Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bisnis Law

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

King Maker Vs Bagong, Perebutan Pengaruh di Era Modern.

29 Januari 2025   06:44 Diperbarui: 29 Januari 2025   06:44 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pagar laut adalah salah satu contoh bagaimana Pertempuran bagong (foto : Kompas.com).

Istilah king maker sering kali muncul dalam diskusi politik, sejarah, dan budaya, merujuk pada sosok atau kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam menentukan siapa yang akan memegang kekuasaan. 

Meski tidak tampil langsung sebagai pemimpin, peran mereka di balik layar sering kali menjadi kunci keberhasilan sebuah kepemimpinan. Namun, bagaimana jika pengaruh ini ditantang oleh kekuatan lain? Sebuah kekuatan yang lahir dari suara rakyat, keberanian, dan kebenaran. Di sinilah Bagong, simbol keberanian rakyat, tampil sebagai lawan sejati para king maker.

Bagong adalah tokoh Punakawan dalam cerita pewayangan. Oleh Ki Seno Nugroho, tokoh Bagong dimasukkan dalam substansi cerita pewayangan dengan karakter yang kuat dan unik. Kali ini, Bagong adalah rakyat jelata yang menyuarakan kebenaran. 

Tanpa rasa takut, siapapun akan dilawan jika menyangkut kebenaran, tidak saja manusia, bahkan dewa pun dilawan oleh Bagong. Dalam analogi ini, Bagong adalah representasi dari media dan netizen, yang juga menjadi simbol suara rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi, Vox Dei).

Media sosial dan kekuatan opini publik menjadi medan pertempuran baru, di mana rakyat bersatu melawan kekuatan besar yang mencoba menguasai jalannya kekuasaan. Dalam narasi ini, Bagong adalah harapan rakyat, senjata kebenaran yang siap menerjang siapa saja tanpa kompromi.

Sembilan Naga King Maker Politik Indonesia

Dalam politik Indonesia, istilah Sembilan Naga sering digunakan untuk menggambarkan kelompok oligarki yang memiliki pengaruh besar. Mereka disebut-sebut mampu menentukan arah kebijakan, mendukung kandidat, dan bahkan mengontrol jalannya demokrasi.

Bagi sebagian pihak, Sembilan Naga hanya mitos, tetapi narasi ini terus berkembang. Apakah benar ada kekuatan besar yang mengatur dari balik layar, atau ini hanya ilusi? Meski pengaruh oligarki nyata, demokrasi Indonesia masih memberi ruang bagi rakyat untuk menentukan pemimpin mereka.

Bagong, Rakyat yang Tak Kenal Takut

Di era modern, Bagong adalah simbol rakyat yang melawan ketidakadilan. Bagong bukan sekadar tokoh Punakawan dalam cerita pewayangan; ia adalah representasi dari rakyat biasa yang tak kenal takut melawan penguasa yang zalim. Bagong tidak peduli pada kekuasaan formal seperti DPR, MK, atau Presiden. Prinsipnya sederhana: "Kalau benar, matipun aku bela."

Ketika king maker berusaha mengatur jalannya kekuasaan dari balik layar, Bagong hadir sebagai pembawa terang. Ia tidak bisa dirayu, dibujuk, atau dihentikan. Bagong adalah suara rakyat yang meledak ketika ketidakadilan tidak lagi bisa ditoleransi. Media dan netizen menjadi alat perang Bagong, menggempur narasi-narasi palsu dan menghantam siapa saja yang mencoba membungkam kebenaran.

Bagong, sebagai suara media dan netizen, harus tetap menyuarakan kepentingan rakyat dengan jujur, ikhlas, dan tanpa drama. Ia menjadi kekuatan moral yang menjaga keseimbangan kekuasaan.

Pagar laut adalah salah satu contoh bagaimana Pertempuran bagong (foto : Kompas.com).
Pagar laut adalah salah satu contoh bagaimana Pertempuran bagong (foto : Kompas.com).
Benturan Tak Terhindarkan dan Suara Rakyat

Pejabat mana yang tidak takut dengan Bagong? Mereka mencoba merayu, membuat narasi agar ia diam, bahkan menciptakan kebijakan untuk meredam gejolak rakyat. Tetapi Bagong tidak bisa dikendalikan. Ketika ia bertindak, kekuatannya seperti gunung es yang menghancurkan siapa saja yang mencoba menghalangi jalannya.

Semua kebijakan sering kali bertujuan untuk memastikan Bagong tetap diam, tidak terusik. Namun, Bagong adalah simbol keberanian rakyat yang memiliki kesaktian untuk menggempur siapa saja yang mencoba menghalangi kebenaran. 

Media sosial menjadi senjata utama Bagong di era modern. Netizen, sebagai pasukan Bagong, menggoyang fondasi kekuasaan para king maker. Viralnya isu-isu penting membuktikan bahwa rakyat kini memiliki alat untuk melawan manipulasi realitas.

Ketika rakyat bersatu, tidak ada kekuatan yang mampu menahan mereka. Bagong, dengan keberanian dan kejujurannya, mengajarkan bahwa suara rakyat adalah kekuatan sejati. 

Pada akhirnya, Bagong adalah harapan rakyat, pengingat bahwa keberanian dan kebenaran lebih kuat dari segala bentuk manipulasi. Inilah kemenangan Bagong: suara rakyat yang tak terbendung, mengalahkan king maker di setiap arena, dari mistis hingga digital.

Ingat, korupsi timah, e-KTP, Harun Masiku, pagar laut, pagar pulau... Bagong akan melawan dengan dua senjata saktinya: media dan netizen, yang terbukti ampuh. Jangan berlindung di Senayan, apalagi di bawah undang-undang. 

Bagong siap menerjang. Suara rakyat tidak akan dibungkam. Bagong adalah simbol perjuangan kebenaran yang akan terus menggempur mereka yang mencoba memanipulasi dan menindas. Karena pada akhirnya, rakyat adalah raja sejati, dan kebenaran adalah senjata yang tak terkalahkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun