Buya Hamka menuturkan bahwa ardzalil ‘umur disebutkan dua kali di dalam Al-Qur’an, yaitu QS. An-Naḥl (16) ayat 70 dan QS. Al-Ḥajj (22) ayat 5. Tentang ardzalil ‘umur itu, Ibnu Abbas berkata:
“Asalkan ia taat kepada Allah pada masa-masa mudanya, meskipun ia sudah tua dan pikun, akalnya sudah tidak jalan lagi, tapi untuknya masih tetap dituliskan amal salehnya sebagaimana di waktu mudanya itu jua. Dan tidaklah ia akan dianggap berdosa lagi atas perbuatannya di waktu akalnya tidak jalan lagi atau pikun. Sebab, ia adalah beriman dan taat kepada Allah di masa mudanya.”
Kemudian Buya Hamka mengemukakan satu hadis yang diriwayatkan juga oleh Ibnu Abbas dan Ikrimah. Bunyi hadisnya sebagai berikut:
"Barang siapa yang mengumpulkan Al-Qur’an tidaklah akan dikembalikan kepada ardzalil ‘umur, kepada tua pikun, Insya Allah!”
Berhubungan dengan hadis di atas, Buya Hamka menceritakan pengalamannya. Buya Hamka menuturkan bahwa saudara perempuan ayahnya, Uaik Tuo Aisyah (begitu Buya Hamka menyebutnya), meninggal dunia dalam usia 86 tahun.
Sejak beberapa tahun sebelum meninggal dunia, Uaik Tuo Aisyah mengalami gangguan pendengaran sehingga tak dapat mendengar pembicaraan orang terhadapnya. Namun, sejak masih gadis, Uaik Tuo Aisyah menuruti ajaran ayahnya, yaitu mewiridkan bacaan Al-Qur’an sekhatam-khatamnya.
Jika tidak ada kesempatan membaca Al-Qur’an dengan mushaf atau sedang dalam kondisi berat untuk mengkhatamkannya, Uaik Tuo Aisyah pun membaca secara berulang-ulang surat-surat yang dihapalnya di luar kepala, di antaranya surat Yāsīn, Al-Wāqi’ah, Al-Kahf, Al-Mulk, dan beberapa surat lainnya.
Walaupun Uaik Tuo Aisyah sudah tua dan mengalami gangguan pendengaran, tapi beliau tidak pikun. Lihat saja, ia masih lancar mengulang-ulang surat-surat yang sudah dihapalnya, meskipun usianya sudah tua.
Itulah aktivitas beliau sehari-hari, hanya membaca Al-Qur’an. Kondisi yang sudah tua dan gangguan pendengarannya tidak menjadi hambatan baginya untuk terus berinteraksi dan dekat dengan Al-Qur’an.
Buya Hamka menceritakan bahwa setelah Uaik Tuo Aisyah sakit akan meninggal dunia, mulutnya masih komat-kamit membaca Al-Qur’an. Bahkan, beberapa jam lagi akan menutup mata, Uaik Tuo Aisyah masih sempat tersenyum dan berkata bahwa ia mendengar suara-suara bacaan Al-Qur’an yang begitu indah dan merdu.
Kemudian Uaik Tuo Aisyah meminta anak-cucunya mengelilinginya dan ikut berdiam diri mendengarkan bacaan Al-Qur’an tersebut. Padahal bacaan itu tidak didengar oleh mereka. Lalu Uaik Tuo Aisyah pun meninggal dunia dalam keadaan senyum, barangkali mendengar suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu.