sekalipun, penduduk negara tidak semuanya beragama Islam, konsep sekularisasi telah jelas menciderai tatanan negara yang harmonis. Adanya penolakan terhadap sekularisme tidak menjadikan pemaksaan terhadap suatu negara tersebut mengubah menjadi Negara Islam. Jika dilihat secara historis, asal sekularisme justru dari pemisahan antara aturan gereja dengan masyarakat.
Dari sejarah awal sekularisme kemudian paham tersebut yang meracuni negeri muslim, hingga cendekiawan muslim yang membawa gagasan Barat tersebut ke tanah air, dapat disimpulkan bahwa paham yang sejak awal lahir dari dendam tidak akan cocok untuk menciptakan keharmonisan apalagi sikap nasionalis.