Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Keikhlasan dari "Muhammadiyah"

18 November 2024   14:02 Diperbarui: 18 November 2024   14:02 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muhammadiyah telah membuktikan dirinya sebagai organisasi umat yang benar-benar inklusif. Selama lebih dari satu abad, Muhammadiyah tumbuh dan berkembang tanpa terjebak dalam jebakan dinasti kepemimpinan. Tidak ada Kiai ini anak Kiai itu atau si pengurus ini adalah warisan si pengurus itu. Muhammadiyah adalah organisasi kolektif milik umat, tempat semua orang bisa berkontribusi tanpa harus memiliki "nama besar" atau "darah biru." Sebuah prinsip yang justru kian jarang ditemukan di organisasi, lembaga, atau bahkan pemerintahan di negeri ini.

Tidak Ada Dinasti, Tidak Ada Kepentingan Pribadi

Salah satu keunikan Muhammadiyah adalah absennya dinasti pengurus. Tidak seperti banyak organisasi atau partai politik yang sibuk menempatkan keluarga dalam jabatan penting, Muhammadiyah mengedepankan prinsip kolektivitas dan meritokrasi. Semua orang dipilih berdasarkan kemampuan dan kontribusi, bukan nama belakang mereka.

Sebagai perbandingan, lihatlah di sekitar kita. Berapa banyak partai politik yang terlihat seperti family business? Anak, cucu, bahkan menantu bisa langsung masuk ke lingkaran kekuasaan tanpa harus membuktikan apa-apa. Di Muhammadiyah, prinsipnya sederhana: siapa pun yang mampu berkontribusi, berhak untuk memimpin. Tidak ada "anak pengurus besar" yang otomatis menjadi penerus jabatan.

Prinsip ini adalah contoh nyata bagaimana sebuah organisasi dapat tumbuh besar tanpa harus menjadi "milik keluarga." Muhammadiyah menunjukkan bahwa keikhlasan dan kolektivitas bisa menjadi dasar yang kokoh untuk membangun organisasi yang berdampak besar bagi umat.

Belajar dari Muhammadiyah

Apa yang bisa dipelajari dari Muhammadiyah? Banyak sekali! Bayangkan jika pemerintahan, BUMN, atau bahkan partai politik meniru cara Muhammadiyah memimpin antara lain ;

  • Menghapus Dinasti Politik, Tidak perlu lagi menempatkan anak, cucu, atau kerabat dekat sebagai penerus hanya karena hubungan darah. Pemimpin dipilih berdasarkan kompetensi, bukan koneksi.
  • Mengedepankan Kolektivitas, Fokus pada kerja tim, bukan kerja individu yang haus pencitraan.
  • Memastikan Transparansi, Kepemimpinan yang ikhlas dan kolektif otomatis mengurangi peluang untuk korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan.

Muhammadiyah,  Bukti Nyata Keikhlasan

Muhammadiyah juga menjadi bukti bahwa organisasi besar tidak harus menjadi alat perebutan kekuasaan. Meskipun Muhammadiyah telah tumbuh "menggurita" dengan amal usaha yang luas di berbagai sektor, semangat keikhlasan dan kolektivitas tetap terjaga. Tidak ada nama besar yang memonopoli kepemimpinan, karena Muhammadiyah adalah milik umat, bukan milik keluarga atau kelompok tertentu.

Ini adalah pelajaran berharga yang seharusnya ditiru oleh banyak pemimpin di negeri ini. Jika Muhammadiyah, dengan segala kebesarannya, bisa menghindari jebakan dinasti, mengapa lembaga pemerintah atau partai politik tidak bisa? Apakah mereka terlalu sibuk dengan "warisan kekuasaan" hingga lupa bahwa jabatan adalah amanah, bukan harta keluarga?

Keikhlasan untuk Semua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun