korupsi timah dan vonis Harvey Moeis.
Media sosial sedang riuh dengan meme-meme kreatif yang menyindir kasusSalah satu meme viral menampilkan gambar Harvey berdiri di atas tumpukan "batangan emas" dengan tulisan besar "300T," sementara rakyat kecil duduk memegang timbangan kosong.
Meme lain menggambarkan sosok tukang becak yang dihukum berat karena mencuri ayam, seolah membandingkannya dengan vonis ringan koruptor. Bahkan, ada meme yang menyandingkan hukuman Harvey dengan Squid Game, menggambarkan absurditas sistem hukum.
Namun, di balik meme-meme ini, muncul pertanyaan: benarkah angka Rp 300 triliun sepenuhnya mencerminkan fakta, atau ini hanya narasi yang dibesar-besarkan? Seberapa jauh angka ini memengaruhi opini publik, dan apa yang sebenarnya terjadi di balik layar kasus ini?
Mengupas Angka 300 Triliun
Angka Rp 300 triliun pertama kali muncul dari laporan ahli lingkungan Prof. Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB).
Angka ini mencakup kerugian ekologis sebesar Rp 183,7 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp 74,4 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 12,1 triliun. Perhitungan ini didasarkan pada luas penambangan ilegal di wilayah PT Timah, sekitar 81.462 hektar.
Namun, kritik datang dari Prof. Sudarsono Soepomo, rekan sesama Guru Besar IPB, yang menilai metode perhitungan tersebut bermasalah. Ia menyebut sampel yang tidak representatif dan alat pengukuran yang tidak memadai sebagai penyebab kesalahan.
Menurutnya, angka Rp 300 triliun lebih mencerminkan potensi kerugian jangka panjang daripada kerugian langsung yang bisa dibuktikan secara ilmiah.
Opini Publik dan Trial by Netizen
Narasi Rp 300 triliun dengan cepat menyebar, membangun persepsi publik bahwa angka ini adalah kerugian riil yang sepenuhnya tanggung jawab Harvey Moeis.