Perlu direfleksi, bahwa akibat aksi teroris,sudah ribuan manusia tewas di dunia ini, termasuk Indonesia. Ini menandakan, bahwa opsi berdarah merupakan pilihan logis dalam skema terorisme.
Pilihan atau opsi berdarah seolah diidentikkan sebagai bagian dari kehidupan normal dalam suatu pergulatan sosial yang harus diterima
Kritik kalau diantara kita ini gampang jadi "produsen" barbar atau terorisme dimana-mana juga pernah dilontarkan J.E. Sahetapy (2002) mengapa bangsa yang katanya berbudaya, berbudi luhur, ramah, tamah, beradab, santun, religius, Â tolong menolong, dan gotong royong ini bisa berubah menjadi bangsa atau masyarakat yang homo homini lupus, anarkis, brutal, Â dan biadab dalam hampir seluruh bidang kehidupan, dan strata.
Komunitas teroris telah memberi bukti ungkapan Sahetapy itu,  bahwa mereka dengan gampang bisa meledakkan bom untuk menghabisi sesama hanya gara-gara perbedaan "madzhab" dan kepentingan. Mereka telah membopengkan wajah negeri ini sehingga distigma  barbarian sebagai "republic of horror".
Terorisme dapat disebut sebagai sampel kematian cinta universalitas dalam diri sang pelakunya. Kalau ia betul-betul menghormati hak kehidu  (right for life), tentulah ia mencintai obyeknya, tidak perlu memproduk ketakutan publik, tidak membahasan "kebinatangan" atau ba sebagai opsi logis, atau tidak membiarkan tangannya dikotori nyawa manusia tak berdosa..
Paradigma berbasis saling mengasihi dan memanusiakan merupakan doktrin ajaran Islam bercorak inklusif humanistik, yang memperlakukan orang lain dalam ranah sosial sama-sama sebagai subyek, atau memposisikan setiap elemen bangsa sebagai konstruksi kekuatan keadaban dan hidup berdampingan dalam keragaman.
"Tidak beriman seseorang diantara kalian sehingga mencintai saudaranya (sesamanya) sebagaimana kalian mencintai diri sendiri", demikian peringatan Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan kesejatian dimensi teologi fundamental seseorang yang ditentukan oleh aksi-aksi empirik pembumian komitmen sosiologis dan humanitasnya.
Kalau kesejatian teologis itu bisa disejarahkan oleh setiap insan di ranah lokal, nasional hingga global, maka barangkali penyakit yang bernama pengeboman atau sadisme gaya baru ini tidak akan pernah terjadi. Bahasa Cinta akan mmpu mengeliminasi bahasa darah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H