Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Refleksi Budaya di Balik Krisis Toilet Sekolah Indonesia

21 Desember 2024   06:54 Diperbarui: 21 Desember 2024   06:54 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toilet ideal bersih dan wangi di sekolah (Kompas.id)

Toilet di sekolah bukan sekadar fasilitas fisik, tetapi juga simbol budaya dan indikator kesehatan masyarakat. Kondisinya mencerminkan sejauh mana masyarakat memandang pentingnya kebersihan dan sanitasi.

Di Indonesia, meskipun kesadaran akan pentingnya sanitasi semakin meningkat, masih banyak sekolah yang belum memiliki toilet yang layak. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan siswa, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya yang mendasari perilaku kolektif masyarakat terhadap kebersihan.

Analisis Budaya Kebiasaan dan Refleksi Sanitasi di Sekolah

Nilai gotong royong menjadi salah satu karakteristik budaya masyarakat Indonesia. Namun, lemahnya penerapan nilai ini terlihat dalam kondisi toilet sekolah yang sering tidak terawat.

Toilet yang kotor atau rusak kerap dianggap sebagai tanggung jawab pihak lain, seperti petugas kebersihan atau sekolah itu sendiri. Padahal, merawat fasilitas bersama seharusnya menjadi bagian dari tanggung jawab kolektif.

Kebiasaan sanitasi sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Di daerah terpencil, edukasi sanitasi masih sering terabaikan. Anak-anak cenderung meniru kebiasaan di rumah yang mungkin tidak sepenuhnya higienis.

Budaya sanitasi ini kemudian terbawa ke sekolah, di mana toilet kerap dibiarkan kotor setelah digunakan. Kurangnya edukasi tentang kebersihan toilet menjadi salah satu akar masalah.

Di beberapa komunitas, kebersihan toilet mungkin tidak dianggap sebagai prioritas budaya. Fokus lebih diberikan pada kebersihan pribadi atau rumah tangga, sementara fasilitas publik seperti toilet sekolah sering diabaikan. Hal ini mencerminkan pandangan tradisional yang belum sepenuhnya mendukung pentingnya sanitasi umum.

Budaya sanitasi juga dipengaruhi oleh akses terhadap informasi dan fasilitas. Di perkotaan, toilet sekolah cenderung lebih terawat karena pengaruh modernisasi dan eksposur terhadap standar kebersihan global. Sebaliknya, di pedesaan, keterbatasan sumber daya dan infrastruktur membuat budaya sanitasi berkembang lebih lambat.

Dampak Kesehatan dari Sanitasi Toilet Sekolah

Toilet yang kotor menjadi sarang bakteri dan virus penyebab penyakit seperti diare, tifus, disentri, dan infeksi saluran kemih. Anak-anak yang sering terpapar lingkungan tidak higienis berisiko tinggi terkena penyakit ini, yang dapat berdampak pada absensi sekolah dan prestasi akademik.

Selain itu, toilet yang tidak layak dapat menyebabkan siswa merasa enggan menggunakannya. Banyak siswa memilih menahan buang air, yang berisiko menyebabkan gangguan kesehatan seperti sembelit dan infeksi saluran kemih. Sanitasi buruk juga memengaruhi status gizi siswa secara tidak langsung. Penyakit akibat sanitasi buruk dapat menyebabkan malnutrisi kronis, yang memperburuk kondisi kesehatan secara keseluruhan.

Data Kondisi Sanitasi (sumber -publikasi kemendikbudristek)
Data Kondisi Sanitasi (sumber -publikasi kemendikbudristek)

Solusi Memperbaiki Sanitasi di Sekolah

Sanitasi di sekolah dapat diperbaiki melalui berbagai langkah. Edukasi kebersihan menjadi langkah awal yang penting. Siswa perlu dilibatkan dalam program kebersihan toilet melalui pelatihan sanitasi atau lomba toilet bersih.

Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun harus diperkenalkan melalui kegiatan rutin untuk menanamkan kesadaran sejak dini.

Peningkatan fasilitas sanitasi juga harus menjadi prioritas. Toilet sederhana namun fungsional, seperti toilet kompos atau portabel, dapat menjadi solusi praktis untuk daerah terpencil. Ketersediaan air bersih dan sabun harus dipastikan untuk setiap toilet sekolah agar kebutuhan dasar sanitasi terpenuhi.

Keterlibatan komunitas dalam merawat toilet sekolah sangat penting. Gotong royong perlu diterapkan dengan melibatkan masyarakat sekitar dan orang tua siswa. Komunitas harus diajarkan pentingnya mendukung sanitasi di sekolah sebagai bentuk tanggung jawab bersama.

Pemerintah dan sektor swasta dapat berperan melalui alokasi anggaran khusus untuk memperbaiki sanitasi sekolah. Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari sektor swasta dapat diarahkan untuk menyediakan fasilitas sanitasi yang memadai.

Monitoring dan evaluasi juga harus dilakukan secara rutin untuk memastikan keberlanjutan sanitasi yang baik. Inspeksi berkala penting untuk menjaga standar kebersihan.

Kondisi toilet sekolah mencerminkan budaya masyarakat dalam memandang kebersihan dan kesehatan. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat, diperlukan upaya kolektif dari sekolah, pemerintah, komunitas, dan sektor swasta. 

Dengan edukasi yang tepat, fasilitas yang memadai, dan komitmen untuk menjaga kebersihan, kita dapat meningkatkan kualitas sanitasi di sekolah sekaligus menanamkan budaya bersih kepada generasi muda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun