Datar banget, kan? AI memang pintar dalam memberikan solusi yang praktis dan terukur, tapi sering kali terasa dingin. Di saat hati sedang remuk, solusi logis seperti ini kadang terasa tidak cukup.
Curhat dengan Mantan -- Sarat Rasa dan Drama
Â
Kalau AI terlalu logis, mantan adalah kebalikannya. Curhat ke mantan itu seperti membuka bab lama dalam novel romantis yang berakhir tragis. Ada kenangan yang hangat, tapi juga rasa pahit yang sulit dihindari.
Scene: Kamu dan mantan bertemu di taman tempat kalian biasa duduk bersama saat senja.
Matahari perlahan tenggelam, menciptakan semburat oranye di langit. Kamu duduk di bangku taman, mencoba memulai percakapan dengan mantan yang terlihat tenang tapi canggung.
Kamu: "Kamu masih ingat nggak, tempat ini? Kita dulu sering duduk di sini sambil ngobrolin masa depan."
Mantan: tersenyum kecil sambil menunduk "Iya, aku ingat. Tempat ini selalu bikin aku tenang."
Kamu: "Kalau tenang, kenapa kamu pergi?"
Mantan: menghela napas panjang, lalu menatapmu dengan mata berkaca-kaca "Bukan karena aku nggak mau bertahan, tapi kadang mencintai seseorang nggak cukup kalau kita nggak bisa saling bahagiakan."
Kamu: suara bergetar "Aku masih berharap kita bisa memperbaikinya."
Mantan: perlahan menggenggam tangannya sendiri, seolah ingin menenangkan diri "Aku juga berharap begitu dulu, tapi sekarang... mungkin kita lebih baik belajar dari ini, bukan kembali."
Angin berhembus pelan, dan kamu hanya bisa terdiam. Kata-katanya menyentuh bagian terdalam hatimu. Ada rasa rindu, tapi juga kesadaran bahwa tidak semua yang indah harus dimiliki selamanya.
Curhat ke mantan memang penuh rasa dan drama, tapi risikonya besar. Alih-alih move on, kamu bisa terjebak lebih dalam di masa lalu.
AI, Mantan, atau yang Lain?
Â