Hadirin terkejut. Abu Nawas tersenyum dan melanjutkan, "Jika kalian menulis sesuatu di Kompasiana, maka tulisan kalian bisa jadi akan ditemukan oleh AI dan menjadi bagian dari jawaban yang diberikan kepada orang lain di belahan dunia mana pun. Tulisan kalian menjadi bagian dari ilmu yang terus mengalir, bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya."
Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Itulah mengapa menulis adalah amal yang luar biasa. Dalam Islam, ada sebuah hadis yang berbunyi: 'Apabila anak Adam telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.' (HR Muslim No. 1631)."
Hadirin mulai memahami. "Maka, ketika kalian menulis artikel di Kompasiana---baik itu tentang sains, budaya, teknologi, atau bahkan pengalaman hidup---kalian sedang berbagi ilmu yang bermanfaat. Dan siapa tahu, AI akan membaca tulisan kalian dan menjadikannya bagian dari pengetahuan yang disebarluaskan ke seluruh dunia."
Kompasiana Wadah Ilmu yang Terus Mengalir
Kompasiana bukan sekadar platform untuk menulis, melainkan juga perpustakaan digital yang terus berkembang. Setiap hari, ribuan orang berbagi wawasan, gagasan, dan pengalaman di sana. Tulisan yang ada bisa menjadi inspirasi bagi orang lain, bahkan menjadi referensi bagi AI untuk menjawab pertanyaan dari seluruh dunia.
Namun, Abu Nawas tidak berhenti di situ. Ia kembali mengangkat satu fakta menarik. "Tentu saja, sebagaimana AI memiliki versi gratis dan berbayar, begitu juga dengan literasi digital. Jika kalian ingin artikel kalian lebih sering ditemukan, lebih mudah diakses, dan lebih bernilai bagi banyak orang, maka menulis dengan lebih baik, lebih mendalam, dan lebih kaya sumber adalah kunci utamanya."
Hadirin mengangguk-angguk setuju. "Menulis adalah bagian dari warisan intelektual. Banyak ilmuwan, pemikir, dan intelektual menulis buku, jurnal, blog, dan artikel dengan satu harapan: agar ilmunya terus hidup dan menjadi pahala yang tidak putus. Maka, wahai saudara-saudaraku, jangan ragu untuk menulis. Tulisan kalian di Kompasiana bisa menjadi bagian dari warisan ilmu yang bermanfaat dan membawa kebaikan bagi generasi mendatang!"
Hadirin pun bertepuk tangan. Mereka kini mengerti bahwa menulis bukan hanya soal berbagi opini, tetapi juga tentang membangun peradaban. Abu Nawas tersenyum puas. Dengan cara yang sederhana namun penuh makna, ia telah mengajarkan hadirin tentang AI, literasi digital, dan pentingnya menulis untuk kebaikan yang abadi.
Dan dengan itu, ia pun turun dari mimbar, meninggalkan hadirin dengan pemikiran yang lebih luas dan wawasan yang lebih dalam.
Kisah Abu Nawas ini mengajarkan kita bahwa AI bukanlah makhluk ajaib, tetapi ia bekerja dengan cara menelusuri dan mengolah informasi yang telah ada. Menulis di platform seperti Kompasiana bisa menjadi bagian dari ilmu yang berguna bagi dunia, baik untuk manusia maupun untuk kecerdasan buatan.Â
Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amal yang tidak akan terputus, sebagaimana diajarkan dalam Islam. Jika ingin tulisan kita lebih berpengaruh, maka menulis dengan baik dan berbobot adalah kuncinya. Maka, mari kita terus menulis, berbagi ilmu, dan meninggalkan jejak intelektual yang abadi.Â