Mohon tunggu...
Titin
Titin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa hukum

Mahasiswa hukum universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Hukum Administrasi Negara atas Kebijakan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor

16 Desember 2024   14:34 Diperbarui: 16 Desember 2024   14:34 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulai 5 Januari 2025, pemerintah akan memperkenalkan dua jenis pajak tambahan baru untuk kendaraan bermotor, yaitu Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Kebijakan ini menjadi implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal. Namun, kebijakan ini juga memunculkan berbagai pertanyaan dan tantangan yang berkaitan dengan penerapannya, baik dari sisi hukum administrasi negara maupun respons masyarakat sebagai wajib pajak.  

Dalam sistem hukum administrasi negara, kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk memenuhi prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan adanya opsen PKB dan BBNKB, pemerintah daerah memiliki peluang lebih besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dana yang dihasilkan dapat digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, memperbaiki pelayanan publik, dan memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Opsen ini dirancang untuk memberikan insentif fiskal kepada daerah kabupaten dan kota dalam mengelola sumber daya keuangannya secara mandiri. Namun, dalam pelaksanaannya, muncul permasalahan yang membutuhkan pengawasan ketat, terutama dalam memastikan dana yang terkumpul benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat.  

Penerapan pajak tambahan ini juga memengaruhi struktur biaya yang harus ditanggung oleh pemilik kendaraan bermotor. Dengan tambahan dua komponen pajak ini, total pembayaran yang harus dilakukan menjadi tujuh komponen, termasuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Opsen PKB, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Opsen BBNKB, biaya administrasi, tarif nomor kendaraan, dan sumbangan wajib dana kecelakaan. Kenaikan jumlah pembayaran ini dikhawatirkan akan menambah beban masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sedang tertekan akibat inflasi dan ketidakstabilan global.  

Dari sisi hukum, kebijakan ini juga membawa tantangan dalam penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), seperti asas keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Masyarakat mempertanyakan apakah dana hasil pajak tambahan ini akan dikelola secara efisien dan dialokasikan untuk kepentingan publik, seperti perbaikan infrastruktur jalan yang rusak. Respons masyarakat terhadap kebijakan ini cenderung beragam. Sebagian masyarakat mendukung dengan syarat dana tersebut digunakan untuk pembangunan yang jelas dan bermanfaat. Namun, sebagian lainnya merasa keberatan, terutama mereka yang berada dalam kondisi ekonomi yang sulit. Ketidakjelasan mengenai alokasi dan penggunaan dana pajak ini menjadi salah satu penyebab utama keraguan di kalangan masyarakat.  

Di sisi lain, kebijakan ini tidak berlaku di wilayah Jakarta karena Jakarta tidak memiliki kabupaten atau kota administratif. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kesetaraan perlakuan antar daerah. Bagaimana dengan wilayah perkotaan lain yang memiliki struktur administratif berbeda? Apakah ada mekanisme untuk menyelaraskan kebijakan ini di seluruh Indonesia tanpa menciptakan ketimpangan antara daerah?  

Tarif maksimum untuk opsen PKB dan BBNKB juga menjadi perhatian. Dengan tarif maksimum 1,2% untuk PKB dan 12% untuk BBNKB, pemerintah daerah memiliki fleksibilitas dalam menentukan tarif yang sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat setempat. Namun, fleksibilitas ini juga membuka peluang penyalahgunaan wewenang jika tidak disertai dengan mekanisme pengawasan yang ketat. Pengawasan yang kurang efektif dapat berujung pada kebijakan yang memberatkan masyarakat tanpa memberikan manfaat yang sebanding. 

Secara keseluruhan, kebijakan ini menunjukkan kompleksitas hubungan antara pusat dan daerah dalam konteks hukum administrasi negara. Di satu sisi, kebijakan ini bertujuan untuk mendukung desentralisasi fiskal dan meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan. Di sisi lain, kebijakan ini membutuhkan pengawasan yang cermat agar tidak menimbulkan ketimpangan atau penyalahgunaan wewenang. Keberhasilan implementasi opsen PKB dan BBNKB akan sangat bergantung pada komitmen pemerintah untuk menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, memastikan alokasi dana yang tepat sasaran, dan memberikan edukasi yang memadai kepada masyarakat mengenai pentingnya kontribusi pajak untuk pembangunan daerah. 

Kebijakan ini juga menantang pemerintah untuk membangun kepercayaan masyarakat, terutama dalam konteks pengelolaan dana publik. Jika masyarakat yakin bahwa dana pajak digunakan untuk kepentingan mereka, seperti pembangunan infrastruktur jalan yang lebih baik, maka dukungan terhadap kebijakan ini dapat meningkat. Sebaliknya, jika dana tersebut dikelola dengan buruk atau tidak transparan, maka kebijakan ini berisiko menimbulkan resistensi di masyarakat. Pemerintah harus mampu menjawab tantangan ini dengan pendekatan yang transparan, adil, dan bertanggung jawab, sehingga kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat yang nyata bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

   Penulis: Titin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun