Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tren Industri 2025 Menghadapi Lonjakan UMK (Jilid 1)

27 Desember 2024   04:54 Diperbarui: 27 Desember 2024   18:21 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Industri Terpadu Jababeka, Ciakarang Kab. Bekasi (kompas.com)

Melihat Tren Dalam Kajian Futurologi

Kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebesar 6,5% pada tahun 2025 membawa tantangan besar bagi sektor industri di Indonesia. Wilayah dengan konsentrasi kawasan industri seperti Jabodetabek, Karawang, dan Cikampek merasakan tekanan yang lebih berat, mengingat tingginya biaya operasional.

Dalam pendekatan futurologi, teori Alvin Toffler dalam Future Shock (1970) dan John Naisbitt dalam Megatrends (1982) memberikan perspektif penting untuk memahami perubahan besar yang sedang terjadi.

Toffler mengemukakan bahwa percepatan perubahan teknologi, sosial, dan ekonomi dapat menciptakan tekanan besar bagi masyarakat yang tidak siap. Dalam The Third Wave (1980), ia menjelaskan bahwa peradaban manusia telah melewati tiga gelombang utama,  agraris, industri, dan informasi.

Teori ini relevan untuk melihat bagaimana industri Indonesia menghadapi tekanan kenaikan upah dengan beradaptasi pada revolusi teknologi.

Naisbitt, di sisi lain, menyoroti bagaimana integrasi global, desentralisasi ekonomi, dan peralihan ke masyarakat berbasis informasi memengaruhi dinamika industri. Perspektif ini membantu menjelaskan efek domino dari kenaikan UMK terhadap sektor industri dan bidang properti di kawasan industri.

Dampak Kenaikan UMK pada Industri dan Properti

Kenaikan UMK sebesar 6,5% berdampak signifikan pada industri padat karya seperti tekstil, garmen, dan elektronik.

Lonjakan biaya tenaga kerja memaksa banyak perusahaan untuk mengambil langkah strategis, seperti relokasi operasional ke daerah dengan biaya lebih rendah seperti Jawa Tengah atau Jawa Timur.

Relokasi ini juga sering kali mencakup pemindahan operasi ke negara lain seperti Vietnam atau Bangladesh, yang menawarkan biaya tenaga kerja lebih kompetitif.

Namun, dampaknya tidak berhenti di situ. Relokasi perusahaan menciptakan efek domino terhadap sektor properti lahan industri. Kawasan yang sebelumnya ramai menjadi kosong akibat penyewa yang tidak mampu menanggung biaya sewa tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun