Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pagar Roboh, Pelaku Menghilang, Bongkar Semua Jejaknya !

24 Januari 2025   08:25 Diperbarui: 24 Januari 2025   08:25 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pagar yang sudah di Bongkar  ( Foto Kompas.com)

Kisah Pembongkaran Pagar Laut

Ketika alat berat tiba untuk meruntuhkan pagar bambu di atas perairan Tangerang, bisikan laut terasa seperti sebuah sindiran: "Kenapa harus dibongkar? Bukankah pagar ini adalah saksi yang berbicara tanpa suara?" 

Ombak pun bergulung, membawa pertanyaan yang tak kalah tajam: "Apakah membongkar pagar ini hanya sekadar ritual untuk menenangkan netizen? Ataukah ini hanya untuk menciptakan drama sesaat tanpa menggali akar masalahnya?"

Pagar ini lebih dari sekadar tumpukan bambu. Ia adalah bukti yang mengukur panjang dan lebar sebuah skandal, dengan garis longitud dan latitud yang seharusnya membuka jejak manipulasi. Jika pagar ini hancur, bagaimana hukum akan melacak alurnya? Bukankah tindakan tergesa-gesa ini justru bisa menghapus jejak yang seharusnya menjadi bukti kejahatan?

Membatalkan Sertifikat, Solusi atau Pengaburan?

Langkah berikutnya, sertifikat lahan yang diterbitkan di kawasan ini di proses untuk dibatalkan. Nusron Wahid dengan lantang menyebut fakta mengejutkan: ada 263 bidang tanah berbentuk Hak Guna Bangunan (HGB) yang dikuasai oleh perusahaan besar dan perseorangan, serta 17 bidang dalam bentuk Sertifikat Hak Milik (SHM). 

Jika fakta ini benar, maka jelas bahwa masalah ini lebih dalam dari sekadar pagar bambu.

Namun, bukankah pembatalan sertifikat tanpa proses hukum yang jelas justru menciptakan ruang bagi pengaburan delik? Jika sertifikat itu dibatalkan begitu saja, apa yang akan terjadi dengan tindak pidana yang mungkin menyertainya? 

Menghapus sertifikat tanpa menyentuh pelakunya adalah seperti membiarkan akar pohon busuk tetap tumbuh di bawah tanah. Apakah ini solusi atau justru cara untuk mengubur kasus ini lebih dalam?

Menelusuri Jejak dalam Sertifikat

Di dalam setiap sertifikat tanah, terdapat informasi yang seharusnya menjadi jalan terang untuk menelusuri pelaku. Nama pemohon, lokasi tanah, tanda tangan pejabat, bahkan peta dan penunjukan batas---semua terpampang jelas. 

Jika ada fraud, semua data ini seharusnya bisa menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk mengungkap pelaku, mulai dari pengukur tanah hingga pejabat yang menandatangani dokumen.

Tapi, mengapa pelaku masih menghilang? Ombak yang beriak seakan menyindir: "Kenapa pengukur tanah tidak dimintai keterangan? Siapa saksi-saksi yang membenarkan riwayat tanah ini? 

Dan pejabat yang menandatangani sertifikat, apakah mereka hanya sekadar nama di atas kertas atau bagian dari skema besar?" Pertanyaan-pertanyaan ini menggema di tengah arus publik yang haus akan keadilan.

Dalam sertifikat tidak hanya identitas pemilik, Data Lokasi Tanah, batas dan status sangat jelas (foto : Kompas.com)
Dalam sertifikat tidak hanya identitas pemilik, Data Lokasi Tanah, batas dan status sangat jelas (foto : Kompas.com)
Sistem yang Bermasalah, Jangan Hanya Menghibur Publik

Wahai mafia tanah, apakah kalian sekarang bergeser menjadi mafia laut? Karena pesisir kini bukan lagi sekadar tempat nelayan mencari nafkah. Ia telah berubah menjadi simbol kekuatan materi, jangkar emas, dan perahu megah yang bersinar dalam gemerlap dunia. 

Masalah ini bukan hanya soal individu, tapi sebuah sistem yang rusak. Namun, sistem yang rusak bukan berarti tidak bisa diungkap.

Ironisnya, yang terlihat saat ini hanya drama tanpa substansi. Publik dibiarkan teralihkan oleh pembongkaran fisik pagar, sementara akar masalahnya tetap tersembunyi. 

Netizen mungkin terhibur sesaat, tetapi apa arti hiburan tanpa keadilan? Jika hukum hanya menjadi panggung drama, bagaimana rakyat bisa merasa aman?

Laut yang tenang kini bergemuruh, menyuarakan protes: "Kapolri, tangkap pelakunya! Jangan biarkan hukum hanyut bersama arus politik atau kepentingan pribadi." 

Membongkar pagar bambu tidak akan cukup; kasus ini tidak boleh dibiarkan tenggelam tanpa ujung. Keadilan harus ditegakkan, dan setiap pelaku, dari yang terkecil hingga yang terbesar, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Bongkar Jejak, Jangan Ciptakan Drama Kosong

Negeri ini tidak butuh lagi drama tanpa solusi. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Pejabat jangan hanya berdalih atau menciptakan narasi yang mengecoh publik. Jangan biarkan masyarakat menjadi penonton dari sandiwara tanpa akhir.

Wahai laut, tetaplah bersuara lantang. Jangan biarkan hukum hanya menjadi alunan gelombang yang menghilang di cakrawala. Setiap pelaku, setiap jejak, harus diungkap tanpa ragu. Jika akar masalah ini tidak dibereskan, maka keadilan hanya akan menjadi ilusi yang tenggelam di tengah arus kepentingan. Bongkar semua jejaknya, dan pastikan pelaku tenggelam dalam keadilan yang nyata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun