Namun kini, semua itu telah hilang. Teknologi, meskipun membawa banyak kemudahan, telah mengubah manusia menjadi individualis di dunia nyata. Kita masih "berbicara" melalui media sosial, tetapi kehilangan momen untuk berinteraksi langsung. Kehangatan yang dulu ada di gerbong kereta kini tergantikan oleh kesunyian digital.
Kenangan Lagu Perjalanan Franky dan Jane
Aku teringat sebuah lagu dari Franky dan Jane:
*"Dengan kereta malam Ku pulang sendiri Mengikuti rasa rindu Pada kampung halamanku Pada Ayah yang menunggu Pada Ibu yang mengasihiku
Duduk dihadapanku seorang ibu Dengan wajah sendu Sendu kelabu Penuh rasa haru ia menatapku Penuh rasa haru ia menatapku Seakan ingin memeluk diriku
Ia lalu bercerita tentang Anak gadisnya yang telah tiada Karena sakit dan tak terobati Yang wajahnya mirip denganku."*
Lagu ini mengisahkan interaksi sosial yang begitu hangat dan menyentuh, tercipta dari tatapan mata dan percakapan langsung. Seorang ibu yang penuh rasa haru bercerita tentang kehilangan putrinya, menemukan penghiburan dalam kesamaan wajah dengan seorang penumpang lain. Namun kini, cerita-cerita seperti itu jarang terjadi. Jika ada pun, mungkin hanya akan dibagikan melalui unggahan media sosial, tanpa tatapan mata yang penuh emosi.
Teknologi telah mendekatkan yang jauh, tetapi sering kali menjauhkan yang dekat. Suara manusia yang dulu penuh rasa kini tergantikan oleh ketikan jari.
Refleksi di Tengah Perjalanan Modern
Kemajuan teknologi telah membuat perjalanan menjadi lebih nyaman dan efisien. Namun, ada harga yang harus dibayar: hilangnya kehangatan interaksi manusia. Gerbong kereta kini menjadi ruang senyap, tempat manusia larut dalam dunia maya. Nyaman, memang, tetapi sepi.
Mungkin, saatnya kita mulai kembali membuka diri, menyalakan percakapan, dan menghidupkan kembali kehangatan yang hilang. Di tengah nyamannya perjalanan modern ini, mari kita ciptakan kembali keintiman yang pernah ada, karena hidup bukan hanya tentang tujuan, tetapi juga tentang cerita di sepanjang perjalanan.