stunting di Indonesia masih menjadi ancaman serius bagi generasi mendatang, dengan prevalensi yang mencapai 21,5 persen pada 2023. Sebagai masalah kesehatan yang berdampak jangka panjang pada pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas anak, upaya penanggulangan stunting seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah. Namun, dalam pelaksanaan kebijakan saat ini, terlihat jelas adanya ketimpangan perhatian dan alokasi anggaran antara dua program besar yang diluncurkan, yakni Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING) dan Program Makan Bergizi Gratis.
MasalahGENTING diluncurkan pada 5 Desember 2024, oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. H. Wihaji, S.Ag., M.Pd., bersama Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka. Berlokasi di Dusun Cipule, Kabupaten Karawang, program ini dirancang sebagai bagian dari kerja Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Gibran.
Dengan pendekatan berbasis gotong royong, GENTING menawarkan bantuan nutrisi, non-nutrisi, dan pemberdayaan masyarakat untuk keluarga miskin yang rentan terhadap stunting. Namun, ironinya, program ini lebih bergantung pada partisipasi masyarakat dan sektor swasta, sementara dukungan penuh dari pemerintah terlihat sangat minim.
Sebaliknya, Program Makan Bergizi Gratis diluncurkan dengan anggaran raksasa sebesar Rp71 triliun. Program ini memiliki cakupan universal, menyasar 82 juta penerima manfaat dari kalangan anak usia sekolah (PAUD hingga SMA), ibu hamil, dan ibu menyusui. Dengan pendekatan yang tampak inklusif, program ini lebih menyerupai langkah populis daripada solusi strategis untuk menurunkan angka stunting.
Ironi Kebijakan Ketika Stunting Dilempar ke Publik
Â
GENTING adalah program yang secara strategis dirancang untuk menargetkan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), masa kritis bagi pertumbuhan anak. Bantuan nutrisi sebesar Rp15.000 per hari untuk setiap anak selama 33 bulan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan gizi berbasis pangan lokal kaya protein hewani. Selain itu, bantuan non-nutrisi seperti bedah rumah, jamban sehat, dapur sehat, dan akses air bersih bertujuan menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan keluarga.
Namun, keberhasilan program ini lebih banyak bergantung pada partisipasi Orang Tua Asuh (OTA) yang terdiri dari masyarakat, dunia usaha, dan sektor swasta. Dukungan dari pemerintah dalam bentuk anggaran besar tidak terlihat, membuat GENTING seolah-olah dilempar ke publik untuk bertahan sendiri. Dalam praktiknya, pendekatan ini menciptakan ketimpangan mencolok: wilayah dengan kesadaran masyarakat tinggi dapat menjalankan GENTING dengan baik, tetapi daerah terpencil dengan prevalensi stunting tinggi sering kali luput dari perhatian karena minimnya sumber daya.
Sebaliknya, Program Makan Bergizi Gratis mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah, baik dalam hal anggaran maupun pelaksanaannya. Namun, program ini memiliki pendekatan universal yang kehilangan fokus pada kelompok rentan. Sebagian besar penerimanya adalah anak-anak usia sekolah yang sudah melewati masa kritis 1.000 HPK, sehingga dampaknya terhadap stunting sangat kecil. Nilai bantuan sebesar Rp10.000 per penerima tanpa kejelasan durasi atau frekuensi semakin memperlihatkan kelemahan program ini dalam menangani akar permasalahan stunting.
Ketimpangan Prioritas Stunting Dipinggirkan, Universalitas Disanjung
Perbedaan alokasi anggaran antara kedua program ini menunjukkan ketimpangan prioritas dalam kebijakan pemerintah. GENTING, dengan pendekatan targeted yang menyasar kelompok usia rentan stunting, hanya mendapat dukungan terbatas. Sementara itu, Program
Makan Bergizi Gratis, dengan pendekatan universal, mendapatkan alokasi anggaran fantastis meski kontribusinya terhadap penurunan stunting minim.
Pendekatan universal memang terlihat ambisius di atas kertas, tetapi kehilangan arah karena tidak memberikan prioritas pada kelompok yang benar-benar membutuhkan. Dalam konteks ini, pemerintah tampak lebih sibuk membangun citra melalui program besar daripada menyelesaikan inti masalah yang lebih mendesak.
Fokus yang Salah Arah
Alih-alih memperkuat GENTING, yang memiliki dampak langsung pada penurunan angka stunting, pemerintah lebih memilih untuk mengutamakan Program Makan Bergizi Gratis yang terlihat inklusif tetapi kurang strategis. Anggaran besar sebesar Rp71 triliun seharusnya dapat dialokasikan untuk memperluas cakupan GENTING dan meningkatkan kualitas intervensinya, terutama di wilayah dengan prevalensi stunting tinggi.
Kebijakan ini mencerminkan paradoks besar: program yang membutuhkan dukungan penuh justru diabaikan, sementara program dengan dampak minimal disorot dan disanjung. Jika pemerintah tidak segera memperbaiki arah kebijakan ini, maka angka stunting akan sulit turun, sementara anggaran negara terbuang untuk program yang kehilangan esensi.
Rekomendasi Kembalikan Fokus pada Penanggulangan Stunting
Integrasikan Program: GENTING dan Program Makan Bergizi Gratis harus diintegrasikan menjadi satu kebijakan terpadu dengan fokus utama pada penurunan angka stunting.
Redistribusi Anggaran, Â Sebagian besar dari anggaran Rp71 triliun untuk Program Makan Bergizi Gratis harus diarahkan untuk memperkuat GENTING.
Prioritaskan Kelompok Rentan, Bantuan harus lebih difokuskan pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita di masa 1.000 HPK.
Stunting adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian penuh dari pemerintah. Jika arah kebijakan ini tidak diperbaiki, generasi mendatang akan tetap terancam, sementara program-program besar seperti Makan Bergizi Gratis hanya akan menjadi simbol ambisi tanpa substansi.
Saatnya pemerintah serius menjadikan penanggulangan stunting sebagai prioritas nasional yang nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H