Keluarlah sekali dalam seminggu bersama keluarga untuk berekreasi. Dengan rekreasi Anda akan lebih dekat dengan anak-anak. Kesegarannya akan memperbaharui gairah hidup, dan akan membuang kejemuan.
Quotes di atas saya kutip dari buku La Tahzan karya Dr 'Aidh Al-Qarni . Saya tahu, meskipun kutipan nasihat di atas bukan disampaikan khusus buat saya, tapi saya seperti tersindir oleh untaian nasihat itu saat membacanya.
Pasalnya, saya bukanlah orang yang senang rekreasi, mungkin lebih tepatnya punya cara tersendiri dalam berekreasi.
Memang sejak dulu, saya jarang ke mana-mana, apalagi pergi keluar tanpa tujuan yang jelas, bahkan saat diajak teman-teman pun, kadang saya lebih senang memilih diam di kamar.
Boleh jadi, sikap saya yang demikian itu, jika dibaca oleh seorang psikolog, menunjukkan pribadi saya yang tertutup. Bisa jadi benar, tapi nggak selalu benar.
Ternyata, kebiasaan saya lebih baik diam di rumah itu berlanjut juga setelah menikah. Alhasil, sempat pula beberapa kali, mungkin, istri kesal dengan saya.
Sebab, tiap akhir pekan saya hampir nggak punya rencana apa pun untuk rekreasi barang sebentar bersama istri. Suami macam apalah saya ini, hehe.
Sebenarnya saya menyadari ini. Tapi, entahlah, saya memang benar-benar nggak tertarik. Padahal sangat perlu, sekali-kali kita rekreasi ke alam atau ke tempat-tempat wisata lainnya untuk melepas penat karena disibukkan dengan hari-hari kerja.
Anehnya saya, justru di akhir pekan itulah waktu yang tepat buat saya istirahat full time di rumah, nggak ke mana-mana.
Seiring berjalannya waktu, saya benar-benar mulai memahami kenapa rekreasi itu sangat penting buat yang sudah berumah tangga, apalagi kalau sudah punya anak.
Kebanyakan ketidakharmonisan dalam keluarga itu terjadi akibat kurang piknik atau rekreasi. Suami istri sering cekcokan, anak meraung uring-uringan akibat kejemuan aktivitasnya di rumah dan sebagainya itu adalah gejala-gejala orang kurang piknik, kurang rekreasi.