Hari esok itu misteri. Tidak ada seorang pun yang tahu, apa yang akan terjadi di hari esok. Kita hanya bisa berencana. Apa yang terjadi esok? Wallahu a’lam.
Rencana yang kita buat hari esok, boleh jadi benar-benar terealisasi dengan baik, tapi boleh jadi juga tidak terealisasi. Terealisasi karena atas izin Allah, tidak terealisasi pun karena atas kehendak-Nya.
Misteri hari esok itu benar-benar tak dapat kita intip meskipun hanya setitik lubang halus. Kecuali memang jika kita meyakini ramalan bodong si tukang tenung yang tak ada ujung pangkal itu.
Tabiat buruk kita, kadang suka menghayal tentang hari depan. Macam-macam yang dihayalkan. Kalau sudah menghayal, langit ke tujuh pun bisa tembus. Padahal, kaki kanan masih bergontai bertumpu di atas tempurung lutut kaki kiri, sementara badan terbaring di atas kasur empuk dengan dua bantal mengalas kepala. Aduhai, nikmat mana lagi yang kita dustakan?
Andaikata, kita hidup hanya untuk menghayal, sungguh hidup ini benar-benar menjemukan. Bak seperti hidup katak dalam tempurung. Disangkanya sudah ke mana-mana, padahal hanya terkungkung dan terkurung di ruang gelap tak tembus cahaya.
Barangkali inilah hikmahnya Allah merahasiakan hari esok. Misteri hari esok itu menuntut kita hidup berbuat seoptimal mungkin pada hari ini, mengisinya dengan berbagai kebajikan yang diperkenankan-Nya.
Sebab, hanya hari inilah milik kita. Hari esok hanya dalam genggaman Allah. Jika hari esok Allah mentakdirkan untuk kita, maka isilah lagi ia dengan berbagai kebajikan. Begitulah terus menerus, hingga hari esok itu benar-benar sudah tak ada lagi untuk kita.
Kebajikan-kebajikan yang telah kita lakukan pada hari-hari yang lalu itu akan dicatat oleh Allah sebagai kebajikan yang berarti. Catatan kebajikan itu akan memberatkan timbangan amal saleh kita. Orang-orang yang berat timbangan amal salehnya niscaya akan dimasukkan ke dalam surga-Nya. Sungguh, kenikmatan yang hakiki. Mereka tenang di dalamnya untuk selama-lamanya.
Al-Qur’an menyatakan: “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan”, (QS. 101: 6-7).
Sebaliknya, orang-orang yang hidup hanya penuh dengan khayalan, hari-hari lalu yang telah mereka lewati itu, sama sekali tidak melakukan kebajikan yang berarti, malah banyak melakukan keburukan-keburukan, perbuatan maksiat, dan dosa.