Mohon tunggu...
Abdur Rauf
Abdur Rauf Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIQ Kepulauan Riau

Aku berkarya, maka aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seni Mengelola Prasangka

27 Desember 2024   18:00 Diperbarui: 27 Desember 2024   18:01 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasangka (Sumber: Meta AI)

Saya tidak tahu, di mana ketenangan dapat ditemukan bagi mereka yang selalu berprasangka buruk?

Apa justru sebaliknya ya, karena sudah terbiasa, malah dengan prasangka buruknya itu ia jadi tenang? Hehe. Rasanya tidak mungkin.

Sebenarnya, tidak jadi soal kalau buat proteksi diri, malah yang begini adalah keharusan.

Yang jadi soal, jika berlebihan dan berlarut, maka ini akan berdampak negatif bagi jiwa.

Menurut para ahli jiwa, prasangka buruk yang berlarut membuat hati selalu cemas, gelisah, tidak tenang, dan efek-efek negatif lainnya.

Bayangkan, jika hidup kita selalu diliputi kecemasan, kegelisahan, dan ketidaktenangan? Repot.

Demikianlah Islam, soal prasangka pun, kita dituntun untuk mengelolanya dengan baik supaya hati dan pikiran kita tetap terjaga dan terpelihara dari prasangka buruk itu.

Al-Qur'an menyeru: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS. 49: 12)

Prasangka hanya akan menjauhkan kita dari kebenaran. Jika jauh dari kebenaran, maka prasangka bisa jadi fitnah. Tak jarang, prasangka yang buruk itu menyulut api permusuhan.

Islam Agama Perdamaian

Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam adalah agama perdamaian, bukan agama yang mengumbar permusuhan.

Oleh sebab itu, sebagai Mukmin hendaknya kita senantiasa memegang teguh nilai-nilai keislaman itu dan berusaha menghindari sikap, ucapan, maupun tindakan yang dapat memicu perselisihan dan permusuhan, apalagi di internal umat Islam itu sendiri.

Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan berpegang-teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. 3: 103)

Ayat di atas mengingatkan kita bahwa betapa pentingnya menjaga tali persaudaraan. Persaudaraan adalah nikmat terbesar yang telah dianugerahkan Allah SWT yang mesti kita syukuri.

Di saat yang sama pula, Allah SWT dengan tegas mengingatkan jangan sampai kita berpecah-belah. Oleh sebab itu, supaya perpecahan tidak terjadi, hendaknya kita bersatu padu dan berpegang teguh pada tali Allah.

Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “tali Allah” ialah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Realitas saat ini, kita sering dipertontonkan dengan hal-hal yang dapat mencederai nilai-nilai persaudaraan itu. Berseteru yang tak berkesudahan hanya karena perbedaan pandangan, perbedaan pilihan politik, dan seterusnya.

Padahal sebenarnya perbedaan itu bukanlah menjadi sebab timbulnya permusuhan. Hanya saja kita yang belum dewasa dalam menyikapi perbedaan itu. 

Seharusnya kita menyadari bahwa perbedaan merupakan sunnatullah. Bukankah Allah SWT menciptakan kita menjadi beragam suku dan bangsa agar kita saling mengenal?

Sejatinya, Allah SWT menjadikan keragaman itu supaya kita saling mengenal, bukan untuk saling membenci dan bermusuhan. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

“Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. 49: 13)

Nilai-nilai moral yang tertuang dalam al-Hujurat ayat 12 dan 13 di atas harus kita tegakkan dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Dengan demikian, maka akan wujudlah sebuah tatanan masyarakat yang elok, sehat, dan harmoni. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun