Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bisnis Law

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sharenting, Bagian Gaya Hidup dan Validasi Emak-Emak Sosialita

28 Januari 2025   05:57 Diperbarui: 28 Januari 2025   11:35 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suami jadi Korban emak emak (Foto: pexels.com)


Sharenting, alias kebiasaan orang tua membagikan momen anak di media sosial, telah menjadi bagian penting dari gaya hidup emak-emak sosialita. Dalam dunia digital ini, setiap aktivitas---mulai dari foto anak yang lucu, suami yang "candid" tapi diarahkan, hingga selfie bareng besti di kafe estetik---jadi bahan unggahan yang selalu diburu like. 

Media sosial adalah panggung, dan setiap like serta komentar positif adalah bukti bahwa kehidupan mereka terlihat seru, bahagia, dan penuh gaya. Namun, apakah semuanya benar-benar seindah itu? Di balik layar, ada drama kecil dan cerita lucu yang seringkali lebih menarik daripada unggahan itu sendiri.

Anak Sebagai Bintang Utama

Anak adalah pusat perhatian dalam sharenting. Semua momen anak dianggap layak untuk diabadikan dan diunggah, mulai dari foto belepotan saat makan bubur hingga video jatuh bangun belajar jalan. Tentu saja, semua diberi caption penuh cinta seperti, "Langkah kecilmu adalah kebanggaan terbesar mama." 

Tetapi, apakah anak-anak ini benar-benar menikmati menjadi bintang media sosial? Di masa depan, mungkin mereka akan protes saat video tangisan mereka yang lucu bagi orang tua ternyata viral di grup WhatsApp. Jejak digital mereka sudah terlanjur tersebar, dan apa yang terlihat lucu hari ini bisa menjadi hal yang memalukan di kemudian hari.

Suami Sebagai "Pemeran Pendukung"

Tidak hanya anak, suami juga sering menjadi "korban" sharenting. Ketika sedang duduk santai, tiba-tiba diminta berdiri di sebelah stroller dengan arahan, "Yang, pegang pegangannya biar kelihatan natural, ya." 

Suami pun berdiri dengan senyum setengah pasrah, berpikir, "Berapa kali lagi harus difoto?" Setelah momen "candid" berhasil diabadikan, sang istri sibuk menambahkan filter dan menulis caption seperti, "Ayah terbaik untuk keluarga kami." Sementara itu, suami kembali duduk santai sambil main game. Drama kecil seperti ini lebih sering menjadi cerita menarik daripada foto yang akhirnya diunggah.

Perburuan Diskon dan Kuis yang Penuh Drama

Di grup WhatsApp emak-emak, cerita tentang diskon besar atau kemenangan kuis bisa menjadi topik paling seru. Ada yang rela begadang demi flash sale, sambil terus meng-update situasi dengan penuh semangat: "Besti, aku dapat diskon 90% di Shopee!" 

Bahkan ada yang meminta seluruh grup memberikan like di kuis Instagram dengan janji traktiran kopi kalau menang. Semua usaha ini dilakukan dengan semangat membara, meskipun akhirnya muncul keluhan seperti, "Duh, bulan depan bayar arisan gimana, ya?" Namun, keseruan dalam perburuan diskon ini selalu menjadi warna tersendiri dalam keseharian mereka.

Suami jadi Korban emak emak (Foto: pexels.com)
Suami jadi Korban emak emak (Foto: pexels.com)
Liburan Singkat tapi Heboh

Ketika emak-emak sosialita bepergian, meskipun hanya nyebrang ke Singapura lewat Batam, ceritanya selalu heboh. Koper sudah disiapkan jauh-jauh hari, lengkap dengan outfit yang dirancang untuk foto Instagram. Pose wajib di depan Universal Studios Singapura, selfie di Bandara Changi, hingga pamer tiket masuk Legoland di Johor Bahru semuanya diunggah dengan caption dramatis seperti, "Quality time with family!"

Kalau destinasi lebih jauh, seperti Jepang atau Eropa, ceritanya semakin seru. Di Jepang, vlog antri takoyaki di Dotonbori harus memastikan lampu neon di belakang terlihat sempurna. 

Di Eropa, sesi foto di depan Menara Eiffel bisa berlangsung selama satu jam demi hasil terbaik. Moto mereka? "Gaya dulu, capek belakangan." Namun, di balik unggahan sempurna itu, ada drama kecil seperti minuman yang sudah dingin karena terlalu lama atur angle atau keluhan arisan di grup WhatsApp setelahnya.

Tren TikTok dan Anak-Anak yang Pasrah

Tren TikTok tidak ketinggalan jadi bagian dari sharenting. Anak-anak sering kali "dipaksa" ikut joget atau skit lucu yang sebenarnya mereka ogah lakukan. Kalau anak-anak bisa protes, mungkin mereka akan bilang, "Bu, cukup ya. Aku malu kalau teman-temanku lihat ini." Namun, demi mengikuti tren, emak-emak tetap melakukannya dengan semangat, lengkap dengan tagar #MomLife dan #BestFamily.

Sharenting memang bagian dari gaya hidup modern yang seru dan penuh warna. Namun, penting untuk tetap bijak dalam berbagi. Jangan sampai validasi sosial di media mengorbankan privasi keluarga, terutama anak-anak. Karena pada akhirnya, kebahagiaan sejati tidak diukur dari jumlah like, tetapi dari kenangan yang dirasakan, bukan hanya diunggah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun