Berbuat baik ternyata nggak gampang. Besar godaannya. Nafsu jahat selalu siaga menjalankan tugasnya: menggiring manusia kepada keburukan.
Itulah tantangannya. Sudah menjadi sunnatullah kehidupan. Selalu saja terjadi tarik menarik antara sifat fujur dan sifat takwa.
Allah SWT berfirman:
"Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya." (QS. 91: 8-10)
Sebagai Mukmin, kita patut bangga, sebab dua jalan yang diilhamkan-Nya itu semata-mata untuk menyempurnakan keimanan kita.
Iman kita nggak sempurna, jika nggak ada sifat takwa dalam diri kita. Iman kita pun nggak akan sempurna, jika masih ada sifat fujur dalam diri kita.
Oleh sebab itu, dalam banyak ayat Al-Qur'an, penyebutan kata iman selalu digandeng dengan amal saleh. Amal saleh adalah representasi dari jalan ketakwaan itu.
Iman identik dengan pengakuan hati dan lisan kita. Sementara amal saleh adalah bukti iman kita, melalui pengakuan hati dan lisan itu, yang diimplementasikan dengan anggota badan.
Jalan ketakwaan adalah jalan yang ditempuh oleh para nabi, para syuhada, dan orang-orang saleh. Jalan inilah jalan orang-orang yang memperoleh kenikmatan dari Allah SWT.
Itulah sebabnya dikatakan dalam QS. Asy-Syams (91) ayat 9, orang-orang yang membersihkan jiwanya dengan sifat-sifat takwa akan mendapatkan keberuntungan. Beruntung di dunia, beruntung pula di akhirat.