Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama Pasca Pandemi

31 Oktober 2021   07:24 Diperbarui: 31 Oktober 2021   07:29 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Abdul Wahid

Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis buku

Manusia Indonesia sedang di ambang "kemerdekaan" dari pandemi Covid-19. Presiden Joko Widodo sudah banyak dimintak segolongan orang untuk menentukan kalau pandemi Covid19 berakhir. Dimana-mana di negeri ini, tampak mereka mulai menunjukkan euforia sebagai bangsa yang terbebas dari "penjajahan". Sekitar 2 tahun dicengkeram Covid-19 terasa seperti berabad-abad lamanya menjalani hidup dalam kesengsaraan. Dalam ranah ini, diantara mereka bahkan masih bisa menyalahkan kondisi ini sebagai akibat campur tangan agama.

Manusia memang terbiasa gampang menyalahkan agama saat diriya sedang menghadapi  banyak masalah,  yang katanya agama sudah dipeluk dan dibela dengan banyak pertaruhan, masih juga memberikan cobaan dengan berbagai virus, padahal manusia sehUarusnya paham kalau eksistensi virus ini wujud reinstalisasi dirinya. Yakni diri manusia yang bersalah serius akibat mendegradasi "kehidupan Tuhan" dalam dirinya

Manusia yang berbuat jahat berklaster serius pun masih mencari logika pembenaran dengan memosisikan kalau apa yang dilakukannya atas perintah "takdir", artinya dirinya berdalih apa yang diperbuat sebenarnya bertentangan dengan hatinya, tetapi agama (tuhan) sudah memerintahkan. Manusia jenis seperti inilah yang membuat agama menjadi sperti kehilangan makna atau kekuatan sakralitasnya di tengah masyarakat, padahal manusia selaku subyek agama inilah yang menjadi actor terjadinya reduksi hingga degradasi citra agama.

Apa yang disampaikan Benjamin Franklin berikut bisa dijadikan pijakan atas logika manusia itu, "jika manusia masih tetap jahat dengan adanya agama, bagaimana lagi jika tiada agama?"

Franklin melihat atau membayangkan seandainya manusia menjalani hidup ini tanpa agama,  Ia mendeskripsikan adanya suatu realitas sosial beratmosfir kengerian yang luar biasa. Kengerian ini bisa bertahan dan berkembang jika manusia mengelola atau terlibat dalam ragam kehidupan bermsyarakat dan bernegara yang kompleks.

Mulai dari atmposfir chaos, dehumanitas, hingga destruksi masif ekologis bisa terjadi dan berkembang ketika agama "sekedar" sebagai kebutuhan  instan, pragmatis,  atau instrumen yang ada untuk memenuhi kebutuhan formalisasi birokratis dan kepentingan eksklusif manusia.

Franklin itu mengisyaratkan kalau dalam diri manusia ini ada potensi berbuat jahat dan "menyuburkan" penyimpangan, disamping potensi kebaikan. Disinilah agama sejatinya mendapatkan kepecayaan mengawal atau mengontrol supaya manusia tidak melakukan dan mengembangkan kejahatannya dan sebaliknya memenangkan kebaikan.

Franklin itu juga bermaksud mengingatkan secara radikal pada kaum beragama, bahwa berbuat jahat atau mendehumanisasikan sesama itu tidak mencerminkan dirinya sebagai "keluarga Tuhan". Menjadi "keluarga Tuhan" tentu saja dengan syarat kalau dirinya berhasil membentuk dirinya jadi subyek beragama yang baik.

Dalam konstruksi logika, dunia dan peradaban ini ditentukan oleh sikap atau perilaku setiap manusia. Salah satu sikap atau perilaku yang ikut menentukan dan mewarnainya adalah  kesantunan.

Selama kesantunan inklusif bisa disemaikan untuk membangun dan membingkai aktifitas manusia baik secara individual, bermasyarakat maupun bernegara, maka keselamatan, kebahagiaan, dan kejayaan akan tetap bisa diraihnya. Kesantunan ini termasuk barang mewah akibat sering dicibir dan disingkirkan oleh subyek beragama yang sudah merasa dirinya ynag paling benar dan bermartabat di mata Tuhan.

 Kata kunci kejayaan hidupnya itu jelas  terletak pada kejayaan etikanya. Sedang kata kunci kehancuran hidupnya terletak pada kehancuran etika beragamanya). Konstruksi etis ini berelasi pada pembuktian diri yang bernaa kesantunan. Selama kesantunan ini bisa ditunjukan, apalagi bisa dikembangkan, maka harmonisasasi dunia bisa terwujud. Inilah yang  menjadi imppian bangsa dimanapun.

Selama manusia masih berpegang teguh dengan etika kesantunan, manusia tidak perlu takut menghadapi dan menjawab ragam tantangan yang mengujinya. Dan salah satu akhlak yang baik ini adalah bila seseorang mampu mengendalikan atau mencegah marah dari kemungkinan ditunjukkan dan diampiaskan secara destruktif.

Secara psikologis, ketika seseorang itu merasa dirinya tidak bersalah, tidak berbuat jahat, dan tidak melanggar hak asasi manusia lain, atau tidak melakukan perbuatan yang merugikan sesamanya, sementara seseorang ini terus menerus diserang oleh berbagai intrik, fitnah, dan praktik-praktik kekejian seperti pembunuhan karakter (character assassination), maka sebenarnya seseorang ini berhak mereaksi dan melampiaskan kemarahannya.

Kalau kemudian sikap dan gaya perilakunya diubah yang diantaranya mengerahkan segala kemampuannya untuk memenangkan nalar dan sikap sabar di atas sifat marah, maka kemungkinan terjadinya tragedi berdarah atau "main bunuh" bisa dicegahnya. Masing-masing subyek beragama bisa menunjukkan kesalehan dan kesahihan dirinya demi mewujudkan universalitas konstruksionalitas kehidupan bermasyarakat dan berbang yang saling menghormati dan memuliakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun