Kini, Gus Miftah bisa kembali ke akar dakwahnya: berbicara dengan bebas, menyampaikan pesan moral dengan humor, tanpa harus terjebak dalam dilema formalitas atau sorotan media. Beliau merdeka dari amplop yang menjadi isu, dari candaan yang diperdebatkan, dan dari tekanan untuk selalu terlihat sempurna sebagai pejabat.
Merdeka, untuk tetap menjadi  Gus Miftah
Dengan langkah ini, Gus Miftah mengukuhkan dirinya sebagai pendakwah yang tetap dekat dengan rakyat. Tanpa embel-embel jabatan, beliau bisa kembali fokus pada misinya untuk menyampaikan kebaikan dengan cara yang santai dan menghibur.
Seperti Cak Nun yang memilih jalur bebas dari formalitas, Gus Miftah kini merdeka untuk kembali menjadi dirinya sendiri. Dalam keputusan ini, ada pesan penting bagi pejabat publik lainnya: bahwa kemerdekaan sejati bukan soal jabatan, tetapi soal integritas untuk tetap menjadi diri sendiri, tanpa konflik kepentingan.
Mundurnya Gus Miftah adalah keputusan yang menunjukkan bahwa jabatan publik tidak selalu berarti kemuliaan. Terkadang, melepaskan jabatan adalah cara untuk menjaga kebebasan berpikir, berbicara, dan bertindak.
Kini, Gus Miftah adalah sosok yang merdeka---merdeka dari konflik jabatan, dari dilema amplop, dan dari tekanan netizen. Dan pada akhirnya, seperti kata Cak Nun, "Aku bukan siapa-siapa. Aku mung koncomu." Gus Miftah kini kembali menjadi konco yang bebas, tanpa harus memikirkan apa-apa selain menyampaikan kebaikan dengan humor dan ketulusan.
Karena pada akhirnya, merdeka itu bukan soal jabatan, tapi soal tetap bisa menjadi diri sendiri. Dan Gus Miftah tahu betul bagaimana caranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H