Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Buruh Bukan Takdir, 1001 Kemenangan MK Bukan Jaminan Perubahan Nasib

5 November 2024   11:19 Diperbarui: 5 November 2024   11:40 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah berbagai perubahan regulasi dan kebijakan yang terjadi, banyak dari kita berharap bahwa keputusan-keputusan besar seperti kemenangan di Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengubah nasib kita. 

Sebagai buruh atau pekerja, kita sering kali menaruh harapan bahwa kemenangan hukum akan meningkatkan kesejahteraan kita dan membawa perubahan signifikan dalam hidup. 

Namun, 1001 kemenangan di MK tidak akan mengubah nasib kita secara langsung, kecuali kita sendiri yang mengambil langkah nyata untuk mengubahnya. Nasib sejati tidak ditentukan oleh kebijakan atau keputusan orang lain---melainkan oleh tindakan yang kita ambil sendiri.

Buruh Bukan Takdir, Tapi Pilihan yang Bisa Diubah

 

Saya pernah berada di titik di mana seluruh pikiran dan orientasi saya terjebak dalam pikiran cinta menjadi " budak korparat", dengan berbekal ijazah sarjana fokus  mencari kerja---bukan untuk menciptakan pekerjaan. Ketika saya pindah ke Jakarta, tujuan utama saya adalah mencari pekerjaan atau menjadi buruh, karena itulah yang ada di benak saya. 

Tidak pernah terlintas bayangan untuk menjadi pengusaha. Pikiran saya tertutup dengan berbagai pertanyaan: "Modal dari mana?" dan "Mulai dari mana?". Ketidakpastian ini seolah-olah menjadi penghalang besar yang menghentikan langkah saya untuk memulai sesuatu yang baru.

Selama bertahun-tahun, saya menjalani hidup dalam rutinitas---berangkat pagi, pulang petang. Pikiran saya terjebak dalam asumsi bahwa bekerja untuk orang lain adalah satu-satunya jalan untuk menjalani hidup yang "normal". 

Padahal, kesempatan untuk menjadi pengusaha, meskipun kecil, datang silih berganti di depan saya. 

Namun, saya melewatkannya begitu saja, karena otak saya terfokus pada gagasan bahwa bekerja dan memiliki gaji bulanan adalah satu-satunya pilihan. Pikiran saya seolah terkurung dalam rutinitas kerja yang membatasi potensi saya untuk berkembang.

Lebih dari itu, saya juga terjebak dalam pikiran sebagai budak korporat---menganggap bahwa bekerja keras untuk orang lain adalah satu-satunya cara untuk mencapai kestabilan hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun