Minat Baca di Indonesia
Minggu kemarin (15/5), Goodreads Indonesia mengadakan acara bertajuk "Book Blind Date". Setiap peserta yang datang diharuskan membawa buku yang dibungkus kertas cokelat dan memberikan hint singkat pada paket bukunya. Pada saat acara, peserta diberikan kesempatan untuk memilih paket buku sesuai hint yang paling menarik mereka. Setelah itu, peserta diminta menjelaskan paket buku yang didapat dan apakah buku itu jodoh mereka atau bukan, seperti blind date. Acara yang dihadiri sekitar 20 orang itu diselingi dengan games berhadiah buku dan voucher e-book.
Acara tersebut sebenarnya ajang tukar buku seperti yang biasa diadakan oleh komunitas tersebut hanya saja dengan konsep berbeda. Tujuannya untuk mempertemukan para pembaca juga membuat acara seru yang tidak hanya berbasis daring, tetapi juga kopi darat.
"Book Blind Date" merupakan satu dari banyaknya kegiatan komunitas buku untuk mengentaskan minat baca di Indonesia yang rendah. Sejak 2012, Indonesia ditakut-takuti survey yang menyatakan minat baca masyarakatnya rendah, lebih rendah dari India dan Thailand. Rata-rata lama membaca buku masyarakat Indonesia hanya 6 jam per minggu (Kompas 15/9/2015). Selain itu survey juga menunjukkan bahwa hanya 1 dari 1.000 orang di Indonesia yang memiliki minat baca serius dengan rata-rata kurang dari satu buku yang dibaca per tahun (UNESCO 2012).
Angka-angka tersebut sungguh memprihatinkan mengingat penerbit buku dan bentuk literasi lain di Indonesia begitu gencar menerbitkan buku. Gramedia Pustaka Utama, misalnya, bisa menerbitkan lebih dari 20 buku setiap bulan dalam beragam genre. Tapi adakah yang membaca buku-buku tersebut?
Masih Ada Harapan
Sebenarnya, acara-acara semacam "Book Blind Date" sudah banyak digalakkan. Entah dalam bentuk dan konsep apa pun, komunitas dan pegiat literasi selalu memiliki cara agar komunitas dan orang-orang di sekitarnya mengenal buku dengan sisipan tugas menyebarkan virus membaca. Tidak hanya komunitas. Beberapa waktu lalu, pagelaran bazar buku asal Malaysia, Big Bad Wolf Books, mampir ke Indonesia. Tujuan utama penyelenggaraan bazar buku impor dengan harga miring ini adalah menjual buku dengan harga murah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Jangan lupakan Kuda Pustaka dan Perahu Pustaka yang dengan cuma-cuma memberikan akses membaca kepada masyarakat desa terpencil. Mulia betul.
Bila dilihat dari berbagai macam cara yang dilakukan, membaca sebenarnya masih bisa digalakkan. Dengan pendekatan-pendekatan yang taktis, seperti berbagai macam acara dan bazar buku, diharapkan dapat menggaet masyarakat Indonesia mengenal buku dan mulai mencoba membaca. Setelah seperti itu, siapa yang tidak optimis kelak membaca menjadi budaya di Indonesia? Tentu saja itu berbanding lurus dengan minat membeli buku yang turut meningkat.
Selamat Hari Buku Nasional
Tunggu, saya sangsi Anda tahu bahwa setiap 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Pada 1980, Menteri Pendidikan Nasional, Abdul Malik Fajar, meresmikan Perpustakaan Nasional dan pada saat yang sama mencanangkan tanggal tersebut sebagai Hari Buku Nasional. Ide awalnya datang dari segolongan pecinta buku dengan membawa panji-panji meningkatkan minat baca Indonesia dan angka jual buku.
Paradigma bahwa membaca itu mahal dan membosankan bisa diberantas dengan berbagai cara. Dan hari ini, yakinlah para pegiat buku masih terus melakukan terobosan agar membaca menjadi budaya yang mengilhami. Pemerintah sudah mencanangkan kegiatan 15 menit membaca sebelum beraktivitas. Selain itu, dengan derasnya arus teknologi informasi dan komunikasi, buku digital sudah mulai menjadi gaya hidup untuk para penggemar baca bermobilitas tinggi. Salah satu platform penyedia buku digital adalah SCOOP. Tidak hanya buku, terdapat pula majalah dan koran digital untuk dibaca kapan saja dan di mana saja. SCOOP juga mulai melakukan gerakan "15 menit membaca bersama SCOOP" untuk mendorong gerakan membaca nasional seperti yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Anies Baswedan.