Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada Serentak, Pilih Koalisi atau Kompetensi?

20 November 2024   11:16 Diperbarui: 20 November 2024   13:11 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilkada Serentak (foto-KOMPAS.com).

Pilkada serentak sudah di depan mata. Wajah-wajah calon kepala daerah mulai menghiasi baliho di setiap sudut jalan, lengkap dengan senyum lebar dan slogan bombastis.

Tapi di balik itu, pertarungan sebenarnya bukan cuma soal program kerja, melainkan soal "koalisi." Ada yang datang dengan koalisi gemuk, ibarat rombongan kereta barang yang penuh muatan.

Ada juga yang maju dengan koalisi tipis, mirip ojek daring yang cuma bawa satu penumpang. Pilihan koalisi ini, percaya atau tidak, jauh lebih menarik daripada program kerja itu sendiri.

Koalisi Gemuk, Semua Masuk, Semua Tagih Janji

Koalisi gemuk itu menarik. Dengan dukungan banyak partai, calon kepala daerah punya segalanya: jaringan besar, logistik melimpah, dan, tentu saja, akses mudah ke kantong donatur. Tapi jangan salah, koalisi gemuk itu bukan tanpa harga.

Kalau menang, kepala daerah harus siap jadi "bendahara bersama." Semua partai pendukung, dari yang besar sampai yang cuma sekadar numpang nama, pasti punya tagihan yang harus dibayar.

Kepala daerah yang didukung koalisi gemuk itu seperti masuk ke restoran all-you-can-eat, tapi lupa kalau setiap piring punya harga. Setelah menang, "pelayan" partai-partai ini akan datang satu per satu, minta jatah proyek, jabatan, atau kebijakan yang menguntungkan mereka.

Kalau kepala daerahnya nggak punya nyali untuk menolak, rakyatlah yang akhirnya bayar tagihan itu lewat anggaran pembangunan yang entah ke mana perginya.

Oh, jangan lupa, koalisi besar biasanya juga berarti program kerja yang lebih banyak komprominya.

Misalnya, calon ingin fokus pada pendidikan, tapi partai pendukung minta "fokuskan dulu pada proyek infrastruktur." Ujung-ujungnya? Program kerja berubah jadi proyek bagi-bagi untung.

Koalisi Tipis: Modal Nekat, Tapi Jujur?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun